Liputan6.com, Jakarta - Bagaiana hukum qadha puasa bagi orang yang meninggal? Dalam Islam, hukum qadha puasa bagi orang yang meninggal boleh dilaksanakan oleh ahli warisnya, terutama bagi mereka yang meninggal tanpa sakit dan sebelumnya berkesempatan mengganti puasa Ramadhan tanpa membayar fidyah.
Baca Juga
Advertisement
"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya wajib berpuasa menggantikannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)
Hal ini mengacu pada prinsip bahwa utang puasa adalah kewajiban individu yang harus dilunasi, dan ahli waris dapat melaksanakan qadha puasa atas nama orang yang telah meninggal tersebut.
Namun, bagi mereka yang meninggal karena sakit atau lansia, lebih baik menggantinya dengan membayar fidyah. Fidyah adalah pembayaran jumlah tertentu kepada orang miskin atau fakir sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.
Hal ini dianjurkan karena kondisi kesehatan yang memburuk membuat pelaksanaan qadha puasa menjadi sulit, dan membayar fidyah sebagai gantinya dianggap lebih sesuai dengan prinsip kemanfaatan (maslahah) dalam Islam.
Dalam prakteknya, hukum qadha puasa bagi orang yang meninggal dapat bervariasi tergantung pada interpretasi dan pandangan fikih yang dianut oleh mazhab atau ulama tertentu.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang hukum qadha puasa bagi orang yang meninggal, Jumat (14/4/2023).
Boleh Qadha Puasa
Hukum qadha puasa bagi orang meninggal yang sebelumnya sehat dan berkesempatan mengganti puasa Ramadhan adalah boleh. Ahli warisnya dapat melaksanakan qadha puasa atas nama orang yang telah meninggal tersebut.
Rasulullah SAW bersabda:
"Qadha puasa Ramadhan itu jika ia berkehendak maka boleh dilakukan secara terpisah. Dan, jika ia berkehendak maka ia boleh juga melakukan secara berurutan." (HR. Daruquthni, dari Ibnu Umar)
Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa utang puasa adalah kewajiban individu yang harus dilunasi oleh individu tersebut atau oleh ahli warisnya jika individu tersebut meninggal dunia sebelum melunasinya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an al-Baqarah ayat 184:
“... Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan , (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya membayar fidyah …."
Dikutip dari buku berjudul Fikih Bulan Syawal oleh Muhammad Abduh Tuasikal, terdapat sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang meninggal dunia namun masih memiliki utang puasa, maka keluarga dekatnya, meskipun bukan ahli waris, yang harus melunasi utang puasanya.” (HR. Bukhari, no. 1952 dan Muslim, no. 1147)
Demikian pula, terdapat hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, yang menyatakan bahwa ada seseorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:
“Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia namun masih memiliki utang puasa sebulan (karena nazar sebelum sakit). Apakah saya harus membayarkan qadha’ puasanya atas nama ibu saya?” Rasulullah lantas menjawab, “Jika ibumu memiliki utang, apakah kamu akan melunasinya?” Orang tersebut menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah bersabda, “Utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR. Bukhari, no. 1953 dan Muslim, no. 1148)
Advertisement
Boleh Diganti Bayar Fidyah
Jika seseorang yang meninggal dunia sebelumnya sudah sakit dan lansia, dan tidak memiliki kemampuan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkan, maka tidak wajib baginya untuk melaksanakan qadha puasa.
Maka dari itu, hukum qadha puasa bagi orang meninggal adalah boleh, tetapi bisa diganti dengan membayar fidyah khususnya dalam situasi ini saja.
Namun, lebih dianjurkan untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan, bukan qadha puasa. Fidyah adalah membayar jumlah tertentu kepada orang miskin atau fakir sebagai kompensasi atas ketidakmampuan untuk melaksanakan puasa.
"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya." (HR. Tirmidzi, dari Ibnu 'Umar)
Syaikh Musthafa Al-Bugha dalam At-Tadzhib fii Adillah Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib, menjelaskan bahwa bagi mereka yang tidak berpuasa karena uzur dan tidak memiliki kemampuan untuk melunasi utang puasanya, atau meninggal dunia sebelum uzurnya hilang, atau meninggal dunia setelah uzurnya hilang namun tidak memiliki waktu untuk mengqadha’ puasanya, mereka tidak diwajibkan mengqadha’ puasa, membayar fidyah, dan tidak memiliki dosa atasnya.
Hukum qadha puasa bagi orang meninggal ini ditemukan dalam berbagai pandangan fikih, yang memberikan kelonggaran bagi orang yang meninggal dunia setelah sakit dan lansia untuk tidak melaksanakan qadha puasa.
Hal ini juga didasarkan pada prinsip kemanfaatan (maslahah) dalam Islam, di mana jika seseorang sudah tidak mampu melaksanakan qadha puasa karena kondisi kesehatan yang memburuk, maka dianjurkan untuk membayar fidyah sebagai pengganti.