Liputan6.com, Jakarta Khawarij merupakan istilah yang tertera dalam surat Al-Qur’an. Secara etimologi, khawarij berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti "Mereka yang Keluar" juga dikenal sebagai Asy-Syurah ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang muncul pada Fitnah Pertama.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari laman Kemenag, khawarij adalah sekelompok kaum yang terbentuk karena ketidaksetujuan terhadap keputusan Ali bin Abi Thalib, karena Ali telah bersedia dan menerima tahkim, maka akhirnya kelompok tersebut keluar dari kelompok Ali.
Khawarij pada awalnya merupakan pendukung dari Ali bin Abi Thalib, kemudian mereka memberontak terhadap penerimaan Ali atas pembicaraan arbitrase untuk menyelesaikan konflik dengan penantangnya, Muawiyah, dalam Pertempuran Siffin pada tahun 657. Ketidakterimaan tersebut menimbulkan balas dendam yang berkepanjangan.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian Khawarij beserta sejarah dan perkembangannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (13/3/2023).
Mengenal Khawarij
Khawarij merupakan golongan atau kaum yang memerangi Ali dan Mu’awiyah. Ketidak puasan atas terjadinya tahkim antara Ali dan Mu’awiyah telah menyulut sebagian dari tentara Ali untuk memisahkan diri dan melakukan pemberontakan. Inilah generasi pertama Khawarij lahir. Mereka menolak hasil dari tahkim yang menyebabkan kalahnya Ali dan turunnya dari jabatan sebagai Khalifah.
Khawarij pada awalnya adalah pendukung Ali yang memberontak terhadap penerimaan Ali atas pembicaraan arbitrase untuk menyelesaikan konflik dengan penantangnya, Muawiyah, dalam Pertempuran Siffin pada tahun 657. Mereka menegaskan bahwa "penghakiman hanya milik Tuhan", yang menjadi semboyan mereka.
Oleh karena itu, pemberontak seperti Muawiyah harus diperangi dan dibasmi menurut perintah al-Qur'an. Ali mengalahkan Khawarij di Pertempuran Nahrawan pada tahun 658 M, tetapi pemberontakan mereka tetap berlanjut. Ali dibunuh pada tahun 661 M oleh seorang Khawarij yang membalas dendam atas kekalahan di Nahrawan.
Advertisement
Asal Usul Nama Khawarij
Dikutip dari buku Teologi Islam: Memahami Ilmu Kalam dari Era Klasik (2021) karya Aminol Rosid Abdullah, ‎Suprapno, M.Pd.I, Khawarij berasal dari kata kharaja yang memiliki arti keluar. Yang dimaksud keluar di sini ialah keluarnya barisan pendukung Sayidina Ali r.a. sebagai buntut diterimanya arbitrase oleh beliau.
Namun sebagian orang berpendapat bahwa nama Khawarij diberikan kepada mereka karena keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud untuk berjihad di jalan Allah dengan didasarkan pada QS al-Nisa' ayat 100.
Secara terminologi, Khawarij merupakan suatu kelompok pengikut Sayidina Ali ibn Abi Thalib, namun keluar meninggalkan barisan karena tidak setuju dengan arbitrase antara Ali dengan Muawiyah perihal persengketaan kepemimpinan pada 37 H atau 657 M ketika Perang Shiffin. Beberapa nama lain yang dilabelkan pada kaum Khawarij antara lain adalah Al Haruriyah, Al Syurat, hingga Al Mariqah.
Sejarah Khawarij
Dikutip dari buku berjudul Ensiklopedia Imam Syafi’i (2008) karya DR. Ahmad Nahrawi Abdus Salam Al-Indunisi, menjelaskan sejarah terbentuknya Khawarij. Pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan 'Umar, kaum Muslim masih bersatu padu. Baru pada akhir masa kepemimpinan 'Utsman, kaum Muslim mulai terpecah-pecah ditandai munculnya golongan Syi'ah. Perpecahan kaum Muslim menjadi semakin parah pada masa kekhalifahan 'Ali.
Ketika terjadi peristiwa Shiffin, yaitu peperangan antara 'Ali versus Mu'awiyah, Mu'awiyah menuntut agar diadakan tahkim (arbitrasel kompromi) sehingga para pendukung 'Ali berbeda pendapat di antara mereka. Sebagian pendukung 'Ali mau menerima dan membujuk 'Ali agar menyetujui proses penyelesaian konflik tersebut secara damai. Alasannya, karena tujuan perjuangan mereka adalah menegakkan Kalimah Allah.
