PP Nomor 28 Tahun 2024 Sebut Korban Rudapaksa Boleh Aborsi, Bagaimana Menurut Pandangan Islam?

Dalam pasal 116 PP Nomor 28 Tahun 2024 dipaparkan, setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Agu 2024, 10:44 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2024, 10:36 WIB
PP Nomor 28 Tahun 2024 Sebut Korban Pemerkosaan Boleh Aborsi, Bagaimana Menurut Pandangan Islam?
PP Nomor 28 Tahun 2024 Sebut Korban Pemerkosaan Boleh Aborsi, Bagaimana Menurut Pandangan Islam? Foto: Freepik.

Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 menjelaskan bahwa aborsi diperbolehkan atas indikasi darurat medis atau terhadap korban perkosaan dan kekerasan seksual.

Dalam pasal 116 dipaparkan, setiap orang dilarang melakukan aborsi. Kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. Ini sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

Jika PP Nomor 28 Tahun 2024 memperbolehkan aborsi pada kasus darurat, lantas bagaimana dalam pandangan Islam?

Menurut Ustaz Muhammad Zainul Millah dari Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar, masalah aborsi dengan alasan kedaruratan medis dan akibat perkosaan pernah dibahas dalam forum Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama (NU).

Forum yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta pada 1-2 November 2014 memutuskan bahwa pada dasarnya hukum melakukan aborsi adalah haram. Namun, dalam keadaan darurat yang dapat mengancam ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan pertimbangan medis dari tim dokter ahli.   

“Adapun hukum aborsi akibat perkosaan adalah haram. Namun, sebagian ulama memperbolehkan aborsi sebelum usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan. Menurut ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui dari hari pertama haid terakhir,” kata Zainul mengutip NU Online, Senin (12/8/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Aborsi Menurut Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali menyatakan dalam kitab Ihya` Ulumuddin menerangkan:

 وَلَيْسَ هَذَا كَالْإِجْهَاضِ وَالْوَأْدِ لِأَنَّ ذَلِكَ جِنَايَةٌ عَلَى مَوْجُوْدٍ حَاصِلٍ وَلَهُ أَيْضًا مَرَاتِبُ وَأَوَّلُ مَرَاتِبِ الْوُجُوْدِ أَنْ تَقَعَ النُّطْفَةُ فِي الرَّحِمِ وَتَخْتَلِطُ بِمَاءِ الْمَرْأَةِ وَتَسْتَعِدُّ لِقَبُوْلِ الْحَيَاةِ وَإِفْسَادُ ذَلِكَ جِنَايَةٌ فَإِنْ صَارَتْ مُضْغَةً وَعَلَقَةً كَانَتِ الْجِنَايَةُ أَفْحَشَ وَإِنْ نُفِخَ فِيْهِ الرُّوْحُ وَاسْتَوَتِ الْخِلْقَةُ اِزْدَادَتِ الْجِنَايَةُ تَفَاحُشًا وَمُنْتَهَى التَّفَاحُشِ فِي الْجِنَايَةِ بَعْدَ الْاِنْفِصَالِ حَيًّا

Artinya:

“Meninggalkan berhubungan badan tidaklah sama dengan aborsi dan pembunuhan bayi, karena itu adalah kejahatan terhadap sesuatu yang telah ada, dan itu juga ada tingkatannya. Pertama saat sperma masuk ke dalam rahim dan bercampur dengan sperma wanita dan bersiap untuk menerima kehidupan, dan merusak itu adalah kejahatan.”

“Jika telah menjadi segumpal darah atau segumpal daging, maka kejahatan itu lebih parah, dan jika telah ditiup ruh dan sempurna penciptaannya, maka kejahatan itu menjadi lebih keterlaluan, dan puncak tertinggi kejahatannya adalah setelah terlahir hidup-hidup,” (Muhammad Al-Ghazali, Ihya` Ulumuddin, [Beirut: Darul Fikr, 2018] jilid II, halaman 59).


Aborsi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Sementara, Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu juga menjelaskan:

 اِتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى تَحْرِيْمِ الْإِجْهَاضِ دُوْنَ عُذْرٍ بَعْدَ الشَّهْرِ الرَّابِعِ أَيْ بَعْدَ 120 يَوْمًا مِنْ بَدْءِ الْحَمْلِ وَيُعَدُّ ذَلِكَ جَرِيْمَةً مُوْجِبَةً لِلْغُرَّةِ لِأَنَّهُ إِزْهَاقُ نَفْسٍ وَقَتْلُ إِنْسَانٍ وَأُرَجِّحُ عَدَمَ جَوَازِ الْإِجْهَاضِ بِمُجَرَّدِ بَدْءِ الْحَمْلِ لِثُبُوْتِ الْحَيَاةِ وَبَدْءِ تَكَوُّنِ الْجَنِيْنِ إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ كَمَرَضٍ عُضَالٍ أَوْ سَارٍ كَالسُّلِّ أَوِ السَّرَطَانِ أَوْعُذْرٍ كَأَنْ يَنْقَطِعَ لَبَنُ الْمَرْأَةِ بَعْدَ ظُهُوْرِ الْحَمْلِ وَلَهُ وَلَدٌ وَلَيْسَ لِأَبِيْهِ مَا يَسْتَأْجِرُ الظِّئْرَ (اَلْمُرْضِعَ) وَيَخَافُ هَلَاكَ الْوَلَدِ وَإِنِّيْ بِهَذَا التَّرْجِيْحِ مَيَّالٌ مَعَ رَأْيِ الْغَزَالِيِّ الَّذِيْ يَعْتَبِرُ الْإِجْهَاضَ وَلَوْ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ كَالْوَأْدِ جِنَايَةً عَلَى مَوْجُوْدٍ حَاصِلٍ

Artinya:

“Ulama sepakat untuk melarang aborsi tanpa alasan setelah bulan keempat, yaitu 120 hari setelah dimulainya kehamilan, dan perbuatan ini dianggap sebagai kejahatan yang menetapkan kewajiban menebus dengan budak, karena itu merupakan tindakan menghilangkan nyawa dan membunuh seseorang.” 

“Aku [Wahbah az-Zuhaili] berpendapat bahwa aborsi tidak diperbolehkan ketika kehamilan dimulai, karena tetapnya kehidupan dan janin mulai terbentuk, kecuali jika diperlukan, seperti penyakit mematikan atau menular seperti TBC atau kanker, atau alasan seperti jika ASI seorang wanita berhenti setelah permulaan kehamilan, dia mempunyai seorang anak, ayahnya tidak memiliki sesuatu untuk menyewa orang yang menyusui, dan dikhawatirkan sang anak akan meninggal dunia.” 

“Sungguh aku [Wahbah az-Zuhaili] dalam menguatkan pendapat ini, sangat condong kepada pendapat Al-Ghazali yang menganggap aborsi sebagai bentuk kejahatan pada sesuatu yang telah ada, sama seperti mengubur anak hidup-hidup, meski dilakukan sejak hari pertama kehamilan,” (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, [Beirut: Darul Fikr, 1985] jilid III, halaman 556-557).


Aborsi Menurut Hasil Musyawarah Nasional NU 2014

Sebagai pembanding, dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin disebutkan:

 مَسْأَلَةُ ك : يَحْرُمُ التَّسَبُّبُ فِي إِسْقَاطِ الْجَنِيْنِ بَعْدَ اسْتِقْرَارِهِ فَي الرَّحْمِ بِأَنْ صَارَ عَلَقَةً أَوْ مُضْغَةً وَلَوْ قَبْلَ نَفْخِ الرُّوْحِ كَمَا فِي التُّحْفَةِ وَقَالَ م ر لَايَحْرُمُ إِلَّا بَعْدَ النَّفْخِ

Artinya:

“Masalah dari Al-Kurdi. Haram menyebabkan gugurnya janin setelah berada di dalam rahim, yaitu sudah menjadi gumpalan darah atau gumpalan daging, meski sebelum tertiupnya ruh sebagaimana keterangan dalam Tuhfatul Muhtaj. Ar-Ramli berkata: Tidak haram menggugurkan janin kecuali setelah ditiupnya ruh,” (Abdurrahman bin Muhammad Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2016] halaman 304). 

Keputusan di atas menekankan terhadap larangan tindakan aborsi karena alasan korban perkosaan. Meski demikian, aturan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah masih dapat dibenarkan karena batas usia maksimal janin yang boleh dilakukan aborsi adalah 40 hari, sehingga belum berbentuk gumpalan darah atau daging.   

Hasil Keputusan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 2014 juga menegaskan bahwa semua dokter harus menaati sumpah jabatan dan kode etik profesi dokter. Melakukan aborsi tidak diperbolehkan kecuali terhadap aborsi yang sudah memenuhi syarat kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan berdasarkan ketentuan-ketentuan.  

“Jadi, Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di atas secara tegas menyatakan bahwa alasan perkosaan tidak serta merta memperbolehkan tindakan aborsi. Hanya saja, terdapat pendapat yang memperbolehkan tindakan aborsi sebelum usia janin 40 hari,” pungkas Zainul.

Infografis Tahapan Tumbuh Kembang Bayi
Infografis Tahapan Tumbuh Kembang Bayi. (Dok: Liputan6.com/Trisyani).
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya