IDI dan OP Lain Rencanakan Mogok Kerja Nasional Jika Pembahasan RUU Kesehatan Tetap Lanjut

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi (OP) kesehatan lain telah melancarkan aksi damai penolakan RUU Kesehatan di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta pada Senin, 8 Mei 2023.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 09 Mei 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2023, 16:00 WIB
aksi damai penolakan RUU Kesehatan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi (OP) kesehatan lain telah melancarkan aksi damai penolakan RUU Kesehatan di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta pada Senin, 8 Mei 2023. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi (OP) kesehatan lain telah melancarkan aksi damai penolakan RUU Kesehatan di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta pada Senin, 8 Mei 2023.

Kini, IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) tengah menunggu keputusan Kemenkes dalam waktu dua hingga 20 hari.

Namun, jika pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law tetap dilakukan dan bahkan disahkan, maka pihak organisasi profesi kesehatan ini akan kembali melakukan aksi damai. Bahkan, seorang orator menyerukan bahwa para dokter tak segan melakukan aksi mogok kerja nasional.

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria pun memberi penjelasan soal aksi mogok kerja nasional ini.

“Mogok nasional yang kami lakukan adalah tutup pelayanan untuk non-emergency. Sama seperti cuti Lebaran, kami libur 4, 5, 7 hari enggak ada yang ributkan itu,” ujar Beni saat aksi damai di depan Gedung Kemenkes, Senin 8 Mei 2023.

Dengan begitu, aksi mogok kerja bukan berarti pelayanan rumah sakit dihentikan seluruhnya.

“Tapi pelayanan IGD tetap jalan, ICU tetap jalan, operasi tetap jalan. Hanya yang non-emergency artinya yang tidak gawat darurat.”

Beni menggarisbawahi, aksi mogok kerja ini tidak dilarang konstitusi. Yang dilarang adalah jika ada masyarakat yang membutuhkan penanganan gawat darurat tapi tidak ditangani.


Sudah Diskusi dengan Kemenkes

Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria merinci alasan penolakan RUU Kesehatan (8/5/2023). Foto: (Liputan6.com/Ade Nasihudin).
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria merinci alasan penolakan RUU Kesehatan (8/5/2023). Foto: (Liputan6.com/Ade Nasihudin).

Sebelum ditemui awak media, Beni telah melakukan diskusi dengan pihak Kementerian Kesehatan.

Dalam diskusi tersebut, Beni dan perwakilan organisasi profesi kesehatan lain menyampaikan beberapa alasan mengapa pihaknya menolak RUU Kesehatan. Poin-poinnya adalah:

  • Draf yang IDI pelajari dan kaji terkait pelayanan kesehatan justru menghilangkan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi.
  • Dalam draf ada penghapusan anggaran yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Jadi, pemerintah mengusulkan agar anggaran yang ditetapkan sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu dihapuskan.

“Itu tentu kami tolak, kenapa? Karena masyarakat pasti terabaikan di sini. Alokasi 10 persen saja tidak terserap secara maksimal, apalagi kalau itu dihapuskan. Ini menjadi persoalan khusus,” kata Beni.


Poin Selanjutnya

Idi tolak RUU Kesehatan
Ribuan dokter dan tenaga kesehatan kembali menggelar aksi damai di depan gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk menolak RUU Kesehatan. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Poin selanjutnya yang membuat IDI menolak RUU Kesehatan adalah:

  • Seluruh undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, rumah sakit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan ini dinilai mengganggu perlindungan dan hak masyarakat.  
  • Pemerintah menghapuskan satu-satunya unsur organisasi profesi. Padahal, Beni menilai organisasi profesi bisa memberi perlindungan pada masyarakat dan sudah diatur dalam undang-undang.

“Undang-undang profesi itu hak wajib satu untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Jangan sampai ada dobel standar, dobel profesi yang kemudian menimbulkan kegaduhan dan masyarakat tidak mendapatkan haknya.”

  • Terkait pasal aborsi, tadinya diatur maksimal 8 minggu. Dalam RUU ini, aborsi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Ini dinilai bukan lagi kategori aborsi melainkan pembunuhan janin.
  • Terkait legalisasi tembakau dan alkohol. IDI khawatir banyak masyarakat yang tidak terlindungi dari sisi kesehatan.

Aturan Soal Hukuman Pidana Tenaga Kesehatan

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi lain menggelar aksi damai di depan gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk menolak RUU Kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi lain menggelar aksi damai di depan gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) untuk menolak RUU Kesehatan.Foto: Ade Nasihudin Al Ansori

Beni juga membahas soal kriminalisasi tenaga kesehatan. Dalam RUU ini, banyak pasal pemidanaan tenaga kesehatan.

“Hubungan dokter dan tenaga kesehatan dengan masyarakat adalah hubungan keperdataan kesehatan. Maksudnya adalah upaya maksimal, tidak boleh menjanjikan hasil. Pasien yang datang ke dokter maka dokter sesuai sumpahnya akan mengobati secara maksimal supaya mencapai kesembuhan.”

“Tapi yang terjadi adalah perbedaan, kalau terjadi sengketa atau permasalahan tentu diarahkan pada penyelidikan dan pemidanaan. Nah kalau ini terjadi maka akan penuh penjara yang isinya tenaga kesehatan. Karena untuk membuktikan adanya unsur kelalaian tidak bisa menggunakan azas pidana umum yang diatur dalam KUHP,” ujar Beni.

Infografis Ragam Tanggapan Pemberian Vaksin Covid-19 Dosis 4 untuk Nakes. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan Pemberian Vaksin Covid-19 Dosis 4 untuk Nakes. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya