Ramai Soal Depresi Mahasiswa PPDS, Dekan FK-KMK UGM: Hasil Skrining Awal Semestinya Tidak Dipublikasikan

Dekan FK-KMK UGM mengatakan, hasil skrining awal bukan sebagai kesimpulan final ataupun perangkat untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mahasiswa.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 19 Apr 2024, 10:14 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2024, 10:14 WIB
Ramai Soal Depresi Mahasiswa PPDS, Dekan FK-KMK UGM: Hasil Skrining Awal Semestinya Tidak Dipublikasikan
Ramai Soal Depresi Mahasiswa PPDS, Dekan FK-KMK UGM: Hasil Skrining Awal Semestinya Tidak Dipublikasikan. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta - Hasil skrining Kementerian Kesehatan soal gejala depresi pada 2.716 atau 22,4 persen dari 12.121 mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) jadi perbincangan banyak pihak.

Topik ini menjadi viral dan mendapat tanggapan dari para dokter, pakar, mantan mahasiswa PPDS, hingga akademisi.

Salah satu yang turut angkat bicara soal kesehatan mental mahasiswa PPDS adalah Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH.

Menurutnya, proses skrining atau penapisan kesehatan mental mahasiswa PPDS merupakan contoh upaya nyata pengelolaan kesehatan jiwa mahasiswa.

Proses penapisan ataupun skrining kesehatan mental bagi mahasiswa perlu memerhatikan pemilihan instrumen skrining untuk menjamin validitas data, mempertimbangkan aspek etik serta menjaga kualitas data.

“Hasil skrining awal bukan sebagai kesimpulan final ataupun perangkat untuk mendiagnosis kondisi kesehatan mahasiswa. Hasil skrining semestinya diikuti dengan tahapan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan oleh ahli kesehatan mental,” kata Yodi mengutip keterangan resmi di laman UGM, Jumat (19/4/2024).

Maka dari itu, dia menilai bahwa hasil skrining seharusnya tidak dipublikasikan agar tak menimbulkan kesalahan interpretasi.

“Dengan demikian, hasil kajian awal tidak untuk dipublikasikan karena berpotensi menimbulkan salah interpretasi, pelanggaran etik maupun stigmatisasi institusi atau kelompok tertentu seperti mahasiswa calon dokter spesialis,” ujarnya.

Tujuan Penyelenggaraan PPDS

Hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menunjukkan bahwa ada 2.716 calon dokter spesialis yang mengalami gejala depresi.
Hasil skrining kesehatan jiwa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menunjukkan bahwa ada 2.716 calon dokter spesialis yang mengalami gejala depresi. Foto: Kemenkes

Yodi menambahkan, cita-cita luhur penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis diarahkan untuk membantu pencapaian misi pemerintah dalam melakukan pemerataan, percepatan pemenuhan, dan penjaminan kualitas pelayanan kesehatan medis profesional.

Penyelenggaraan Program Pendidikan Dokter Spesialis mencakup peningkatan aspek kompetensi, keterampilan, kepemimpinan, kedisiplinan, tanggung jawab, dan penguasaan etika bagi mahasiswa.

Menilik cakupan ini, dapat dipahami bahwa pendidikan dokter spesialis bertujuan untuk membentuk dokter spesialis yang mampu mewujudkan kualitas profesional pelayanan kesehatan masa depan. Pembentukan ini melalui proses yang kompleks serta sistematis dan tidak sekadar memahirkan calon dokter.

“Program Pendidikan Dokter Spesialis terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan memerhatikan kesehatan dan kesejahteraan peserta didik.”

“Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengurangi potensi penyimpangan aktivitas dalam mekanisme pendidikan yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental mahasiswa,” tambahnya.

Pengelolaan Kesehatan Mental bagi Mahasiswa PPDS

Lebih lanjut dia menyampaikan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM dalam menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Spesialis telah melakukan pengelolaan kesehatan mental bagi mahasiswa.

Pertama, melakukan skrining kesehatan bagi semua mahasiswa calon dokter spesialis di awal proses pendidikan.

Kedua, melakukan pengaturan jam kerja <80 jam per minggu bagi semua mahasiswa calon dokter spesialis.

Ketiga, memberikan edukasi tentang penanggulangan gejala-gejala depresi secara berkesinambungan kepada mahasiswa calon dokter spesialis.

Keempat, menyediakan layanan tim psikolog apabila terdapat indikasi gejala depresi. Layanan psikolog tersebut juga bisa diakses melalui internet secara personal untuk menjamin kerahasiaan proses konseling.

Kelima, melakukan monitoring rutin terkait kondisi dan perkembangan pendidikan mahasiswa calon dokter spesialis oleh dosen pembimbing akademik.

Pendampingan Berkelanjutan

Terakhir, Yodi menyampaikan bahwa pendampingan secara berkelanjutan dalam pendidikan dokter spesialis memegang peran penting untuk mendukung kualitas pembelajaran.

Pasalnya, tidak menutup kemungkinan mahasiswa menghadapi berbagai tantangan dalam proses pendidikan, seperti:

  • Tingginya beban kerja pelayanan 24 jam untuk kasus emergensi.
  • Pemberian perhatian lebih pada kasus-kasus berat dan komplikasi.
  • Tuntutan target penyelesaian pendidikan tepat waktu dari institusi atau pemberi penugasan beasiswa pendidikan.
Vaksinasi Nakes
Infografis Perjalanan Sejuta Tenaga Kesehatan Divaksinasi
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya