Gejala Difteri, Penyebab, dan Cara Mengobatinya yang Tepat

Gejala difteri tergantung di mana bakteri difteri tersebut berkembang biak.

oleh Husnul Abdi diperbarui 04 Agu 2020, 18:45 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2020, 18:45 WIB
Penyakit Difteri, Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati
Difteri (Sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Gejala difteri tergantung di mana bakteri difteri tersebut berkembang biak. Difteri sendiri merupakan penyakit infeksi akut yang sangat menular dan bisa mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Namun, penyakit ini bisa dicegah melalui imunisasi. 

Difteri biasanya terjadi pada tenggorokan, hidung, dan terkadang pada kulit dan telinga. Penyakit ini dapat dialami oleh siapa saja. Namun, risiko terserang difteri akan lebih tinggi bila seseorang tidak mendapat vaksin difteri secara lengkap.

Gejala difteri biasanya berupa munculnya selaput abu-abu yang melapisi tenggorokan dan amandel. Kamu juga perlu mengenali beberapa tipe difteri untuk mengatahui gejalanya secara lebih spesifik, karena gejala yang ditimbulkan tergantung pada tempat bakteri berkembang biak.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (4/8/2020) tentang gejala difteri.

Penyebab Difteri

Penyebab Difteri
Penyebab Difteri (Kwanchai Chai udom/123rf)

Sebelum mengenali berbagai gejala difteri, kamu tentunya juga perlu mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Difteri disebabkan oleh bakteri berbentuk batang yang bernama Corynebacterium diphtheria. Bakteri ini dapat menyebar dari orang ke orang, melalui beberapa rute, yaitu:

Bersin. Seseorang bisa tertular difteri bila tidak sengaja menghirup atau menelan percikan air liur yang dikeluarkan penderita difteri saat batuk atau bersin.

Kontaminasi barang pribadi. Difteri juga bisa tertular melalui barang-barang pribadi orang yang terinfeksi. Misalnya, jika kamu menggunakan gelas bekas penderita yang belum dicuci.

Kontaminasi barang rumah tangga. Difteri bahkan juga bisa menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan, misalnya handuk atau mainan. Walaupun hal ini cukup jarang terjadi.

Menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi.

Selain itu, berbagai faktor risiko penyebab difteri juga perlu kamu perhatikan, di antaranya jika kamu hidup di area padat penduduk yang kebersihannya kurang terjaga, bepergian ke wailayah yang sedang terjadi wabah difteri, hingga jika memiliki kekebalan tubuh yang rendah, seperti AIDS. Hal ini bisa membuat kamu lebih rentan terkena penyakit difteri ini.

 

Gejala Difteri

Setelah mengetahui beberapa penyebab difteri, selanjutnya kamu bisa mengenali gejala difteri. Gejala difteri sendiri bianya muncul 2 sampai 5 hari setelah seseorang terinfeksi. Walaupun begitu, tidak semua oran yang terinfeksi menunjukkan gejala difteri. Salah satu gejala yang serign terjadi adalah terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel penderita.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, gejala difteri tergantung di mana bakteri tersebut berkembang biak. Oleh karena itu, gejala difteri bisa kamu lihat dari beberapa tipenya, sebagai berikut:

Difteri Hidung. Gejala difteri hidung biasanya bermula dari gejala flu, tetapi kemudian cairan hidung yang keluar tercampur darah sedikit.

Difteri Faring dan Tonsil. Gejala difteri faring dan tonsil biasanya berupa radang pada selaput lendir dan tidak membentuk jaringan tipis.

Difteri Laring dan Trakea. Gejala difteri laring dan trakea biasanya membuat penderita mengalami kesulitan mengeluarkan suara, sesak napas, napas berbunyi, demam tinggi hingga 40 derajat Celcius, kulit tampak kebiruan, dan pembengkakan pada kelenjar leher.

Difteri Kulit. Gejala difteri ini menimbulkan luka mirip sariawan pada kulit dan alat kelamin, disertai dengan timbulnya jaringan di atasnya. Pada kondisi ini, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa-apa.

Komplikasi Penyakit

Difteri (gajus/123rf)
Difteri (gajus/123rf)

Ada beberapa penyakit yang bisa timbul akibat difteri yang tidak segera ditangani. Kamu bisa mengalami komplikasi seperti masalah pernapasan. Hal ini karena sel-sel yang mati akibat racun yang diproduksi bakteri difteri membentuk jaringan berwarna abu-abu. Jaringan ini dapat menghambat pernapasan.

Selain itu, kamu juga bisa mengalami kerusakan jantung jika tidak segera mengatasi difteri. Racun difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung, dan kematian mendadak.

Bahkan, racun dapat menyebabkan penderita sulit menelan, mengalami masalah saluran kencing, kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Komplikasi terparahnya adalah saat kamu mengalami difteri hipertoksik yang dapat memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal.

Pengobatan dan Pencegahan Difteri

Pengobatan Difteri

Pengobatan difteri bisa dilakukan dengan mengisolasi penderita selama 2-3 minggu. Dalam masa isolasi ini, penderita difteri harus beristirahat dengan berbaring, mencukupi kebutuhan cairan, menerapkan diet yang sesuai dengan petunjuk dokter, dan menjaga agar napas tetap bebas.

Penderita juga akan diberikan antitoksin anti-diphtheria serum (ADS) yang diberikan segera setelah terbukti terjangkit. Steroid diberikan bila terdapat gejala sesak pada saluran napas. Selain itu, pasien disarankan untuk tidak dirawat di rumah agar tidak menularkan kepada orang lain.

Setelah pulih dari difteri, kamu harus melakukan vaksin difteri secara penuh untuk mencegah kekambuhan.

Pencegahan Difteri

Difteri dapat dicegah dengan pemberian imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). Imunisasi ini diberikan sebanyak lima kali sejak anak berusia dua bulan hingga enam tahun.

Beberapa anak mungkin akan mengalami efek samping seperti demam ringan, rewel, terlihat lemah, dan bengkak pada area bekas suntikan. Oleh karena itu, kamu bisa berkonsultasi dengan dokter tentang cara meminimalisir efek samping tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya