Titip Pembinaan Remaja dan Calon Pengantin pada Tokoh Agama, BKKBN: Agar Lebih Siap dan Dewasa

Kepala BKKBN menitipkan pembinaan para remaja serta calon pengantin kepada tokoh agama se-Provinsi Maluku agar lebih siap dan dewasa.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 23 Agu 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2024, 12:00 WIB
Titip Pembinaan Remaja dan Calon Pengantin pada Tokoh Agama, BKKBN: Agar Lebih Siap dan Dewasa
Titip Pembinaan Remaja dan Calon Pengantin pada Tokoh Agama, BKKBN: Agar Lebih Siap dan Dewasa. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Tokoh agama memiliki peran penting dalam pembinaan remaja dan calon pengantin sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.

Maka dari itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto Wardoyo menitipkan para remaja serta para calon pengantin kepada tokoh agama se-Provinsi Maluku. Mereka diharapkan menyiapkan para calon pengantin memiliki kepribadian dewasa.

“Kami titip kepada bapak-ibu tokoh agama agar menyiapkan remaja-remaja, ataupun mereka yang sudah dewasa untuk menikah. Perhatikanlah bahwa usia pernikahan penting sekali karena banyak perceraian diakibatkan kurang dewasa," ujar dokter Hasto dalam Webinar Penguatan Peran Tokoh Agama dalam Upaya Pencegahan Stunting di Provinsi Maluku, Kamis, 22 Agustus 2024.

Menurut dokter Hasto, sejak tahun 2014, angka perceraian naik pesat. Sebelum tahun 2013, angkanya hanya 250 ribu, saat ini sudah lebih dari 500 ribu perceraian.

Mayoritas mereka yang minta cerai, lanjut Hasto, adalah pihak perempuan. Sebanyak 70 persen lebih gugatan berasal dari Istri. Namun, bukan berarti Istri tidak baik. Justru karena suami kurang bertanggung jawab.

“Kalau kita lihat sebab perceraian itu karena masalah kecil yang berkepanjangan. Kalau masalah ekonomi nomor dua,” paparnya.

Padahal, keluarga sepatutnya menjadi orang-orang terdekat yang membawa bahagia, tentram dan mandiri atau keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Pasangan Usia Muda adalah Penentu Masa Depan Bangsa

Hasto menambahkan, pasangan usia muda yang baru menikah adalah salah satu penentu masa depan bangsa.

"Kita sedang memasuki bonus demografi. Sebetulnya penentu mau sukses atau tidak, mau sejahtera atau sengsara, tergantung remaja-remajanya," ujar dokter Hasto.

Karena itu, ia berharap pernikahan yang ada bukan pernikahan yang terlalu dini, bukan terpaksa menikah kemudian putus sekolah. Bukan juga pernikahan yang menghasilkan kehamilan terlalu banyak, terlalu sering. Terlebih kehamilan-kehamilan yang menambah angka stunting. Ini yang tentu harus kita hindari," jelas dokter Hasto.

Jaga Keseimbangan Pertumbuhan Penduduk

Dokter kandungan itu juga menitip pesan untuk menjaga agar pertumbuhan penduduk berjalan seimbang.

Untuk itu, rata-rata perempuan diharapkan punya anak 2,1. Artinya, perempuan rata-rata memiliki dua anak atau lebih sedikit.

"Supaya tidak melahirkan anak stunting, kualitasnya harus bagus, maka tolong jarak kehamilan diatur tiga tahun," tutur dokter Hasto.

“Kami juga titip kualitas keluarga. Jangan lupa perempuan diberdayakan. Karena penentu keberlangsungan keluarga salah satunya adalah perempuan. Bahkan peran-peran perempuan dalam keluarga begitu luar biasa," tambahnya.

Tokoh Agama Dapat Berperan Aktif

Sebagai bentuk dukungan, Penjabat (Pj) Gubernur Maluku, Ir. Sadali berharap tokoh agama dapat berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencegah stunting pada anak.

“Tokoh agama juga diharapkan mampu memahami berbagai kondisi yang terjadi di wilayah kerjanya. Terutama pada remaja putri dan calon pengantin, serta memiliki wawasan tentang penyebab stunting maupun cara pencegahannya. Sehingga para tokoh agama pun dapat memperlihatkan peran mereka dalam mencegah stunting di wilayah kerja mereka,” katanya dalam kesempatan yang sama.

Untuk Provinsi Maluku, lanjut Sadali, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mengalami kenaikan prevalensi stunting menjadi 28.4 persen.

Langkah-langkah strategis dilakukan berfokus pada upaya pencegahan melalui intervensi lintas sektor. Termasuk melibatkan tokoh agama serta peran serta semua stakeholder di semua tingkatan wilayah dalam Provinsi Maluku.

“Dengan strategi yang sistematis dan terkoordinasi, semangat gotong royong dan kerja sama lintas sektor dalam mencegah dan menangani stunting, diharapkan prevalensi stunting di Maluku akan menurun," tambah Sadali.

Harapannya, para tokoh agama akan memiliki kemampuan untuk melakukan penyuluhan dan memberikan informasi yang tepat mengenai pencegahan dan penanganan stunting pada anak. Dengan demikian, masyarakat diharapkan akan lebih memahami dan memerhatikan kesehatan anak, dan melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi masalah.

Infografis Perceraian di Indonesia
Perceraian di Indonesia 2016 (liputan6.com/trie yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya