Liputan6.com, Jakarta Penyakit lupus yang banyak dialami wanita seringkali menghambat kehamilan. Penyakit autoimun ini pun disebut bisa membahayakan calon ibu dan janin dalam kandungan.
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan RSUI Alvina Widhani mengatakan, kehamilan bisa memicu lupus lebih aktif. Akibatnya, berbagai masalah kesehatan bisa muncul.
Baca Juga
Kesempatan Bertemu Wedha Sang Ilustrator Lupus di JICAF 2024, Tampil Perdana di Publik Setelah 15 Tahun Pensiun
Eliano Reijnders Masuk, Egy Maulana Keluar: Shin Tae-yong Coret 4 Pemain dari Timnas Indonesia Jelang Laga Melawan Arab Saudi
Klasemen Kualifikasi Piala Dunia 2026 usai Timnas Indonesia vs Arab Saudi: Garuda Jaga Peluang Lolos
"Odapus bisa mengalami keguguran, kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, neonatal lupus, preeklamsia. Pada ibu, bisa mengalami kelainan ginjal, sindrom antifosfolipid," katanya dalam seminar awam RSUI bertema Kenali Lupus, Dukung dan Sayangi Odapus, ditulis Rabu (24/5/2023).
Advertisement
Lantas, bagaimana jika penderita lupus (odapus) ingin memiliki anak? Alvina mengatakan, ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan.
"Kehamilan pada odapun harus direncanakan sejak awal. Komunikasikan pada dokter jika ingin memiliki anak. Jadi lupusnya harus terkontrol dulu," jelasnya.
Biasanya, kata Alvina, dokter akan mengatur pemilihan obat yang dikonsumsi odapus. Kemudian juga akan dipilihkan kontrasepsi yang tepat. "Dokter akan menyarankan untuk menghindari (kontrasepsi) yang hormonal karena bisa mempengaruhi aktivitas lupus."
Perencanaan ini sebaiknya dilakukan setelah 6 bulan lupus terkontrol, lanjut Alvina. "Tujuannya agar dokter bisa mengganti obat-obatan yang aman selama hamil."
Alvina mengungkapkan, odapus berisiko melahirkan anak dengan gangguan jantung bawaan. Sehingga selama kehamilan dokter akan mengawasi ketat perkembangan janin.
Pemeriksaan Antibodi untuk Odapus yang Hamil
Sebenarnya, kata Alvina, ada pemeriksaan antibodi yang bisa dilakukan ibu hamil yang menderita lupus untuk mencegah anak lahir dengan gangguan jantung bawaan.
"Ibunya bisa periksa Anti‐SSA dan SSB untuk mengetahui apakah anaknya memiliki risiko kelainan jantung bawaan. Tapi mahal biayanya. Jadi jika pasien tidak menyanggupi, dokter akan memberikan obat yang aman dikonsumsi saat hamil," katanya.
Alvina juga menjelaskan, odapus yang hamil akan diperiksa secara intensif sejak 20 minggu pertama. Tujuannya selain mencegah masalah kehamilan pada ibu, juga kelainan pada bayi.
Advertisement
Lupus pada Anak
Dokter spesialis anak Annisa Rahmania Yulman mengungkapkan, lupus pada anak bisa menjadi lebih berat sebab perkembangannya sulit diduga dan sering keliru dianggap TB karena terjadi penebalan dinding paru dan jantung). Selain itu, kerusakan organ yang lebih cepat butuh pengawasan medis jangka panjang.
"Lupus sebenarnya bisa terjadi di segala usia, tapi jarang terjadi di bawah usia 5 tahun. Peningkatan kasus terjadi rata-rata setelah usia 10 tahun, dan paling banyak diderita perempuan," katanya.
Lupus pada anak, sebenarnya mirip dengan dewasa. Namun ada beberapa gejala yang perlu diwaspadai orangtua.
Gejala umum seperti:
- lemas (mudah lelah)
- demam (rata-rata 37,8 derajat celsius)
- perubahan nafsu makan
- masalah saluran cerna
- peningkatan berat badan yang berhubungan dengan retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal
- nyeri otot
- pembesaran kelenjar (ketiak)
"Orangtua perlu mewaspadai gejala awal seperti nyeri sendi bengkak pada jari-jari, lutut, pergelangan tangan, serta malar rash (kemerahan pipi) sensitif pada sinar UV, jari dingin atau ujung kuku pucat, kebotakan, sariawan dan terbanyak dialami anak adalah gejala kemerahan pada jari-jari," katanya.
Pentingnya Deteksi Dini
Annisa menyampaikan, orangtua perlu segera konsultasi ke dokter jika 4 dari 11 gejala tersebut ada pada anak.
"Pengobatan lupus itu jangka panjang. Jadi orangtua harus sabar karena anak-anak akan mengikuti program atau tata laksana dokter dalam menekan sistem imun," ungkapnya.
Ia juga mengatakan, pada beberapa anak lupus rentan infeksi sehingga segala jenis imunisasi harus dikonsultasikan dengan dokter.
Namun yang terpenting adalah memenuhi nutrisi anak, menjaga paparan sinar matahari dengan menggunakan sunblock.
"Kami tidak menganjurkan bedrest ya pada anak untuk menjaga agar ototnya tidak bermasalah. Nanti dianjurkan aktivitas yang aman untuk anak. Karena kalau terlalu melindungi anak juga khawatir muscular skeleton sehingga perlu pemantauan tumbuh kembang dan penting juga membantu mengontrol emosi anak," pungkasnya.
Advertisement