Liputan6.com, Jakarta Silaturahim adalah istilah yang merujuk pada hubungan baik, interaksi sosial, dan komunikasi yang hangat antara individu, keluarga, atau kelompok. Istilah ini memiliki akar kata dalam bahasa Arab, "silaturrahim" (صِلَةُ الرَّحِمِ), yang secara harfiah dapat diartikan sebagai "hubungan kerabat" atau "pertalian darah."
Dalam budaya dan agama Islam, silaturahim memiliki makna penting dan ditekankan sebagai perbuatan yang dianjurkan. Silaturahim melibatkan berbagai tindakan yang bertujuan untuk mempererat ikatan dan memelihara hubungan baik dengan orang lain, termasuk keluarga, tetangga, teman, dan kolega.
Umumnya, banyak orang lebih mengenal silaturahim dengan istilah silaturahmi. Namun sebenarnya keduanya mengacu pada hal yang sama, yakni mempererat ikatan dan memelihara hubungan baik dengan orang lain, termasuk keluarga, tetangga, teman, dan kolega.
Advertisement
Lalu apa perbedaan antara silaturahim dan silaturahmi? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (22/8/2023).
Silaturahim atau Silaturahim?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, silaturahim adalah istilah yang merujuk pada hubungan baik, interaksi sosial, dan komunikasi yang hangat antara individu, keluarga, atau kelompok. Istilah ini memiliki akar kata dalam bahasa Arab, "silaturrahim" (صِلَةُ الرَّحِمِ), yang secara harfiah dapat diartikan sebagai "hubungan kerabat" atau "pertalian darah."
Di Indonesia, istilah silaturahim lebih dikenal dengan sebutan silaturahmi. Lalu apa perbedaan di antara keduanya?
Dilansir dari laman Muhammadiyah, kata “silaturahim” atau “silaturahmi” berasal dari dari dua kata; shilat dan al-rahim atau al-rahmi. “shilat” berarti sambungan atau menyambung atau menjalin atau menghubungkan. Sementara al-rahim atau al-rahmi satu akar kata yang sama yaitu rahima – yarhamu. Dari kata rahima – yarhamu bisa menghasilkan dua bentuk masdar (kata infinitif) yang berbeda dan mempunyai arti yang berbeda pula; 1) kasih sayang; dan 2) rasa sakit pada rahim wanita setelah melahirkan.
Meski demikian, jika merujuk pada penggunaan dalam bahasa Arab, kata silaturahim lebih tepat jika ingin merujuk pada tindakan menyambung kekerabatan, sebagaimana ditunjukkan dalam hadis berikut,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ”. [رواه البخاري ومسلم واللفظ للبخاري]
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang suka dilapangkan rezekinya atau ditambahkan umurnya maka hendaklah ia menyambung kekerabatannya”.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Meski demikian, Majelis Tarjih berpendapat bahwa kata "silaturahmi" telah diakui sebagai bagian dari kosakata dalam bahasa Indonesia, maka tak masalah untuk menulis atau mengucapkannya sesuai dengan kemudahan pelafalan dalam bahasa kita. Bahasa senantiasa mengalami perubahan dan modifikasi, terutama saat disalin atau diterjemahkan ke bahasa lain. Tidak ada masalah menurut pandangan syariat jika tindakan tersebut dijalankan.
Dengan demikian, ketika seseorang menggunakan istilah "silaturahmi," maknanya diartikan dalam konteks Bahasa Indonesia, bukan secara harfiah sesuai arti dalam Bahasa Arab. Ini karena kata tersebut telah mengalami perubahan makna. Contohnya, istilah "kitab." Jika dilihat dari arti aslinya dalam Bahasa Arab, itu merujuk kepada sekadar buku. Namun, dalam pikiran masyarakat Indonesia, kata "kitab" memiliki konotasi yang lebih khusus, yaitu merujuk kepada buku agama dalam Bahasa Arab.
Advertisement
Perintah untuk Silaturahim
Pentingnya silaturahim telah ditegaskan oleh Allah SWT. Bahkan, Allah mengancam akan tidak akan memasukkan siapa saja yang dengan sengaja memutus tali silaturahmi. Dalam hadits riwayat Abu Jabir bin Muth'im meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ
"Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahmi)." (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa memutus tali silaturahmi adalah hal yang sangat dilarang dalam agama, bahkan ancamannya adalah tidak masuk surga. Oleh karena itu penting bagi kita untuk memanfaatkan libur lebaran dan Idul Fitri ini untuk kembali menjalin tali silaturahmi dengan keluarga yang sudah lama tidak bertemu.
Selain itu, banyak dalil yang memberikan anjuran untuk menjaga tali silaturahim dan manfaat silaturahmi dalam pandangan Islam yang mana penting diketahui bagi Umat Islam guna menjaga silaturahmi menjadi bagian dari ketaqwaan kepada Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut,
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.” (H.R. Bukhari & Muslim).
Disisi lain, terdapat pula dalam Al–Qur’an Surah Al–Baqarah Ayat 83 mengenai anjuran berbudi baik kepada kerabat, sebagai berikut:
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak–anak yatim, dan orang–orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari) kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Q.S Al–Baqarah: 83)
Kata “kerabat” dalam ayat tersebut bahkan diucapkan lebih dulu daripada “anak yatim” dan sebagaimana kita tahu bahwa memuliakan anak–anak yatim adalah sebuah amalan yang amat sangat menjanjikan pahalanya, ini menunjukkan betapa luar biasanya apabila selalu menjaga hubungan silaturahmi dan merupakan sebuah amalan yang besar pula.
Manfaat Silaturahim
Ada banyak sekali manfaat dari silaturahim, termasuk dapat melapangkan rezeki dan memperpanjang umur. Berikut adalah sejumlah manfaat dari silaturahim:
1. Melapangkan Rezeki
Silaturahim memiliki dampak yang positif terhadap rezeki seseorang. Pada saat-saat tertentu, rezeki seseorang mungkin mengalami kendala. Namun, Allah SWT dengan mudah memberikan rezeki kepada hamba-Nya, bahkan dari arah yang tak terduga, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis berikut,
"Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung silaturahmi." (HR Bukhari Nomor 5.985)
Rezeki ini tentu bisa hadir dalam berbagai macam bentuk. Ketika silaturahim dan kumpul keluarga, ada banyak kemungkinan rezeki yang bisa kita peroleh, misalnya seperti uang angpao lebaran yang diberikan bibi atau paman, makanan yang lezat khas lebaran, maupun relasi yang dapat membuka peluang karir atau bisnis.
2. Memperpanjang Umur
Setiap manusia tentu ingin diberikan umur yang panjang, sebab dengan panjangnya umur akan memperbanyak kesempatan untuk berbuat kebaikan. Manusia juga tempatnya salah dan lupa, maka dari itu dengan umur yang panjang akan memilik kesempatan untuk bertaubat atas dosa-dosa yang telah lalu.
Manfaat silaturahmi untuk memperpanjang usia disebutkan dalam hadits berikut,
"Barangsiapa yang senang dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan dijauhkan dari kematian yang buruk, maka hendaklah bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturahmi." (HR. Al-Bazzar, Hakim).
Dalam hadits lain juga disebutkan manfaat silaturahim di antaranya adalah dapat menunda kematian.
"Belajarlah dari nenek moyangmu bagaimana caranya menghubungkan rahim-rahim itu, karena silaturahmi menimbulkan kecintaan dalam keluarga, meluaskan rezeki, dan menunda kematian." (HR. Tirmidzi).
3. Menghilangkan Perselisihan
Masalah dan perselisihan yang terjadi di antara saudara kadang tidak terhindarkan, baik itu karena perbedaan pilihan, prinsip atau bahkan masalah ekonomi. Meski demikian Allah melarang untuk memutuskan hubungan tali silaturahim.
Salah satu bentuk hikmah silaturahim dalam islam adalah dapat menghilangkan perselisihan yang sedang terjadi. Dengan saling bertegur sapa, bukan tidak mungkin masalah akan dapat diselesaikan dengan baik-baik.
Rasulullah SAW bertanya pada para sahabat, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan puasa?"
"Tentu saja," jawab mereka.
Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal shalih yang besar pahalanya. Barang siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan silaturahmi." (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Terhindar dari Laknat Allah
Selain dapat membuka pintu rezeki dan menghindarkan kita dari api neraka, silaturahim memiliki manfaat lain yang tak kalah penting, yakni dapat menghindarkan kita dari laknat Allah SWT.
Sebab Allah SWT berfirman,
فَهَلْ عَسَيْتُمْ اِنْ تَوَلَّيْتُمْ اَنْ تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَتُقَطِّعُوْٓا اَرْحَامَكُمْاُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فَاَصَمَّهُمْ وَاَعْمٰٓى اَبْصَارَهُمْ
Artinya: "Maka, apakah sekiranya kalian berkuasa akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan silaturahmi? Mereka itulah orang orang yang dilaknat Allah, ditulikan telinganya, dan dibutakan penglihatan mereka." (QS. Muhammad: 22-23)
5. Terhindar dari Api Neraka
Meski hanya sekadar berinteraksi dengan cara mengobrol dengan kerabat, ternyata silaturahim memiliki manfaat yang luar biasa. Sebab silaturahmi dapat menghindarkan pelakunya dari api neraka.
Dalam hadits riwayat Abu Jabir bin Muth'im meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ا يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ
"Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahmi)." (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menggunakan momen libur lebaran ini untuk kembali menyambung tali silaturahmi dengan keluarga dan sanak saudara yang sudah jarang kita temui, agar terhindar dari api neraka.
Advertisement
Ancaman bagi Orang yang Memutus Silaturahim
Setelah mengetahui apa saja manfaat dari silaturahim, setiap muslim diharapkan dapat memahami pentingnya silaturahim dengan sesama manusia. Pemahaman ini juga melibatkan memahami bahaya dari memutuskan tali persaudaraan atau silaturahim.
Orang yang memutuskan akan mendapatkan balasannya segera, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut,
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] – berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat] – daripada perbuatan melampaui batas (kezaliman) dan memutus silaturahim (dengan orang tua dan kerabat).” (H.R. Abu Daud & Tirmidzi).
Selain itu, orang yang memutus silaturahim juga diancam tidak akan masuk ke dalam surga, sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut,
“Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (H.R. Bukhari & Muslim)
Dalil-dalil tersebut telah menjelaskan betapa seriusnya tindakan memutuskan hubungan silaturahmi, bahkan ancamannya tidak dapat diabaikan. Ini berarti bahwa tindakan tersebut bukanlah hal yang main-main, karena dapat mencegah seorang mukmin dari mencapai keselamatan dalam surga. Orang yang memiliki keterbatasan waktu, kendala finansial, atau alasan lainnya, bukanlah mereka yang disebut sebagai orang yang memutuskan tali silaturahmi.
Namun, golongan yang dimaksud adalah orang-orang yang secara aktif menolak atau enggan untuk mengenal, berinteraksi, atau berurusan dengan kerabat mereka, bahkan tidak ingin menjaga hubungan sedikit pun.