PP Nomor 28 Tahun 2024 Bahas soal Aborsi, Kepala BKKBN: Hanya untuk Situasi Darurat

Menurut PP tersebut, aborsi hanya diperbolehkan pada kasus-kasus darurat, seperti pada korban tindak kekerasan seksual.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 09 Agu 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2024, 16:00 WIB
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo soal aborsi, Jakarta (9/8/2024). Foto:Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 salah satunya mengatur soal kebijakan aborsi di Indonesia. Menurut PP tersebut, aborsi hanya diperbolehkan pada kasus-kasus darurat, seperti pada korban tindak kekerasan seksual.

“Dokter seperti saya ini disumpah di pendidikan kedokteran untuk menghormati kehidupan sejak dari konsepsi sampai akhir hayat. Dokter disumpah tidak akan membunuh kehidupan,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dokter Hasto Wardoyo dalam temu media di gedung BKKBN, Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Sumpah dokter di Indonesia dengan China atau negara-negara lain berbeda, lanjut Hasto. Pasalnya, Indonesia adalah negara yang religius dan pro life atau pro pada kehidupan.

“Kita bukan pro choice, sedangkan negara-negara yang penduduknya banyak atheis cenderung pro choice (hidup adalah pilihan), mau mati boleh, mau hidup boleh, mau dimatikan boleh, mau dihidupkan boleh.”

“Karena Indonesia pro life, maka menyangkut masalah aborsi jadinya kita hanya mengerjakan apabila dalam keadaan darurat. Jadi kita menghentikan kehidupan dalam keadaan darurat,” jelas Hasto.

Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas itu menambahkan, dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, yang dianggap darurat adalah kasus kehamilan tak diinginkan pada korban pemerkosaan.

“Yang dipandang darurat dalam PP itu adalah orang yang diperkosa. Nah ini darurat. Sudah diperkosa, dia stres, hamil lagi, tambah stres. Ini dikaji, hamil kemudian stres kalau tidak diaborsi dia bisa skizofrenia, bisa depresi, bisa bunuh diri , sehingga mengancam jiwa, mengancam keselamatan.”

"Akhirnya, ini diputuskan boleh diaborsi. Ini tidak ngawur, aborsinya umur berapa?”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Usia Kehamilan yang Masih Dibolehkan Aborsi

Dulu, lanjut Hasto, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah menegaskan bahwa aborsi dapat dilakukan hingga usia kehamilan 40 hari.

“Sebetulnya 40 hari tuh bagus, kemarin saya dengar ada juga yang sebut 120 hari. Nah nanti apa 40 hari atau 120 hari menurut saya tuh harus ada semacam Peraturan Menteri (Permen), juklak, juknis (petunjuk teknis) sebagai regulasi turunan dari PP, harus ada,” kata Hasto.

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan, lanjut Hasto, pembentukan tubuh manusia dalam kandungan akan selesai pada usia 56 hari.

“Kepala, pundak, lutut, kaki, daun telinga, mata, selesai di 56 hari. Maka periode dari nol sampai 56 hari disebut periode embrio. Setelah masuk 56 hari dan seterusnya maka masuk periode fetal (fetus) atau janin, artinya sudah miniatur manusia.”

“Sehingga kalau Majelis Ulama memberi 40 hari, bagi saya sebagai dokter kebidanan oh itu berarti sebelum menjadi janin.”


Abortus Provokatus Medicinalis

Aborsi yang dilakukan karena alasan medis disebut sebagai abortus provokatus medicinalis. Artinya, aborsi dilakukan karena ada indikasi medis. Artinya hanya dilakukan ketika ada kedaruratan.

Selain korban perkosaan, aborsi ini juga biasanya dilakukan jika ada kedaruratan lain. Seperti ibu mengalami penyakit jantung yang kehamilannya dapat mengancam jiwa jika diteruskan.

“Misalkan ibu yang sakit jantung, kalau diteruskan jantungnya jadi tambah berat dan dan di usia kehamilan tertentu ibu bisa tidak selamat.”

Dalam kasus ini, aborsi dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Situasi darurat lain yakni ketika diketahui bayi dalam kandungan tidak memiliki kepala. Aborsi menjadi pilihan ketimbang menunggu bayi yang dipastikan lahir dalam keadaan meninggal.


Angka Aborsi

Dalam keterangan lain, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengatakan bahwa aborsi juga berkaitan dengan angka seks bebas.

Data Guttmacher Institute pada 2000 estimasi aborsi adalah 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun. Angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan Asia secara regional.

Penelitian oleh Nurhafni pada 2022 menunjukkan, dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95 persennya dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun.

Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja, seperti mengutip News Liputan6.com.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya