Liputan6.com, Jakarta Israel menyasar Rafah sebagai target serangan. Lebih dari 100.000 orang telah meninggalkan kota paling selatan di Jalur Gaza dalam beberapa hari terakhir, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat, 10 Mei 2024.
Sebelumnya, militer Israel pada hari Senin (6/5/20251) menyerukan warga Gaza untuk meninggalkan Rafah timur, ini memicu kekhawatiran internasional. Usai peringatan itu, lebih dari 100.000 orang telah mengungsi, mengutip laporan UNICEF.
Baca Juga
Semua mata tertuju pada Rafah dalam beberapa pekan terakhir, di mana populasinya membengkak menjadi sekitar 1,5 juta jiwa setelah ratusan ribu warga Palestina melarikan diri dari pertempuran di wilayah lain di Gaza.
Advertisement
Kepala sub-kantor United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) di Gaza, Georgios Petropoulos, mengatakan situasi di wilayah Palestina yang terkepung telah mencapai tingkat darurat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Perintah evakuasi baru-baru ini kami terima dari pemerintah Israel terkait dengan operasi militer di Rafah. Kini 110.000 lebih pengungsi harus pindah ke utara,” kata Georgios dalam melalui sambungan video dari Rafah, mengutip CNA, Sabtu (11/5/2024).
“Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang harus mengungsi sebanyak lima atau enam kali,” tambahnya.
AS Desak Israel Tak Perluas Serangan ke Rafah
Negara-negara di seluruh dunia, termasuk pendukung utama Israel, Amerika Serikat, telah mendesak Israel untuk tidak memperluas serangan daratnya ke Rafah, dengan alasan kekhawatiran akan banyaknya korban sipil.
Hamish Young, koordinator darurat senior UNICEF di Jalur Gaza, menegaskan Rafah “tidak boleh diserang” dan menyerukan agar bahan bakar dan bantuan segera disalurkan ke Jalur Gaza.
“Kemarin, saya berjalan-jalan di sekitar zona Al-Mawasi, di mana masyarakat di Rafah disuruh pindah,” katanya Young.
“Lebih dari 100.000 orang telah meninggalkan Rafah dalam lima hari terakhir dan aliran pengungsian terus berlanjut. Tempat perlindungan sudah berjajar di bukit pasir Al-Mawasi dan sekarang menjadi sulit untuk berpindah antara tenda dan terpal (karena terlalu rapat).
Advertisement
1,4 Juta Orang Berisiko Terkena Serangan Israel
Sebelumnya, pada 8 Mei 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 30 hingga 40 ribu orang telah meninggalkan Rafah menuju Khan Younis dan Deir al-Balah.
Namun, lebih dari 1,4 juta orang masih berisiko tinggi menjadi korban serangan di Rafah, termasuk 600 ribu anak.
Dampak dari serangan tersebut juga terasa di sektor kesehatan. Salah satu dari tiga rumah sakit di Rafah, yaitu rumah sakit An-Najjar, terpaksa ditutup. Pasien-pasien telah dipindahkan ke tempat lain, dan staf rumah sakit telah mengeluarkan persediaan dan peralatan penting untuk melindungi mereka.
Sementara itu, penyeberangan Rafah dari Mesir ke Gaza tetap ditutup, yang merupakan jalur akses utama untuk pasokan ke Gaza.
Saluran Bantuan Terhambat
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyatakan dalam briefing media pada Rabu, 8 Mei 2024, bahwa bahan bakar yang diharapkan dapat masuk ke Gaza ternyata tidak diperbolehkan Hal ini menyebabkan krisis bahan bakar yang dapat mengancam layanan kesehatan di wilayah selatan hanya dalam waktu tiga hari.
WHO telah menempatkan sejumlah pasokan di gudang dan rumah sakit, tapi tanpa bantuan tambahan yang signifikan, mereka tidak dapat mempertahankan upaya penyelamatan nyawa yang diperlukan untuk membantu warga Gaza yang terdampak serangan Israel.
Meski begitu, Tedros menyatakan bahwa WHO tidak mempunyai niat untuk menarik diri dari Rafah dan akan tetap tinggal dan memberikan bantuan bersama dengan mitra pemberi bantuan lainnya.
WHO mengoordinasikan pekerjaan 20 Tim Medis Darurat di Gaza, yang terdiri dari 179 tim internasional dari 30 negara, bekerja bersama 800 staf lokal.
Tim-tim ini ditempatkan di 10 rumah sakit yang ada, dan telah mendirikan lima rumah sakit lapangan.
Advertisement