Liputan6.com, Jakarta Virus Nipah merenggut dua nyawa di Kerala, India. Hal ini mendapat perhatian dari berbagai pihak salah satunya mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama.
Menurut Tjandra, nama virus Nipah tidak begitu asing di telinga orang Indonesia. Pasalnya, virus ini pertama kali ditemukan di Kampung Sungai Nipah yang berada di Malaysia pada 1999.
Baca Juga
“Pertama kali ditemukan di kampung yang namanya Kampung Sungai Nipah di Malaysia dan pertama kali menimbulkan outbreak (wabah) di situ,” kata Tjandra dalam video wawancara bersama Liputan6 SCTV yang dibagikan ulang kepada Health Liputan6.com, Selasa, 19 September 2023.
Advertisement
Pada saat itu, lanjut Tjandra, virus Nipah di Malaysia berhubungan dengan babi. Ternak babi kemudian dikirim ke Singapura sehingga virus tersebut terdeteksi pula di negara ini.
Selama menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra ditempatkan di India dan beberapa kali melihat wabah virus Nipah di negara tersebut.
“Kantor WHO Asia Tenggara itu di India, di India juga beberapa kali ada outbreak Nipah termasuk yang sekarang ada di selatan India namanya Kerala.”
Dia memperkirakan, hingga saat ini sudah ada ratusan kasus infeksi virus Nipah di dunia. Dan negara-negara yang sempat melaporkan kasus tersebut adalah Malaysia, Singapura, India, dan Bangladesh.
Kenapa Nipah Jadi Perhatian di India?
Tjandra pun menjelaskan alasan virus Nipah menjadi perhatian. Pertama terkait COVID-19. Kedua, soal angka kematian virus Nipah yang tinggi.
“Ada dua (alasan), satu karena kita baru saja punya pengalaman COVID-19 sehingga orang-orang khawatir bagaimana ke depannya. Kedua, angka kematiannya tinggi.”
COVID-19 yang menghebohkan dunia memiliki angka kematian di bawa lima persen. Sementara angka kematian infeksi virus Nipah bisa 40, 50, 60, hingga 70 persen.
“Itulah kenapa virus Nipah menjadi perhatian.”
Advertisement
Belum Pernah Ada di Indonesia
Wabah virus Nipah pertama kali terdeteksi di Malaysia yang merupakan tetangga dekat Indonesia, tapi virus ini belum pernah terdeteksi di Tanah Air.
“Sejauh ini belum ada kasus Nipah di Indonesia. Sejauh ini Malaysia, Singapura, kemudian India dan Bangladesh,” jelas Tjandra.
Dia menambahkan, virus Nipah merupakan virus zoonosis yang artinya menyebar dari hewan ke manusia. Seperti halnya demam dengue yang disebarkan nyamuk dan rabies yang ditularkan anjing.
“COVID pada awalnya pernah disebut berhubungan dengan trenggiling walau tidak begitu terbukti. Kalau yang ini (Nipah) memang lebih jelas buktinya. Memang terjadi pada ternak babi Sungai Nipah kemudian menyebar ke tempat lain dan ditemukan pula pada berbagai jenis kelelawar tertentu,” katanya.
Virus Nipah Bukan Hanya Ditularkan Binatang Terinfeksi
Seperti dijelaskan Tjandra, virus Nipah ditularkan oleh babi dan kelelawar. Namun, tidak hanya oleh binatang saja juga produk yang dihasilkan binatang itu.
“Masalahnya bukan hanya binatangnya saja tapi juga produk yang berhubungan dengan binatang. Misalnya si kelelawar makan buah maka di buah itu juga ada (faktor) penularannya (urine dan liur kelelawar),” ujar Tjandra.
Setelah kelelawar dan babi menularkan virus Nipah ke manusia, maka yang dikhawatirkan selanjutnya adalah penularan dari manusia ke manusia. Ini seperti sifat penyakit zoonosis pada umumnya.
“Seperti flu burung, dari unggas ke manusia dan dari manusia ke manusia lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada virus Nipah,” kata Tjandra.
Dia melanjutkan, berbagai penyakit yang muncul tidak semuanya menjadi pandemi. Begitu pula dengan Nipah, perlu ada pemantauan dan pengendalian agar tidak berujung jadi pandemi.
“Jangan selalu mengaitkan kalau ada penyakit baru yang muncul pasti jadi pandemi. Justru itu yang harus diamati, bagaimana penyebaran selanjutnya supaya memang jangan sampai menjadi pandemi,” tutup Tjandra.
Advertisement