Pesan Dokter Tan Shot Yen: Kebutuhan Karbohidrat Pekerja Kantoran Tak Sama dengan Kuli

Tak sedikit orang yang biasa menyantap singkong atau ubi rebus di pagi hari kemudian makan nasi, begini tanggapan dokter ahli gizi komunitas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Agu 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2024, 13:00 WIB
Soal Kebiasaan Makan Umbi-Umbian Kemudian Nasi, Dokter Tan Shot Yen: Kebutuhan Karbohidrat Pekerja Kantoran Tak Sama dengan Kuli
Soal Kebiasaan Makan Umbi-Umbian Kemudian Nasi, Dokter Tan Shot Yen: Kebutuhan Karbohidrat Pekerja Kantoran Tak Sama dengan Kuli, Jakarta (27/8/2024). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta - Nasi merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Indonesia. Selain nasi, karbohidrat juga dapat diperoleh dari berbagai pangan lokal lainnya, seperti ubi, singkong, jagung, dan kentang.

Ini berarti, jika merasa bosan makan nasi, sumber karbohidrat lain dapat menjadi alternatif pengganti. Namun, banyak orang Indonesia yang terbiasa menjadikan umbi-umbian sebagai camilan.

Tidak jarang orang menikmati singkong atau ubi rebus di pagi hari, kemudian makan nasi. Akibatnya, mereka mengonsumsi banyak karbohidrat, yang berpotensi menyebabkan kelebihan asupan gula, karena karbohidrat di dalam tubuh akan diolah menjadi gula.

Hal ini dipertegas oleh dokter ahli gizi komunitas, Tan Shot Yen. Menurutnya, mengonsumsi umbi-umbian kemudian dilanjutkan dengan makan nasi dapat menyebabkan konsumsi double carbo.

"Yes, exactly (ya, tepat). Makanya, umbi-umbian sering (dijajakan) pada pegawai bangunan. Kalau ada proyek bangunan, itu depannya ada mamang-mamang jualan ubi rebus, singkong rebus," kata Tan kepada Health Liputan6.com saat Media Talk bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.

"Yang mau saya ajarkan, Anda kerjanya seperti apa? Kalau Anda kerjanya pakai otot, tentu Anda makan seperti orang yang kerjanya pakai otot. The problem is (masalahnya adalah) Anda kerjanya pakai otak. Orang yang kerjanya pakai otak tentu kebutuhannya tidak sama dengan otot," kata Tan Shot Yen.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kebutuhan Karbohidrat Pekerja Kantoran Tak Sama dengan Kuli

Dengan kata lain, pekerja kantoran yang lebih banyak menggunakan 'otak' dan tidak terlalu aktif secara fisik membutuhkan asupan karbohidrat yang lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang mengandalkan tenaga fisik sepanjang hari.

"Jadi, kalau Anda lebih banyak kerjanya dengan otak maka membutuhkan karbo yang less calorie (rendah kalori), tinggi antioksidan, tinggi serat," katanya.

“Perbanyak sayur dan buah ketimbang patinya. Tapi itu tidak berlaku bagi atlet olimpiade, itu tidak berlaku bagi kuli kapal," tambahnya.  


Dampak Konsumsi Gula Berlebih

Dalam kesempatan yang sama, Tan juga menjelaskan tentang risiko konsumsi berlebih minuman dan makanan berpemanis.

Menurutnya, jika kebiasaan ini dibiarkan, maka akan ada dampak buruk bagi kesehatannya. Tan menyebutkan, beberapa dampak negatif konsumsi gula tambahan yakni:

  • Menekan daya tahan tubuh, meningkatkan kasus infeksi akibat bakteri, virus maupun jamur (pencernaan, pernapasan, telinga dll).
  • Peningkatan adrenalin, hiperaktivitas, kecemasan, kesulitan konsentrasi dan kapasitas belajar.
  • Peningkatan kasus alergi.
  • Memperburuk penglihatan.
  • Merusak gigi dan menghambat penyerapan kalsium.

Selanjutnya

Tak henti di situ, terlalu banyak konsumsi gula juga dapat membawa dampak lain yakni:

  • Menghambat penyerapan protein.
  • Mempermudah timbulnya sakit kepala dan migren.
  • Memengaruhi gelombang otak delta, alfa dan beta.
  • Menyebabkan depresi dan perilaku anti-sosial.
  • Menyebabkan gangguan hormonal terutama saat akil balig.
  • Memperburuk episode epilepsi.
  • Investasi semua penyakit di usia dewasa.
Infografis 5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar
Infografis 5 Alasan Diet Tidak Berjalan Lancar. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya