Liputan6.com, Jakarta - Ketua Koalisi Organisasi Profesi untuk Tuberkulosis (KOPI TB) Profesor Erlina Burhan mengatakan bahwa stunting memiliki kontribusi pada penyakit tuberkulosis atau TB.
“Anak-anak stunting kemungkinan tuberkulosisnya akan banyak karena stunting kan gizinya kurang,” kata Erlina dalam temu media secara daring bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Senin (25/3/2024).
Baca Juga
Dia menjelaskan, pasien-pasien TB yang belum ditemukan dan belum diobati dapat menyebarkan kuman TB lewat bersin, batuk, bahkan saat bicara jika kumannya banyak.
Advertisement
Penyebaran ini tidak terlihat dan tidak disadari, apalagi jika para pasien TB yang belum terdeteksi ada di tempat umum seperti terminal, transportasi umum, dan pusat perbelanjaan.
“Itu kita bisa menghirup kuman TB, tapi kita tidak usah terlalu parno (paranoid) juga, 70 persen orang (yang terpapar) tidak sakit TB orang-orang itu. Tapi 30 persen kemudian terinfeksi TB,” jelas dokter spesialis paru itu.
Dari 30 orang yang terinfeksi TB, 5 sampai 10 persen langsung sakit TB setelah dua minggu. Kelompok yang bisa sakit TB setelah terinfeksi salah satunya adalah anak-anak di bawah lima tahun (balita). Erlina mengatakan, hal ini dapat terjadi lantaran anak-anak di usia tersebut belum memiliki sistem imun yang memadai.
“Kenapa? Sistem imunnya belum berkembang sempurna.”
Jaga Sistem Imun Jadi Kunci
Selain balita, kelompok lain yang mudah sakit TB setelah terinfeksi adalah orang dengan HIV/AIDS.
Pasalnya, orang dengan penyakit ini memiliki sistem imun yang sangat rendah, kata Erlina.
“Ada hubungan orang sakit TB karena sistem imun, tapi kalau orang-orang sehat, sistem imunnya bagus, walaupun banyak kuman masuk itu sistem imunnya bisa mengendalikan si kuman. Kumannya dipenjara sama sistem imun, enggak bisa bergerak, enggak bisa ngapa-ngapain, enggak bisa menimbulkan sakit.”
Meski begitu, kuman tersebut tetap ada dalam tubuh dan suatu saat jika sistem imun turun maka kuman bisa berkembang biak dan memicu sakit TB.
“Jadi kata kuncinya adalah, jaga sistem imun,” ujar Erlina.
Advertisement
Cegah Sakit TB dengan TPT
Sebelumnya Erlina menyampaikan, guna mencegah terjadinya sakit tuberkulosis maka orang-orang yang terinfeksi perlu menjalani terapi pencegahan tuberkulosis atau TPT.
TPT adalah pengobatan yang diberikan kepada orang yang terinfeksi kuman atau mikobakterium tuberkulosis dan berisiko sakit TB. Tujuannya, mencegah agar orang yang terinfeksi kuman tersebut tidak sakit TB.
“Perlu diingat, terinfeksi bukan berarti sakit. Terinfeksi itu artinya ada kuman di dalam tubuh tapi tidak menimbulkan sakit. Jadi, kalau kita menghirup kuman TB di udara biasanya 70 persen tidak sakit, 30 persen terinfeksi tapi enggak sakit juga, cuman ada kuman di tubuhnya, kumannya tidur atau dormant,” jelas Erlina dalam temu media Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia bersama Kementerian Kesehatan secara daring, Jumat, 22 Maret 2024.
Sebelum Jalani TPT
Orang yang terinfeksi, lanjut Erlina, meski sekarang tidak sakit, tapi suatu ketika jika ia memiliki risiko untuk jadi sakit TB maka orang tersebut akan sangat rentan.
“Nah, orang-orang risiko tinggi inilah yang perlu diberikan terapi pencegahan. Dan terapi pencegahannya berbeda dengan pengobatan yang lazim kita tahu.”
Sebelum menjalani TPT, orang yang dicurigai terinfeksi TB tapi tidak sakit bisa memastikan kondisinya dengan pemeriksaan IGRA atau periksa darah dan uji tuberkulin atau Mantoux test.
“Kalau Mantoux test-nya positif berarti ada kuman TB di tubuhnya, tapi belum tentu dia sakit. Pemeriksaan ini menunjukkan bahwa tubuh telah terekspos oleh kuman TB.”
Advertisement