Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr Yudhi Pramono mengungkapkan bahwa semua orang bisa tertular tuberkulosis atau TBC. Namun, ada beberapa kelompok yang lebih rentan tertular penyakit akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis ini.
"Semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” ujar Yudhi saat berada di Jakarta pekan lalu.
Baca Juga
Selain itu, orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, dan lansia yang memiliki interaksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi lebih berisiko tertular TBC.
Advertisement
Lalu, Yudi juga mengatakan masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh-padat dan kumuh-miskin juga berisiko tinggi tertular TBC.
Penularan TBC umumnya terjadi melalui udara. Ketika penderita TBC aktif memercikkan lendir atau dahak saat batuk atau bersin, bakteri TB akan ikut keluar melalui lendir tersebut dan terbawa ke udara. Selanjutnya, bakteri TB akan masuk ke tubuh orang lain melalui udara yang dihirupnya.
Selain itu, bakteri TBC bisa bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.
“Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” lanjut Yudi.
Kuman TBC Bisa Tidur di Tubuh Orang Terinfeksi
Saat seseorang terinfeksi bakteri penyebab TBC bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya.
"Jika daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit,” terang Yudhi dalam rilis Kemenkes RI.
Advertisement
Investigasi Dini Kasus TBCInvestigasi kontak menjadi langkah penting dalam mendeteksi kasus tuberkulosis (TBC) secara dini. Proses ini dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader, dengan target minimal delapan orang diperiksa untuk setiap kasus TBC yang ditemukan. Pelaksanaan investigasi kontak ini mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023, yang mengatur perubahan prosedur dalam pelacakan kontak, pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), serta pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia. Dalam program penanggulangan TBC, investigasi kontak menjadi salah satu strategi utama untuk menelusuri individu yang memiliki interaksi langsung dengan pasien TBC, baik yang tinggal serumah maupun kontak erat lainnya. Upaya ini dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, kader, atau komunitas. Agar pelacakan kontak dapat berjalan optimal, beberapa metode diterapkan, termasuk pendekatan langsung dari rumah ke rumah atau sistem jemput bola ke lokasi pasien dan individu yang berkontak erat dengannya. Selain itu, kader juga dapat mengunjungi rumah pasien serta lingkungan sekitar, seperti tetangga atau rekan yang sering berinteraksi dengan pasien, dengan tetap mempertimbangkan aspek budaya setempat. Jika ada individu yang menolak kunjungan ke rumahnya, petugas dapat menawarkan metode invitasi kontak, yakni mengundang mereka untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), seperti puskesmas atau rumah sakit, untuk menjalani skrining lebih lanjut. Selain di lingkungan rumah, investigasi kontak juga dilakukan di tempat kerja, sekolah, atau lokasi bermain jika pasien merupakan anak-anak. Dalam proses ini, petugas akan memberikan arahan serta mendampingi kontak untuk menjalani pemeriksaan di fasyankes. Bagi individu yang menunjukkan gejala TBC, pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan diagnosis. Sementara itu, mereka yang tidak mengalami gejala akan melalui asesmen guna menentukan apakah mereka perlu mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Jika ada kendala transportasi, petugas atau kader sering kali membantu dengan menjemput menggunakan kendaraan pribadi atau memanfaatkan ambulans puskesmas maupun desa jika diperlukan.
Investigasi kontak menjadi langkah penting dalam mendeteksi kasus tuberkulosis (TBC) secara dini. Proses ini dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader, dengan target minimal delapan orang diperiksa untuk setiap kasus TBC yang ditemukan.
Pelaksanaan investigasi kontak ini mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023, yang mengatur perubahan prosedur dalam pelacakan kontak, pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), serta pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia.
Dalam program penanggulangan TBC, investigasi kontak menjadi salah satu strategi utama untuk menelusuri individu yang memiliki interaksi langsung dengan pasien TBC, baik yang tinggal serumah maupun kontak erat lainnya. Upaya ini dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, kader, atau komunitas.
Agar pelacakan kontak dapat berjalan optimal, beberapa metode diterapkan, termasuk pendekatan langsung dari rumah ke rumah atau sistem jemput bola ke lokasi pasien dan individu yang berkontak erat dengannya. Selain itu, kader juga dapat mengunjungi rumah pasien serta lingkungan sekitar, seperti tetangga atau rekan yang sering berinteraksi dengan pasien, dengan tetap mempertimbangkan aspek budaya setempat.
Jika ada individu yang menolak kunjungan ke rumahnya, petugas dapat menawarkan metode invitasi kontak, yakni mengundang mereka untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), seperti puskesmas atau rumah sakit, untuk menjalani skrining lebih lanjut.
Selain di lingkungan rumah, investigasi kontak juga dilakukan di tempat kerja, sekolah, atau lokasi bermain jika pasien merupakan anak-anak. Dalam proses ini, petugas akan memberikan arahan serta mendampingi kontak untuk menjalani pemeriksaan di fasyankes.
Bagi individu yang menunjukkan gejala TBC, pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan untuk memastikan diagnosis. Sementara itu, mereka yang tidak mengalami gejala akan melalui asesmen guna menentukan apakah mereka perlu mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). Jika ada kendala transportasi, petugas atau kader sering kali membantu dengan menjemput menggunakan kendaraan pribadi atau memanfaatkan ambulans puskesmas maupun desa jika diperlukan.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)