Namun sebagian lainnya, menolak keras upaya perundingan itu. Alasannya, karena di balik itu semua ada siasat licik dan tipu daya yang sengaja dimainkan oleh Mu'awiyah dan para pengikutnya, mengingat pasukan mereka telah terdesak dan hampir menuai kekalahan. Setelah melalui perdebatan dan negosiasi panjang, akhirnya 'Ali menerima proses arbitrase. Dengan begitu, sebagian kaum yang menolak keputusan Ali bin Abi Thalib tersebut dikenal dengan istilah Khawarij.
Advertisement
Ciri-Ciri Kaum Khawarij
Adapun beberapa ciri-ciri kaum Khawarij, antara lain:
- Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang tersebut adalah penganut agama Islam.
- Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan. Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan Islam lain tidak benar.
- Orang-orang Islam yang tersesat dan telah menjadi kafir itu perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan.
- Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri. Imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan.
- Mereka bersikap fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuan mereka.Â
Perkembangan Kaum Khawarij
Peristiwa perang Shiffin antara pengikut Ali dengan kelompok oposisi Muawiyah telah menggeser persoalan politik menjadi persoalan teologis Ketika pertahanan Muawiyah mulai terdesak akibat gempuran pasukan Ali, pihak Muawiyah secara sepihak meminta gencatan senjata (cease fire) dengan cara mengangkat Al-Qur’an dan menawarkan tahkim (arbitrase). Permintaan ini membuat kubu pasukan Ali retak antara kelompok yang setuju dan kelompok yang tak setuju.
Namun akhirnya Ali dengan segala keikhlasan dan kejujurannya menyetujui arbitrase, yang merupakan siasat licik pihak lawannya untuk menjatuhkannya. Sikap ini membuat kelompok yang tak setuju keluar dari barisan Ali dan kemudian disebut sebagai kelompok al-Khawarij. Mereka menuduh Ali tidak menyelesaikan masalah berdasarkan hukum Allah yang terdapat di dalam Alquran, karena itu Ali dicap sebagai kafir.
Nama lain dari Khawarij adalah Humarytah dari kata Hanoa, sebuah tempat dekat Kufah, Irak. Di sini berkumpul sebanyak 12.000 orang, yang memisahkan diri dari Ali dan mengangkat Abdullah bin Wahab ar-Rasyidi sebagai pemimpin mereka. Ali berusaha membujuk mereka kembali bergabung. Namun, mereka menolak, bahkan mengatakan bahwa Ali telah kafir dan segera harus bertaubat serta membatalkan tahkim.
Dalam persoalan pemilihan khalifah, kaum al-Khawarij berpendapat bahwa khalifah haruslah dipilih secara bebas oleh umat Islam. Jabatan khalifah tidak hanya dimiliki suku Quraisy, bukan orang Arab, tetapi seorang budak pun boleh dipilih. Khalifah yang dipilih haruslah Islam, bersikap adil dan melaksanakan syariat Islam.
Sikap pemilihan bebas tersebut mencerminkan kedemokrasian kaum al-Khawarij, yang bertentangan dengan sikap suku Quraisy yang sangat elitis ketika itu. Pada umumnya, pengikut kaum al-Khawarij berasal dari kaum Badawi yang berdiam di padang pasir yong gersang. Mereka hidup secara nomaden sehingga hidup dalam kesederhanaan, miskin, tidak terpelajar, keras hati, berani, dan merdeka. Sikap demokrasi ini sesuai nilai tradisi "tribal democracy" masyarakat Badawi.
Namun, perkembangan kaum al-Khawarij selanjutnya menjadi suatu kelompok yang ekstrem dan eksklusif sebagai reaksi mempertahankan nilai-nilai Badawi yang semakin teralinasi akibat tekanan politik. Hal ini terlihat pada legitimasi doktrin-doktrin teologis yang bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an, yang diambil secara lahiriah sebagai pencerminan sikap Badawi.
Mereka mengakui kekhalifahan pertama dan kedua, dan menolak tahun ketujuh kekhalifahan Utsman dan kekhalifahan Ali setelah arbitrase karena dianggap menyeleweng dari ajaran Islam. Termasuk mereka yang terlibat dalam arbitrase. Mereka dicap kafir dan harus dibunuh. Hanya Ali yang terbunuh di tanan Abdurrahman bin Muljam.
Advertisement