Akibat belum adanya standar pelayanan medis yang jelas, saat ini banyak dokter merasa ketakutan dalam menangani pasien. Karena bila salah tindakan, dokter akan dengan mudah dituntut, didenda bahkan di penjara.
Melihat hal tersebut, Direktur YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), Marius Wijayarta mendesak Menteri Kesehatan harus segera membuat standar pelayanan medis. Ini karena kasus seperti dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani mungkin akan terus terjadi dan tidak menutup kemungkinan nanti dokter akan dianggap sebagai teroris.
"Peraturan Menteri Kesehatan tentang standar pelayanan medis harus segera dibuat demi mewujudkan kepastian serta perlindungan hukum bagi dokter dan pasien sebagai konsumen," kata Marius yang diwawancarai Liputan6.com di RS. Carolus, Salemba, Jakarta, Jumat (22/11/2013).
Marius mengatakan, kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diamanatkan dalam konstitusi negara. Sehingga seperti ditulis pada lampiran Keputusan menteri Kesehatan No. 496/Menkes/SK/IV/2005 pada 5 April 2005 tentang pedoman Audit medis di Rumah Sakit bahwa ada tujuan khusus audit medis. Yaitu untuk mengetahui penerapan standar pelayanan medis dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.
"Namun kondisi pada tujuan khusus ini sangat aneh, karena pihak rumah sakit diwajibkan melakukan audit medis padahal standar pelayanan medisnya belum ada. Jadi audit medis yang telah dilakukan selama ini penilaiannya berdasarkan pada indikator apa?," ungkapnya.
Hal ini menunjukkan, lanjut Marius, bahwa di Indonesia belum ada peraturan yang jelas mengenai standar pelayanan medis. Yang ada hanyalah SOP (Standar Operasional Prosedur).
"Itupun standar operasional lokal bukan secara nasional. Yang ada saat ini hanyalah UU kesehatan, UU Kedokteran dan UU Rumah Sakit tanpa ada standar pelayanan medis yang jelas," jelas Marius.
Marius menambahkan, usulan untuk segera dibuatnya standar pelayanan medis ini sudah lama ia tanyakan kepada Kementrian Kesehatan bahkan sudah dari belasan tahun yang lalu. Namun Kementrian Kesehatan berkilah bahwa standar pelayanan medis sudah dibuat dengan nama PNPK (Pedoman Nasional Praktik Klinik).
"Terakhir saya menanyakan kepada Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali Gufron sekitar November tahun lalu. Tapi ia malah menyebutkan susunan peraturan PNPK bukannya standar pelayanan medis yang jelas. Saya harap, standar pelayanan medis segera dibuat agar peristiwa dokter yang divonis pidana penjara di Manado tidak terulang lagi," jelasnya.
Baca juga: YPKKI dukung putusan vonis untuk dr.ayu
(Fit/Abd)
Melihat hal tersebut, Direktur YPKKI (Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia), Marius Wijayarta mendesak Menteri Kesehatan harus segera membuat standar pelayanan medis. Ini karena kasus seperti dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani mungkin akan terus terjadi dan tidak menutup kemungkinan nanti dokter akan dianggap sebagai teroris.
"Peraturan Menteri Kesehatan tentang standar pelayanan medis harus segera dibuat demi mewujudkan kepastian serta perlindungan hukum bagi dokter dan pasien sebagai konsumen," kata Marius yang diwawancarai Liputan6.com di RS. Carolus, Salemba, Jakarta, Jumat (22/11/2013).
Marius mengatakan, kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diamanatkan dalam konstitusi negara. Sehingga seperti ditulis pada lampiran Keputusan menteri Kesehatan No. 496/Menkes/SK/IV/2005 pada 5 April 2005 tentang pedoman Audit medis di Rumah Sakit bahwa ada tujuan khusus audit medis. Yaitu untuk mengetahui penerapan standar pelayanan medis dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.
"Namun kondisi pada tujuan khusus ini sangat aneh, karena pihak rumah sakit diwajibkan melakukan audit medis padahal standar pelayanan medisnya belum ada. Jadi audit medis yang telah dilakukan selama ini penilaiannya berdasarkan pada indikator apa?," ungkapnya.
Hal ini menunjukkan, lanjut Marius, bahwa di Indonesia belum ada peraturan yang jelas mengenai standar pelayanan medis. Yang ada hanyalah SOP (Standar Operasional Prosedur).
"Itupun standar operasional lokal bukan secara nasional. Yang ada saat ini hanyalah UU kesehatan, UU Kedokteran dan UU Rumah Sakit tanpa ada standar pelayanan medis yang jelas," jelas Marius.
Marius menambahkan, usulan untuk segera dibuatnya standar pelayanan medis ini sudah lama ia tanyakan kepada Kementrian Kesehatan bahkan sudah dari belasan tahun yang lalu. Namun Kementrian Kesehatan berkilah bahwa standar pelayanan medis sudah dibuat dengan nama PNPK (Pedoman Nasional Praktik Klinik).
"Terakhir saya menanyakan kepada Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Ali Gufron sekitar November tahun lalu. Tapi ia malah menyebutkan susunan peraturan PNPK bukannya standar pelayanan medis yang jelas. Saya harap, standar pelayanan medis segera dibuat agar peristiwa dokter yang divonis pidana penjara di Manado tidak terulang lagi," jelasnya.
Baca juga: YPKKI dukung putusan vonis untuk dr.ayu
(Fit/Abd)