Liputan6.com, Jakarta - Penyederhanaan STR dokter menjadi seumur hidup dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai sejumlah pihak dapat merugikan masyarakat. Dengan pemberlakuan STR seumur hidup, Pemerintah tidak melihat adanya aspek kredensial atau pemberian mandat kepada dokter sebagai profesi.
Kredensial merupakan proses untuk memastikan kapasitas atau kompetensi seorang dokter melalui proses verifikasi kelayakan dan kualifikasi dalam menjalankan praktik.
Baca Juga
Menanggapi suara-suara yang masih mempersoalkan usulan penyederahanan proses STR yang melekat pada proses pemberian Surat Izin Praktek (SIP), Roy Sihotang, seorang praktisi Kesehatan, praktisi akreditasi RS dan FKTP dan juga aktivis 98, memiliki pendapat yang berbeda.
Advertisement
“STR itu murni administratif. Jangan dihubung-hubungkan proses tersebut dengan kepentingan masyarakat karena hal tersebut berlebihan dan tidak mendasar,” ujarnya melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com baru-baru ini.
Proses Terkait Etik Kedokteran sudah Dilaksanakan di RS
Lebih lanjut, sebagian kecil pihak malah mengait-ngaitkan proses STR dengan aspek etik kedokteran, kompetensi, kredensialing dan keselamatan pasien.
“Proses terkait etik kedokteran, kompetensi, kredensialing terhadap tenaga kesehatan, dalam lingkup keselamatan pasien sudah dilaksanakan Rumah Sakit dan atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan dimulai sejak awal proses rekruitmen/penerimaan," jelas Roy.
"Ketentuan di atas sesuai amanat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tentang akreditasi RS."
RS dan FKTP Sudah Melalui Proses Akreditasi
Roy Sihotang melanjutkan, proses pengawasan terhadap etika profesi, penilaian kompetensi dan kredensialing itu juga sudah dilakukan secara berkala di tingkat Rumah Sakit melalui Komite Etik, Komite Medis, Komite Keperawatan, dan Komite Tenaga Kesehatan lainnya, sesuai amanat Permenkes tentang akreditasi RS dan FKTP.
Terlebih komite-komite yang dibentuk di tingkat Rumah Sakit melakukan pemantauan terhadap kegiatan pelayanan tenaga Kesehatan di RS dan FKTP on a daily basis (harian/dari hari ke hari), bukan hanya berdasarkan laporan diatas kertas atau yang diisi secara online seperti pada proses pembuatan Surat Tanda Registrasi (STR).
“Sebagai tambahan, masing-masing RS dan FKTP melalui proses akreditasi, diwajibkan untuk melakukan cek kepada sumber utama/primer (universitas, DIKTI dan lainnya)," beber Roy Sihotang.
"Ini mengenai keabsahan ijazah, STR, dan sertifikat-sertifikat lainnya yang dimiliki tenaga kesehatan, sebelum melaksanakan proses pemberian kewenangan klinis (kredensialing), sebelum tenaga kesehatan yang bersangkutan diterima dan melakukan kegiatan pelayanan di RS atau FKTP untuk mencegah adanya tenaga kesehatan palsu."
Aspek Kredensial Terwujud dalam Registrasi Ulang STR Berkala
Associate Professor in Medical Education Titi Savitri Prihatiningsih sebelumnya berpendapat soal usulan STR seumur hidup. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan hal itu.
Ini karena aspek kredensial itu telah terwujud dalam ketentuan registrasi ulang STR secara berkala setiap lima tahun sekali.
”Untuk memeroleh kewenangan atau lisensi berpraktik, calon dokter perlu mendaftarkan sertifikasinya mulai dari ijazah pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Itulah yang disebut credentialing. Jadi, STR atau proses pendaftaran itu bukan sekadar pencatatan administrasi, melainkan untuk memastikan kapasitas seorang dokter,” kata Titi dalam diskusi Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) dan Forum Komunikasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Minggu (2/4/2023).
Sebagai aspek penting dalam profesi kedokteran, kredensial dapat memproteksi masyarakat, menjamin keselamatan pasien, memberikan asuransi, memitigasi gugatan serta rusaknya reputasi, serta memperkuat dokter dari aspek legal untuk berpraktik.
Proses memberikan lisensi kepada seorang dokter secara berkala itu masih berlaku di negara-negara lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Advertisement
Pemantauan oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
Terkait keselamatan pasien, Roy Sihotang menjelaskan, hal ini juga sudah dilaksanakan juga melalui amanat akreditasi Rumah Sakit.
Kemudian juga dipantau harian oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit, yang mana hasil pemantauan dan pengawasan harian terkait keselamatan pasien ini dilaporkan secara berkala ke Kementerian Kesehatan.
“Atas dasar ini, menurut saya berlebihan jika dikatakan bahwa penyederhanaan proses Surat Tanda Registrasi yang diamanatkan di RUU Kesehatan, merugikan masyarakat,” jelasnya.
Kurangi Beban Administrasi Tenaga Kesehatan
Di sisi lain, pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup disambut positif para dokter. Menurut para dokter, usulan tersebut memudahkan tenaga Kesehatan khusunya dokter dari kewajiban yang sifatnya murni administratif.
“Penyederahanaan proses STR dalam RUU Kesehatan ini, wajar mendapat apresiasi dari berbagai kalangan tenaga kesehatan, karena mengurangi beban administrasi tenaga Kesehatan dalam melaksanakan beban tugas pelayanannya," pungkas Roy.
"Terlebih melalui proses akreditasi RS, standar mutu dan Keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik."