Liputan6.com, Jakarta - Beberapa orang harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui ada perselingkuhan dalam rumah tangganya. Sebab, tak sedikit yang berpikir jikalau pernikahan cukup jadi pengikat yang kuat bagi dua orang untuk saling berkomitmen.
Kenyataannya, masalah orang ketiga masih terus muncul dari waktu ke waktu. Biasanya, saat bicara soal perselingkuhan pun spekulasi yang tak pernah ketinggalan berkaitan dengan perasaan kurang dicintai.
Baca Juga
Seringkali orang yang diselingkuhi justru menjadi sasaran empuk untuk disalahkan. Entah karena dianggap kurang cukup baik untuk pasangan, kurang menarik secara penampilan, kurang bisa menunjukkan cinta, dan masih banyak lagi.
Advertisement
Padahal, banyak ahli yang sudah mengulas soal penyebab perselingkuhan. Studi yang dilakukan peneliti dari Johns Hopkins University’s Department of Psychological & Brain Sciences menjadi salah satu diantaranya.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Archives of Sexual Behavior tersebut mengulas alasan selingkuh dari hampir dua ribu orang yang menggunakan Ashley Madison, sebuah situs khusus untuk mencari selingkuhan.
Punya Cinta Mendalam pada Pasangan
Hasilnya seperti dikutip dari New York Post, Selasa (6/62023), para peneliti menemukan jikalau partisipan yang menanggapi survei sebagian besar adalah pria paruh baya.
Mereka mengaku jikalau sebenarnya punya tingkat cinta yang mendalam untuk pasangan masing-masing. Bahkan, sebagian besar dari mereka mengungkapkan bahwa tidak ada masalah serius apapun dalam hubungan.
Para partisipan tidak merasa ada kemarahan atau kurang dicintai oleh pasangannya. Namun, memilih selingkuh karena ada alasan lainnya.
Ketidakpuasan Seksual Jadi Alasan Utama Perselingkuhan
Sekitar setengah dari partisipan dalam penelitian itu melaporkan jikalau mereka memang tidak aktif secara seksual dengan pasangannya. Ketidakpuasan seksual dengan pasangan itulah yang disebut-sebut sebagai alasan utama perselingkuhan.
Temuan itu akhirnya ikut mematahkan teori populer bahwa orang yang selingkuh dalam pernikahan pada dasarnya tidak sehat, bermasalah, atau tidak memuaskan secara emosional. Pada dasarnya, masalahnya berkaitan dengan seks.
Penulis utama studi, Dylan Selterman mengungkapkan bahwa ia dan rekannya tidak menemukan bukti kuat di balik perselingkuhan yang disebabkan oleh kualitas hubungan atau kepuasan hidup rendah.
"Kami tidak melihat bukti kuat di sini bahwa perselingkuhan seseorang dikaitkan dengan kualitas hubungan yang lebih rendah atau kepuasan hidup yang lebih rendah," kata Dylan.
"Terkadang mereka akan selingkuh meski hubungan mereka cukup baik," sambungnya.
Advertisement
Pelaku Perselingkuhan Tak Menyesal, Justru Banyak yang Merasa Puas
Terlebih lagi, mayoritas pengguna Ashley Madison mengaku perselingkuhan mereka memuaskan, baik secara emosional dan utamanya seksual.
Menurut penelitian Dylan dan rekannya dari Johns Hopkins pula, diketahui ada sekitar 20-25 persen orang yang sudah menikah yang pernah melakukan hubungan seks di luar dari hubungan utama mereka bersama pasangan.
Serta, sekitar 80 persen dari partisipan melaporkan bahwa mereka merahasiakan perselingkuhan itu dari pasangan utama mereka.
Alhasil, dari temuan-temuan itulah, para peneliti menemukan jikalau gambaran kesetiaan dan perselingkuhan sebenarnya jauh lebih kompleks dari apa yang tampak dari luar.
Gambaran Soal Perselingkuhan Beda dari Kenyataan
Para peneliti mengungkapkan bahwa perselingkuhan memang membawa kenyataan pahit dan menimbulkan bekas luka yang dampaknya bisa bertahan lama.
Namun, kenyataannya, hasil penelitian satu ini menjadi satu bukti dari banyak bukti lainnya jikalau ada kesenjangan antara realita soal perselingkuhan dengan apa yang digambarkan dalam film maupun media.
Sebab, di dunia nyata, kebanyakan yang selingkuh sebenarnya tidak merasakan penyesalan seperti yang apa yang digambarkan dalam banyak kesempatan.
"Di media populer, acara televisi, film, dan buku, orang yang berselingkuh digambarkan punya rasa bersalah moral yang kuat. Kami tidak melihat itu dalam hasil sampel para partisipan," ujar Dylan.
Advertisement