Stunting Bisa Tingkatkan Risiko Anak Terkena Tuberkulosis

Stunting dapat meningkatkan risiko TB aktif karena imunitas yang menurun akibat masalah gizi, sedangkan TB yang tidak segera diobati dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan bisa menyebabkan stunting.

oleh Tim Health diperbarui 28 Sep 2024, 07:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2024, 07:00 WIB
Stunting pada Bayi Baru Lahir
Kondisi stunting ditentukan sejak bayi dalam kandungan. (Foto: Unsplash/Christian Bowen)

Liputan6.com, Jakarta - Stunting bisa meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis atau TB pada anak. Seperti disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti, imunitas yang menurun akibat masalah gizi bisa meningkatkan risiko anak terinfeksi TB aktif.

"Stunting dapat meningkatkan risiko TB aktif karena imunitas yang menurun akibat masalah gizi, sedangkan TB yang tidak segera diobati dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan bisa menyebabkan stunting. Penurunan nafsu makan pada anak yang terinfeksi TB juga dapat menyebabkan tidak tercukupinya gizi anak untuk tumbuh dan berkembang”, kata Nopian di Jakarta dalam kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) bertema "Kenali dan Cegah Tuberkulosis pada Anak Usia Dini", Jumat, dilansir ANTARA.

Indonesia, kata Nopian, termasuk dalam delapan besar negara penyumbang kasus TB terbanyak.

"Indonesia termasuk delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus TB di seluruh dunia. Hasil survei tertulis tahun 2023 menunjukkan bahwa prevalensi TB paru berdasarkan kelompok umur di bawah satu tahun yaitu 0,08 persen, umur 1-4 tahun 0,42 persen, dan kelompok 5-12 tahun 0,18 persen,” ujar Nopian.

Sementara itu Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Hasto Wardoyo yang pernah menjabat sebagai Kepala BKKBN pada 2019-2024 mengatakan, kasus TB pada 2022 meningkat drastis. Oleh karena itu, Hasto menekankan pentingnya vaksin Bacills Calmette Guerin (BCG) yang diberikan pada anak sebelum usia 1 bulan guna mencegah infeksi penyakit tersebut.

"Naiknya kasus TB di tahun 2022 setelah pandemi itu sangat pesat. TB kalau pada balita itu cukup serius karena akan mengganggu pertumbuhan, sekaligus otak juga akan terganggu perkembangannya," jelas Dokter Hasto.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


TB Resisten Obat

Tak hanya itu, Hasto juga menyoroti pentingnya bagi orangtua memahami TB Resisten Obat.

"Hari ini ada TB yang resisten obat, ibu-ibu semua hati-hati, betul vaksin itu penting sekali, begitu lahir anak divaksin untuk mencegah kejadian TB karena TB meningkat terus, kemudian ada TB yang jenis baru, kebal terhadap obat. Jadi kalau TB itu kebal terhadap obat, maka dikasih obat apa saja ya tidak mempan,” tuturnya.

 


Pentingnya Jaga Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan, kata Hasto, juga penting untuk dijaga oleh masyarakat karean TB juga disebabkan oleh rumah yang kumuh.

"Jadi, rumah-rumah yang kumuh dan kurang ventilasi dan lembap itu kemudian mereka cepat sekali (penularannya), bia kalau satu ada yang kena TB, kemudian juga menular kepada yang lain," jelasnya.

Sebagai informasi, anak-anak usia di bawah lima tahun termasuk kelompok yang rentan terkena TB. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan ada 100.726 anak di Indonesia yang terjangkit Tuberkulosis pada 2022. Jumlah tersebut merupakan anak usia 0-14 tahun. Secara rinci, ada 57.024 anak yang terkena TB berusia 0-4 tahun.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya