Liputan6.com, Jakarta - Masalah judi online atau judol tak hanya menyangkut perkara ekonomi tapi juga kesehatan terutama kesehatan mental.
Hal ini disampaikan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi. Menurut Adib, dampak kesehatan dari judi online bahkan dapat menjadi epidemi layaknya penyakit menular.
Advertisement
Baca Juga
“Bukan tidak mungkin judi online ini dari sisi kesehatan akan memunculkan yang namanya, ya mohon maaf kalau mengistilahkan dalam konteks sebuah penyakit menular, akan muncul epidemi judi online,” kata Adib dalam temu media secara daring, Jumat (26/7/2024).
Advertisement
“Ini kan menjadi permasalahan yang cukup kronis dan kita tahu bahwa dampak negatif perjudian online terhadap kesehatan mental menjadi bahaya laten. Seperti halnya kecanduan narkoba dan masalah-masalah mental lainnya, stres, depresi, kecemasan,” papar Adib.
Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis kedokteran jiwa subspesialis adiksi FKUI-RSCM, Kristiana Siste memberi penjelasan senada.
Menurutnya, pasien yang kecanduan judi online mulai berdatangan ke Klinik Adiksi RSCM pada 2021, tepatnya di masa pandemi COVID-19. Angka pasien terus meningkat hingga pandemi berakhir, terutama saat akses pinjaman online (pinjol) semakin mudah.
Dia menambahkan, tatalaksana pasien kecanduan judi online berbeda dengan yang kecanduan game online.
“Kalau judi online tidak bisa di-uninstall situs atau aplikasinya, sedangkan game online bisa di-uninstall,” kata Siste.
Alasan Masyarakat Lakukan Judi Online Berbeda-beda
Menurut pantauan Siste, mayoritas pasien adiksi judi online di Klinik Adiksi RSCM adalah masyarakat usia produktif yakni remaja hingga dewasa sekitar 40 tahun.
“Namun, kami juga menemui pasien-pasien yang usianya lebih dari 60 tahun,” ucap Siste.
Setiap pasien memiliki cerita berbeda terkait awal mula bermain judi online. Salah satu pasiennya yang berusia 26 mulai bermain judi online setelah mengalami kecelakaan mobil. Pasien yang bekerja sebagai karyawan itu membutuhkan uang akibat kecelakaan yang dialaminya.
Lalu dia melakukan pinjaman online karena dia membutuhkan uang secara cepat. Ketika terjebak pinjaman online, dia kemudian berpikir bagaimana mendapatkan uang secara lebih cepat yakni dengan judi online.
Advertisement
Kasus Pasien Lainnya
Ada pula pasien lain berusia 30, ia gemar mengoleksi benda mewah hingga pengeluarannya menggunung.
Untuk mendapatkan uang banyak agar keinginannya membeli barang mewah terpenuhi, ia pun memutuskan untuk bermain kasino.
Awalnya, judi ini dilakukan secara offline dan berubah menjadi online setelah ada aplikasi yang mudah digunakan, ditambah saat itu juga sedang pandemi COVID-19.
“Tapi terjadi perubahan dari judi kasino ini jadi judi bola karena dia juga suka bermain bola. Dan ketika judi bola ini terjadi kehilangan kontrol.”
Sama-Sama Sempat Menang
Dua kasus kecanduan judi online di atas memang terbilang berbeda, tapi memiliki kesamaan satu sama lain, yakni sama-sama pernah menang.
Pasien pertama pernah menang judi dengan total Rp80 juta. Sementara, pasien kedua pernah menang Rp.50 juta rupiah.
Kemenangan semu itu membuat mereka semakin bersemangat untuk berjudi hingga pada akhirnya mereka tak menyadari bahwa kerugian sudah mencapai miliaran rupiah. Pasien pertama mengalami kerugian Rp2 miliar, sementara pasien kedua rugi Rp3 miliar.
“Sama seperti kasus pertama, yang selalu dia ingat adalah kemenangannya, tapi kekalahannya tidak pernah dijumlahkan. Dan ketika kalah, dia merasa perlu judi bola lagi supaya bisa menutup kekalahannya yang banyak itu,” jelas Siste.
Pikiran-pikiran salah seperti ini membuat mereka tak sadar bahwa yang mereka lakukan hanyalah membuat kerugian menjadi lebih besar. Sehingga, mereka membutuhkan dokter jiwa untuk mengembalikan kesehatan mental mereka sehingga bisa kembali berpikir logis.
Advertisement