Menkes Budi: Masa Depan Obat Berbasis Biologis, Bukan Kimia Lagi

Ke depannya, perkembangan obat-obatan akan berbasis biologis, bukan kimia lagi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 03 Feb 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2023, 08:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menghadiri acara 'HUT ke-3 Holding BUMN Farmasi' di The Tribrata Darmawangsa Jakarta pada Selasa, 31 Januari 2023. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta Tren obat-obatan di masa depan akan berbasis biologis (biological medicine), bukan kimia (chemical medicine). Pengobatan ini utamanya digunakan sebagai terapi, yang menggunakan stimulasi sel-sel imun untuk mengobati suatu penyakit.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, sebuah laporan dari Global Medicine Interm of Value, dikatakan lebih dari 50 persen obat-obatan yang berkembang nantinya berbasis biologis, bukan dari kimia lagi.

Artinya, akan terjadi pergeseran perkembangan jenis obat-obatan di masa depan, dari kimia ke biologis. Demi menghadapi tren ke depan, industri farmasi dan kesehatan dapat berkembang, bahkan bisa mampu memproduksi obat-obatan berbasis biologis.

"Saya baru tahu. Data sekarang, menurut Global Medicine Interm of Value, more than 50 percent (lebih dari 50 persen) itu biological based, not chemical based anymore (berbasis biologis, bukan kimia lagi)," terang Budi Gunadi saat acara HUT Holding BUMN Farmasi di The Tribrata Darmawangsa Jakarta pada Selasa, 31 Januari 2023.

"Yang ingin saya sampaikan adalah this is the future of medicine and health industries (ini adalah masa depan industri obat dan kesehatan) ke depan."

Kembangkan Obat Berbasis Biologis

Ilustrasi Laboratorium - Image by RAEng_Publications from Pixabay
Ilustrasi Laboratorium - Image by RAEng_Publications from Pixabay

Masih berkaitan dengan obat berbasis biologis, Budi Gunadi Sadikin menyoroti alasan di balik dijadikannya 'Bio Farma' sebagai leading holding BUMN Farmasi. Padahal, nama 'Kimia Farma' justru sudah lebih dulu dikenal masyarakat luas.

Jawabannya adalah nama 'Bio Farma' merepresentasikan pengobatan di masa depan yang berbasis biologis atau biosimiliar. Biosimilar sebagai produk obat biologis yang dibuat mirip dengan obat aslinya setelah masa paten berakhir. 

"Saya baru belajar masuk ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan ini kayak blessing in disguised (berkah yang tak terduga) gitu. Teman-teman tahu enggak, kenapa nama holding-nya Bio Farma, bukan Kimia Farma?" terang Menkes Budi Gunadi.

"Padahal, Kimia Farma kan lebih terkenal. Karena itu adalah persepsi masa depan, penerawangan masa depan. Kalau kimia adalah farmasi berbasis kimia, kira-kira gitu kan, sedangkan Bio Farma adalah farmasi berbasis biologic atau biosimiliar."

Budi Gunadi menyebut beberapa produk biologis seperti monoclonal antibodies (antibodi monoklonal) dan vaksin Pfizer.

"Kita tahu bahwa ke depannya, the revenue of the phrmaceutical industry will come from biologic or biosimiliar product, not chemical base (pendapatan industri farmasi akan berasal dari produk biologis atau biosimilar, bukan bahan kimia). Ini ya monoclonal antibodies, vaksin Pfizer," ucapnya.

Hadirnya Rituxikal, Produk Antibodi Monoklonal

Ilustrasi obat bius
Ilustrasi obat (Foto: unsplash.com/Michael Longmire)

Perkembangan di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan izin edar produk antibodi monoklonal pertama produksi industri farmasi dalam negeri pada tanggal 28 Desember 2022.

Produk tersebut bernama Rituxikal buatan PT Kalbio Global Medika. Rituxikal merupakan produk biosimilar dengan kandungan zat aktif Rituximab yang digunakan untuk indikasi keganasan (kanker) pada Limfoma Non-Hodgkin (NHL) dan Leukemia Limfositik Kronik.

Rituxikal tersedia dalam bentuk larutan konsentrat yang diberikan secara intravena.

Produk biosimilar adalah produk biologi dengan zat aktif yang sama, yang mana profil khasiat, keamanan, dan mutu serupa dengan produk biologi yang telah disetujui. Dalam hal ini, Rituxikal mengandung rituximab yang karakteristiknya similar (serupa) dengan rituximab inovator dengan nama dagang Mabthera.

Rituxikal awalnya terdaftar tanggal 5 Agustus 2019 atas nama PT Kalbe Farma sebagai obat impor produksi Sinergium Biotech S.A., Argentina yang dirilis oleh mAbxience S.A.U, Argentina.

Kemudian PT Kalbio Global Medika, yang merupakan industri farmasi grup Kalbe Farma, menerima transfer teknologi dari Sinergium Biotech S.A., Argentina dan mAbxience S.A.U, Argentina untuk dapat membuat produk Rituxikal di Indonesia.

Rituximab merupakan produk antibodi monoklonal yang mengikat antigen transmembran CD20 pada limfosit sel B yang dihasilkan oleh sel kanker secara spesifik, sehingga menimbulkan reaksi imunologi yang memicu sel kanker lisis (pecah).

“BPOM memberikan izin edar Rituxikal berdasarkan pada hasil uji komparabilitas mutu, uji komparabilitas non-klinik, dan uji komparabilitas klinik Rituxikal yang dibandingkan dengan obat inovator Rituximab, yaitu Mabthera," jelas Kepala BPOM RI Penny K. Lukito saat Konferensi Pers Persetujuan Produk Biologi Rituxikal (Rituximab), Senin (30/1/2023).

"Hasilnya diketahui bahwa Rituxikal menunjukkan kesebandingan dengan Mabthera yang diproduksi Roche Diagnostics Gmbh, Germany."

Infografis Negara-Negara Pendukung Produk Ganja untuk Pengobatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Negara-Negara Pendukung Produk Ganja untuk Pengobatan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya