Salah satu hal terpenting yang menjadi topik pembahasan para peserta Konferensi Tingkat Menteri Kesehatan (KTM) ke-4 Organisasi Kerjasama Islam (OKI), adalah masalah rokok. Ya, sampai saat ini, rokok masih menjadi topik hangat yang akan terus diperbincangkan.
Terlebih masalah The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sampai saat ini juga belum menemukan kata sepakat. Buktinya, ada lima Kementerian Republik Indonesia yang masih `ribut` masalah FCTC ini.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H. mengatakan, dari negara-negara yang tergabung di dalam OKI, rata-rata sudah meratifikasi FCTC ini. Sangat disayangkan memang, mengingat masih ada dua negara yang belum meratifikasi FCTC, yaitu Indonesia dan Somalia.
"Saya malu saja, negara-negara lain sudah meratifikasi FCTC ini, sedangkan Somalia dan Indonesia belum," aku Nafsiah Mboi, di Ballroom Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/10/2013)
Hal ini disampaikan oleh Nafsiah Mboi kepada sejumlah wartawan, yang menemuinya dalam acara pertemuan ke-4 acara Conference of Health Ministers (ICHM) Organization of Islamic Cooperation (OIC), di mana dalam konferensi itu ia didapuk menjadi Ketua ICHM untuk masa bakti 2013-2015.
Malunya ibu menteri satu itu bukan tanpa alasan. Menurut ia, Somalia belum juga meratifikasi FCTC ini, karena memang di negaranya tidak ada Pemerintahannya. "Sedangkan Indonesia, pemerintahannya sendiri sudah jelas-jelas ada," tambah Nafsiah.
Dalam kesempatan yang berbeda, Bambang Sulistomo, Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan, Indonesia tidak akan bisa memerjuangkan kepentingan untuk melindungi masyarakatnya dari masalah rokok, bila FCTC ini tidak segera diaksesi.
"Yang menakutkan bila FCTC ini tidak diaksesi, terjadinya peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular (PTM). Merokok merupakan faktor risiko utama PTM," terang Bambang.
Bila ada yang berpendapat bahwa FCTC akan berdampak buruk pada perekonomian bangsa Indonesia, karena industri rokok terlalu dikekang, jelas itu keliru.
Dikatakan Bambang, FCTC tidak akan berpengaruh langsung terhadap ekonomi terkait indusrti rokok. Dari pengalaman banyak negara, menunjukkan pengendalian tembakau tidak secara signifikan memengaruhi industri tembakau, karena konsumsi rokok bersifat inelastis akibat adiksi tidak mengalami penurunan yang drastis.
"Sehingga, ini tidak merugikan petani tembakau, dan tidak terbukti mematikan industri rokok," lanjutnya.
Sebagai contoh adalah negara China, Brazil, dan India. Meskipun ketiga negara itu telah meratifikasi FCTC, negara tersebut tetap sebagai negara penghasil tembakau tertinggi di dunia.
Thailand saja yang telah meratifikasi FCTC pada tahun 2004, telah berhasil meningkatkan pendapat cukai sebesar 25 persen.
(Adt/Abd)
Terlebih masalah The Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sampai saat ini juga belum menemukan kata sepakat. Buktinya, ada lima Kementerian Republik Indonesia yang masih `ribut` masalah FCTC ini.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H. mengatakan, dari negara-negara yang tergabung di dalam OKI, rata-rata sudah meratifikasi FCTC ini. Sangat disayangkan memang, mengingat masih ada dua negara yang belum meratifikasi FCTC, yaitu Indonesia dan Somalia.
"Saya malu saja, negara-negara lain sudah meratifikasi FCTC ini, sedangkan Somalia dan Indonesia belum," aku Nafsiah Mboi, di Ballroom Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (22/10/2013)
Hal ini disampaikan oleh Nafsiah Mboi kepada sejumlah wartawan, yang menemuinya dalam acara pertemuan ke-4 acara Conference of Health Ministers (ICHM) Organization of Islamic Cooperation (OIC), di mana dalam konferensi itu ia didapuk menjadi Ketua ICHM untuk masa bakti 2013-2015.
Malunya ibu menteri satu itu bukan tanpa alasan. Menurut ia, Somalia belum juga meratifikasi FCTC ini, karena memang di negaranya tidak ada Pemerintahannya. "Sedangkan Indonesia, pemerintahannya sendiri sudah jelas-jelas ada," tambah Nafsiah.
Dalam kesempatan yang berbeda, Bambang Sulistomo, Staf Khusus Menteri Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan, Indonesia tidak akan bisa memerjuangkan kepentingan untuk melindungi masyarakatnya dari masalah rokok, bila FCTC ini tidak segera diaksesi.
"Yang menakutkan bila FCTC ini tidak diaksesi, terjadinya peningkatan kematian akibat penyakit tidak menular (PTM). Merokok merupakan faktor risiko utama PTM," terang Bambang.
Bila ada yang berpendapat bahwa FCTC akan berdampak buruk pada perekonomian bangsa Indonesia, karena industri rokok terlalu dikekang, jelas itu keliru.
Dikatakan Bambang, FCTC tidak akan berpengaruh langsung terhadap ekonomi terkait indusrti rokok. Dari pengalaman banyak negara, menunjukkan pengendalian tembakau tidak secara signifikan memengaruhi industri tembakau, karena konsumsi rokok bersifat inelastis akibat adiksi tidak mengalami penurunan yang drastis.
"Sehingga, ini tidak merugikan petani tembakau, dan tidak terbukti mematikan industri rokok," lanjutnya.
Sebagai contoh adalah negara China, Brazil, dan India. Meskipun ketiga negara itu telah meratifikasi FCTC, negara tersebut tetap sebagai negara penghasil tembakau tertinggi di dunia.
Thailand saja yang telah meratifikasi FCTC pada tahun 2004, telah berhasil meningkatkan pendapat cukai sebesar 25 persen.
(Adt/Abd)