Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan bernama Katie Sackett pada 2017 mengalami kram perut yang tak biasa. Dia pun bertanya-tanya apakah ada yang tidak beres dengan badannya.
Baca Juga
Muka-Muka Baru di Barisan Kiper Timnas Indonesia untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026 tanpa Maarten Paes, Ernando hingga Nadeo dan Riyandi
Gyokeres Kemahalan, Manchester United Berpaling ke Eks Striker Everton di Januari 2025
Sudah Dikontak Ruben Amorim, Ini Bintang Sporting CP yang Bisa Segera Diangkut Manchester United
Sebab, sepengetahuan Katie, dia tidak memiliki riwayat keluarga dengan masalah pencernaan.
Advertisement
Jadi, Katie memutuskan melakukan tes DNA guna mengetahui apakah ada alasan genetika yang menyebabkan dirinya menderita penyakit ini.
Namun, bukannya mengungkap penyebab genetika tentang penyakitnya, tes DNA yang dilakukannya justru mengungkap rahasia lain.
"Saya mengalami gejala, dan sering kambuh. Dan saya didiagnosis dengan masalah radang usus," kata Katie kepada situs TODAY dikutip Rabu 23 Agustus 2023.
Tes DNA Mempertemukannya dengan Saudara Tiri
"Pada saat yang sama, saya mendapatkan hasil yang mengatakan bahwa saya memiliki saudara tiri," dia menambahkan.
Begitu Katie bertemu saudara tirinya, dia dibombardir dengan pertanyaan 'Kehidupan seperti apa yang kamu jalani?' dan 'Apakah kamu memiliki masalah medis?'.
Saudara Tirinya Punya Masalah Usus
Awalnya, Katie merasa ragu untuk menjawab. Kemudian, salah satu saudara tirinya yang baru ditemukannya, Nichole Bambanian, memulai perbincangan dengan mengatakan,"Banyak dari kita memiliki masalah usus. Jika kamu pernah mengalami masalah usus, beri tahu kami.".
Lalu Bambanian, Kristin Geffen, dan Anna Nevares yang semuanya ditemukan Katie melalui tes DNA, diketahui juga mengidap penyakit radang usus.
Katie menderita penyakit Crohn sementara Bambanian, Geffen, dan Nevares menderita Colitis Ulserativa (UC).
Sejak bertemu satu sama lain, mereka telah menjadi kelompok pendukung beranggotakan empat orang, saling menyemangati dan menemukan perawatan terbaik.
Dari Berjuang Melawan Penyakit Sendirian hingga Berjuang Bersama-Sama
Ketika Bambanian berumur 14 tahun, dirinya mulai mengalami gejala Kolitis Ulserativa dan gejalanya menjadi sangat parah sehingga dia harus menjalani operasi j-pouch. Prosuder pengangkatan usus besar dan rektum lalu membuat kantong internal menggunakan usus kecil.
Menurut Crohn's and Colitis Foundation, orang biasanya menjalani perawatan ini setelah gagal dalam terapi lainnya.
Bahkan, setelah menjalani operasi, dia menghadapi banyak komplikasi.
Kolitis Ulserativa disertai dengan berbagai gejala gastrointestinal dan stigma.
Dengan gejala penyakit seperti itu, membuat pasien menderita dalam diam.
Namun saat bertemu Nevares, dia langsung merasakan koneksi yang cukup baik.
"Dia sudah menjalani operasi j-pouch dan saya sudah menjalani operasi j-pouch. Kami seperti 'Whoa ini sangat gila, kamu menderita kolitis ulserativa, kamu juga memiliki j-pouch, kamu sakit saat sekolah menengah dan saya juga sakit saat sekolah menengah'," kata Bambanian.
Bambanian menjalani operasinya pada 2002, dan Nevares menjalani operasinya pada 2006.
Namun, jalan mereka berbeda. Nevares mengalami sedikit komplikasi sejak menjalani prosedurnya.
Advertisement
Berjuang Melawan Penyakit Usus Bersama-Sama
Bambanian mempunyai beberapa masalah kesehatan, termasuk beberapa serangan pouchitis, peradangan pada j-pouch-nya, sehingga memerlukan berbagai prosedur dan perawatan.
Selain itu, Nevares baru-baru ini mulai mengalami beberapa masalah dengan kantongnya.
Bambanian berpartisipasi dalam grup online dengan Crohns and Colitis Foundation dan dia terus mendengar tentang dokter dr Feza Remzi. Pasien berkata bahwa dia adalah yang terbaik.
Ketika Bambanian menyadari bahwa Geffen dan Sackett mungkin juga mendapat manfaat dari j-pouch, lalu Bambanian memutuskan untuk menemui Remzi.
Dalam beberapa hal, cerita Geffen dan Katie juga berjalan sejajar.
Meskipun Katie menderita penyakit Crohn, fungsinya sedikit berbeda dan itulah mengapa dokter mereka menganggap j-pouch mungkin bermanfaat baginya.
Menjalani operasi pada hari yang sama dengan Geffen lalu menghubungkan hubungan antara saudara kandung tersebut, mereka baru mengetahui bahwa mereka berbagi lebih dari sekadar penyakit radang usus.
"Kami memiliki ikatan yang sangat erat. Kami berdua adalah perawat dan kami berdua bekerja di bidang anestesiologi yang sama," kata Katie.
"Ketika kamu memiliki lebih banyak koneksi dengan seseorang yang memiliki minat yang sama denganmu, pekerjaan yang sama denganmu, dan kebetulan kamu juga mirip. Itu sangat keren," dia menambahkan.
Kolitis Ulserativa dan Penyakit Crohn
Tiga dari empat saudara, semuanya kecuali Nevares, menjalani operasi dengan Remzi.
"Ada dua komponen penyakit radang usus, salah satunya adalah kolitis ulserativa, yang lainnya adalah penyakit Crohn,” kata Remzi yang merupakan Direktur Pusat Penyakit Radang Usus di NYU Langone Health kepada TODAY.com.
"Sekitar 3 juta orang di negara kita terbagi 50/50 menderita kolitis ulserativa atau penyakit Crohn," ujarnya.
Dalam kedua kondisi tersebut, ada sesuatu yang memicu respons imun yang menyebabkan peradangan.
Pada Kolitis Ulserativa, ata Remzi, peradangan terjadi di usus besar dan rektum, sedangkan peradangan Crohn dapat terjadi di mana saja, tetapi kemungkinan besar terjadi di usus kecil.
"Kami tidak tahu penyebab pastinya," kata Remzi.
"Ini adalah kelainan imunologi yang memicu dan menciptakan peradangan," dia menambahkan.
Apa yang 'memicu' peradangan masih belum jelas. Ada gen yang berkontribusi pada kemungkinan seseorang lebih besar mengalami kondisi tersebut, tapi tampaknya tidak ada satu gen pun yang mengendalikan kondisi tersebut dan hubungan genetik terjadi sekitar 10 persen hingga 20 persen orang yang mengidap penyakit tersebut.
Advertisement