Sikap Intoleransi Kelompok Islam yang Dibenci Nabi Muhammad SAW

Salah satu ajaran agama Islam adalah toleransi, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa ada kelompok yang memiliki ajaran intoleransi.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 09 Mar 2023, 12:31 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2023, 12:30 WIB
Toleransi
Ilustrasi Toleransi Credit: pexels.com/Cres

Liputan6.com, Jakarta Intoleransi dalam beragama memang menjadi permasalahan serius akhir-akhir ini. Intoleransi tidak hanya terjadi antarumat beragama, namun juga terjadi di antara umat yang masih dalam satu agama yang sama. Padahal Islam selalu mengajarkan tentang toleransi dan melarang sikap intoleransi.

Bahkan dalam ajaran agama Islam telah disebutkan bahwa tidak ada paksaan untuk memeluk Islam. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 256, yang artinya,

"Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam)." (QS. Al-Baqarah: 256).

Ayat tersebut secara gamblang menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan toleransi. Sikap intoleransi sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam.

Sebaliknya, telorenasi justru merupakan salah satu nilai yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Hal itu beliau tunjukkan selama berinteraksi dengan masyarakat Madinah. Meski demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa ada sekelompok orang dari umat Islam yang dikenal memiliki sikap intoleransi. Bahkan kelompok tersebut sangat dibenci oleh Nabi Muhammad SAW.  

Bahkan, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat untuk memerangi sikap-sikap intoleransi. Lalu sikap intoleransi seperti apa yang sangat dibenci Nabi Muhammad SAW? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (9/3/2023).

Ajaran Toleransi dalam Islam

Kita tidak bisa menutup mata, jika ada sebagian kelompok Islam yang memiliki sikap intoleransi. Tidak hanya bersikap intoleran pada orang-orang di luar agama Islam, bahkan mereka juga bersikap intoleran kepada sesama muslim hanya karena berbeda pandangan.

Meski demikian, penting untuk dipahami baik-baik, bahwa intoleransi bukanlah Islam yang sesungguhnya. Islam adalah agama rahmatan lil'alamin, yakni rahmat untuk semesta alam. Dengan kata lain, sudah seharusnya Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam, tidak hanya untuk muslimin, melainkan juga untuk seluruh alam semesta, termasuk alam dan orang-orang di luar Islam.

Hal itu ditunjukkan pada sejumlah ayat dalam Al-Qur'an. Ajaran toleransi dalam Islam tidak hanya berlaku pada sesama muslim saja, melainkan juga kepada orang-orang di luar Islam. Jika diuraikan, ada sejumlah poin ajaran toleransi dalam Islam, antara lain sebagai berikut:

1. Tidak Ada Paksaan dalam Agama

Islam memang mewajibkan penganutnya untuk berdakwah dan menyebarkan ajaran agama Islam. Kendati demikian dalam berdakwah, muslim tidak diperkenankan untuk melakukan pemaksaan, sebagaimana telah difirmankan Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 256 yang artinya,

"Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam)." (QS. Al-Baqarah: 256).

2. Agama Lain Diperkenankan Beribadah dengan Caranya Sendiri

Islam tidak memaksa orang lain untuk memeluk ajaran agama Islam. Demikian pula, Islam juga mengajarkan untuk tidak memaksa agama lain untuk beribadah sesuai Islam. Berdasarkan ajaran agama Islam, seorang muslim yang baik hendaknya membiarkan agama lain menjalankan ibadah sesuai ajarannya.

Hal itu juga telah disampaikan dalam firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 40-41 yang artinya,

 

“Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Quran), dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”(40),

“Dan jika mereka tetap mendustakan Muhammad maka katakanlah,’Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (41) (QS. Yusuf: 40-41).

 

Membiarkan agama lain beribadah dengan cara mereka sendiri juga disampaikan dalam surat Al-Kafirun ayat 1-6 yang artinya,

 

"Katakanlah: 'Hai orang-orang kafir (1),

Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2),

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3),

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4),  

Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (5),

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6) (QS. Al-Kafirun: 1-6)

 

3. Mengakui Adanya Perbedaan

Ajaran toleransi dalam Islam tidak hanya sebatas toleransi kepada agama lain, melainkan juga toleransi terhadap berbagai macam perbedaan, mulai dari suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, dan bahasa.

Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 13 yang artinya,

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13).

Di mata Allah SWT semua manusia, entah apa pun sukunya, warna kulitnya, suku, dan statusnya, semuanya sama. Yang membedakan di antaranya adalah amalh salehnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda yang artinya,

“Tidaklah seseorang mempunyai keutamaan atas orang lain, kecuali karena diinnya atau amal shalih.”

4. Toleransi Sesama Muslim

Perbedaan pandangan tidak hanya terjadi di antara umat dengan agama yang berbeda, bahkan sesama muslim tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya perbedaan pandangan. Bahkan dalam memandang ajaran Islam saja, di antara sesama muslim bisa terjadi perbedaan. Meski demikian, dikatakan dalam Al-Qur'an selama sesama muslim memiliki akidah yang sama, maka setiap muslim adalah saudara.

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujurat: 10).

Imam An-Nawawi berkata,

“Ketahuilah! Sesungguhnya mengetahui berbagai madzhab Salaf dengan dalil-dalilnya, termasuk perkara yang paling penting untuk dijadikan hujjah (argument). Karena perbedaan pendapat mereka merupakan rahmat.”

Intoleransi dalam Kelompok Islam

Toleransi
Ilustrasi Toleransi dan Keberagaman Credit: unsplash.com/DuyPham

Dari pembahasan tersebut sudah jelas bahwa Islam mengajarkan toleransi, tidak hanya kepada sesama muslim, melainkan juga kepada orang dari agama lain. Meski demikian, kita juga tidak bisa menutup mata jika ada kelompok-kelompok yang memiliki sikap intoleransi.

Menariknya lagi, sikap intoleransi ini bahkan tidak hanya ditujukan kepada orang-orang di luar Islam, melainkan sikap intoleransi juga dilakukan kepada sesama muslim. Bahkan cikal bakal kelompok intoleransi ini telah muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

Adalah Dzul Khuwaishirah, seorang muslim pedesaan yang merasa dirinya lebih baik daripada Rasulullah SAW. Dia bahkan berani mempertanyakan keadilan Nabi Muhammad SAW terkait pembagian harta ghanimah.

Dalam Shahih Bukhari diceritakan:

 

“Dari Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu, dia berkata; "Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW yang sedang membagi-bagikan pembagian (harta rampasan), datanglah Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; "Wahai Rasulullah, engkau harus berlaku adil".

Maka beliau berkata: "Celaka kamu! Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil".

Kemudian 'Umar berkata; "Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!

Beliau berkata: "Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan).” (HR. Bukhari)

 

Ratusan tahun kemudian sabda Rasulullah SAW terbukti, bahwa telah muncul kelompok-kelompok yang memiliki sikap intoleransi. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW, di antara mereka bahkan ada yang mengkafirkan sesama muslim yang tidak memiliki cara yang sama dalam menjalankan ajaran Islam. Kelompok intoleransi tersebut disebut sebagai kelompok khawarij.

Ciri-Ciri Kelompok Intoleransi dalam Islam

[Bintang] Ilustrasi umat beragama
Ilustrasi pentingnya toleransi beragama. Foto: via tolerance.org

Disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat membenci kelompok intoleransi dalam Islam dan memerintahkan untuk memerangingya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri, Rasulullah bersabda,

"Akan memisahkan diri satu kelompok (Khawarij) ketika kaum muslimin berpecah belah. Kelompok itu akan diperangi oleh salah satu golongan dari dua golongan yang lebih dekat dengan kebenaran." (HR. Muslim).

Adapun ciri-ciri kelompok intoleransi ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang tersebut adalah penganut agama Islam.

“Ibnu Umar menganggap mereka adalah makhluk Allah yang buruk. Ia berkata: Para Khawarij mengambil ayat-ayat yang turun mencela orang kafir, lalu mereka terapkan itu pada kaum mukminin.” (HR. Bukhari)

2. Mereka menganggap bahwa Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan. Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan Islam lain tidak benar. Sebagai contoh, ketika menolak hasil arbitrase, mereka menyalahkan kedua kubu sebab mengangkat manusia sebagai hakim, bukan menjadikan Al-Qur’an sebagai hakim. Padahal perintah arbitrase (mengangkat hakam) juga ada dalam Al-Qur’an.

3. Kelompok khawarij biasanya merasa paling benar. Bahkan mereka menganggap orang-orang di luar kelompoknya adalah muslim yang tersesat dan telah menjadi kafir. Oleh karena itu perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan. Hal itu membuat mereka gemar menguji keimanan orang lain dengan beberapa pertanyaan. Imam Ibnu Sirin berkata:

“Pertanyaan seseorang pada saudaranya “Apakah kamu seorang mukmin?” adalah ujian yang bid’ah seperti halnya para Khawarij yang gemar memberikan ujian”. (al-Lalika’i, Syarh Ushûl I’tiqâd Ahli as-Sunnah, V, 1060)

4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri. Imam dalam arti pemuka agama dan pemimpin pemerintahan. Bahkan mereka tidak ragu-ragu untuk melakukan pemberontakan ketika berbeda pendapat dan pandangan dengan pemerintah.

5. Mereka bersikap fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuan mereka.

6. Menariknya lagi, kelompok khawarij adalah orang-orang yang sangat tekun beribadah. Mereka beribadah lebih banyak dari orang lain, sampai menimbulkan bekas yang menonjol pada fisik mereka. Abdullah bin Abbas menceritakan kondisi mereka ketika ia menemuinya sebagai berikut:

“Maka aku memasuki suatu kaum yang belum pernah aku lihat hebatnya mereka dalam beribadah. Dahi mereka menghitam karena sujud. Tangan-tangan mereka kasar seperti lutut onta. Mereka memakai gamis yang murah dan kumal. Wajah mereka pucat karena begadang ibadah di waktu malam.” (Ibnul Jauzi, TalbîsIblîs, 83)

Sayangnya, ketekunan mereka dalam beribadah tidak diimbangin dengan pemahaman yang mendalam dan menyeluruh terhadap ajaran Islam, sehingga mereka merasa lebih baik daripada orang lain yang bahkan mempelajari Islam lebih mendalam dan menyeluruh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya