Apa Itu Oknum? Bagian dari Lembaga, Ketahui Kaitannya dengan Politik Bahasa

Berikut adalah pengertian kata oknum dan kaitannya dengan politik bahasa.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 31 Agu 2022, 13:45 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 13:45 WIB
Ilustrasi Oknum Polisi
(Ilustrasi)

Liputan6.com, Jakarta Banyak orang mungkin masih bertanya-tanya tentang apa itu oknum. Apalagi, istilah tersebut sering muncul di media massa, terutama dalam berita terkait kasus-kasus tertentu.

Kata oknum biasanya diikuti dengan kata yang mengacu pada lembaga tertentu, misalnya oknum kepolisian, oknum TNI, oknum PNS, dan sebagainya.

Kata oknum juga sering muncul di judul-judul berita. Misalnya, "Hotman Paris Siap Bantu Wanita Diduga Dipukuli Oknum Anggota DPRD di Pom Bensin Palembang"; "Polisi Usut Dugaan Penganiayaan yang Menyeret Oknum Guru SMK 1 Jakarta'; dan "Demi Nama Institusi, Kapolri Diminta Tak Ragu Tindak Oknum Polisi".

Dari contoh-contoh judul berita tersebut, dapat diketahui bahwa oknum tampak memiliki makna yang cenderung negatif. terlebih lagi, judul-judul berita tersebut, semuanya menunjukkan tindakan yang tidak baik yang dilakukan oleh seseorang, mulai dari penganiayaan sampai pencorengan nama baik suatu institusi,

Lalu apa sebenarnya itu oknum? Berikut adalah ulasan lebih mendalam mengenai kata oknum, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (31/8/2022).

Apa itu oknum?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oknum memiliki tiga makna. Yang pertama oknum adalah penyebut diri Tuhan dalam agama Katolik; pribadi. Yang kedua oknum adalah orang seorang; perseorangan. Yang terakhir, oknum adalah orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik).

Oknum sebagai penyebutan diri Tuhan dalam agama Katolik, tentu bukan makna yang dimaksud dalam contoh-contoh judul berita yang telah dipaparkan sebelumnya. Makna kedua dari oknum, yang berupa orang atau perseorangan, atau makna ketiga yang berupa orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik) menjadi makna yang paling dekat.

Jika arti oknum berdasar KBBI dikaitkan dengan contoh-contoh penggunaan kata oknum yang telah disebutkan sebelumnya, oknum mengacu pada seseorang yang terikat dengan suatu institusi tertentu dan melakukan suatu tindak kejahatan atau perbuatan buruk lainnya, dengan mengatasnamakan dirinya sendiri.

Dengan kata lain, penggunaan kata oknum bertujuan untuk memisahkan diri pribadi seseorang dari suatu lembaga atau institusi tempat dia bekerja atau terdaftar.

Politik Bahasa pada Kata Oknum

Oknum Polisi Perkosa Remaja, Ahmad Sahroni Minta Pelaku Dihukum Maksimal
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. (Foto: Jaka/nvl)

 

Dalam buku Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas yang diterbitkan Dewan Pers pada 2013, disebutkan bahwa persoalan yang menyangkut perilaku penegak hukum yang tidak terpuji biasanya melibatkan kata oknum.

Lebih lanjut, dalam buku tersebut disebutkan bahwa bisa jadi perilaku tidak terpuji seorang penegak hukum bukanlah persoalan personal, melainkan persoalan struktural dan kultural.

Kemungkinan ke sana bisa jadi benar. Apalagi mengingat bahwa jumlah orang yang disebut sebagai oknum semakin hari, semakin banyak saja. Terutama belakangan ini, di mana ada kasus pembunuhan yang cukup menarik banyak perhatian dari masyarakat, yang melibatkan sejumlah anggota polisi.

Penggunaan kata oknum di sini berusaha menegaskan bahwa, kasus tersebut merupakan persoalan anggota yang bersangkutan.

Bahasa untuk Menunjukkan Kekuasaan

Oknum polisi yang viral memeras pengedara motor di Bogor kini telah ditahan penyidik Propam Polresta Bogor
Oknum polisi yang viral memeras pengedara motor di Bogor kini telah ditahan penyidik Propam Polresta Bogor. (Foto: Istimewa)

Telah dibahas sebelumnya bahwa kata oknum digunakan untuk memisahkan persoalan sistemik dengan persoalan personal. Artinya, jika ada seseorang yang berafiliasi dengan institusi tertentu, maka bukan institusinya yang salah, melainkan pribadi seseorang yang melakukan tindak kejahatan yang salah.

Bukan tanpa alasan mengapa kata oknum ini perlu dimunculkan di depan nama isntitusi. Dilansir dari Rubrik Bahasa, wartawan semasa Orde Baru sudah tahu, kalau ada alat negara seperti polisi atau militer menjadi berita karena melakukan tindak kejahatan, tanpa harus disuruh lagi mereka wajib menyertakan kata oknum, seperti “oknum polisi” atau “oknum ABRI.”

Penggunaan kata oknum tidak mengubah fakta bahwa pelaku suatu tindakan tidak terpuji atau bahkan kejahatan memang benar adalah bagian dari isntitusi terkait. Dengan kata lain, dalam contoh "oknum polisi" atau "pknum TNI," kata tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa tidak semua polisi buruk, atau tidak semua TNI melakukan hal semacam itu.

Namun yang jadi masalah, penggunaan kata oknum untuk mengacu pada personal lebih banyak mengacu pada lembaga atau instansi tertentu. Hampir tidak pernah terdengar bahwa kata oknum melekat pada lembaga atau institusi lain seperti misalnya, oknum nelayan, oknum buruh, oknum pedagang, oknum dokter, oknum seniman, atau oknum artis.

Padahal, ketika muncul berita artis yang tertangkap narkoba, secara sadar banyak orang sudah tahu bahwa tidak semua artis menggunakan narkoba. Namun dalam judul berita, tidak pernah muncul penggunaan kata oknum.

Hal ini menunjukkan perwujudan dari adanya politik bahasa. Dalam artikel Politik Bahasa dan Bahasa Politik, Mudjia Raharjo mengungkapkan bahwa politik dan bahasa seperti dua bidang yang terpisah dan sama sekali tidak ada keterkaitan. Padahal, keduanya dapat dilihat dalam dua macam hubungan.

Pertama, hubungan koordinatif, di mana politik dan bahasa berinteraksi, saling memengaruhi, dan tarik menarik secara setara. Kedua, hubungansubordinatif, di mana salah satu menjadi subjek dan lainnya menjadi objek.

Pada satu pihak bahasa dapat dijadikan agenda, kebijakan, dan sasaran kajian politik, sehingga politik menjadi subjek dan bahasa menjadi objek. Dalam kasus penggunaan kata oknum, bahasa menduduki posisi objek yang digunakan mencapai suatu agenda tertentu, seperti melindungi citra dari sititusi atau lembaga terkait.

Dalam artikel yang sama pun, Mudjia Raharjo pung mengatakan bahwa bahasa bukan sekadar sebagai alat komunikasi antara individu satu dengan lainnya, antara masyarakat satu denganlainnya. Lebih dari itu, bahasa sering dimanfaatkan sebagai alat untuk menunjukkan adanya kekuatan-kekuatan tertentu, baik oleh perseorangan, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pemegang kekuasaan, dan sebagainya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya