Liputan6.com, Jakarta Pemilu 1955 merupakan peristiwa bersejarah penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Pemilu ini merupakan pemilu pertama setelah kemerdekaan Indonesia dan menjadi tonggak awal dalam upaya mewujudkan pemerintahan demokratis.
Dalam pemilu tersebut, terjadi partisipasi yang tinggi dari rakyat Indonesia, dengan jumlah pemilih mencapai sekitar 29 juta orang. Keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955 ditunjukkan oleh berbagai hal, mulai dari tingginya tingkat partisipasi rakyat, minimnya insiden kekerasan, hingga terpilihnya anggota parlemen yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.
Keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955 kemudian ditindaklanjuti dengan sejumlah putusan yang penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Salah satunya adalah terbentuknya Konstituante yang bertugas untuk menyusun UUD 1945. Selain itu, pemilu 1955 juga menjadi awal mula munculnya berbagai partai politik yang mewakili keberagaman masyarakat Indonesia.
Advertisement
Keberhasilan pemilu 1955 juga memberikan legitimasi bagi pemerintah yang terpilih dan mengukuhkan sistem demokrasi representatif di Indonesia. Sejak itu, pemilu menjadi sebuah tonggak penting dalam dinamika politik Indonesia dan menjadi sarana bagi rakyat untuk menentukan masa depan negara.Â
Untuk memahami lebih dalam mengenai keberhasilan Pemilu 1955, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (8/1/2024).
Latar Belakang Sejarah Pemilu 1955
Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama yang diselenggarakan di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945. Setelah mengalami periode revolusi dan perang kemerdekaan, Indonesia mengalami masa transisi yang ditandai oleh kondisi politik dan sosial yang belum stabil. Hal ini menyebabkan perlunya pemilihan umum untuk menentukan wakil rakyat yang akan membangun negara yang baru merdeka.
Kondisi politik Indonesia pada masa itu juga dipengaruhi oleh tuntutan untuk menjaga stabilitas dan keutuhan nasional setelah masa konflik dengan Belanda yang baru saja berakhir dengan penandatanganan perjanjian penyerahan kedaulatan. Peristiwa ini menciptakan sebuah kebutuhan mendesak untuk merancang sistem politik yang demokratis dan inklusif.
Pemilu 1955 dianggap sebagai keberhasilan karena berhasil mengumpulkan partai politik, organisasi, dan individu dari berbagai latar belakang untuk berpartisipasi dalam proses demokratis. Hasil pemilu tersebut menciptakan konstitusi yang baru dan mengukuhkan kedaulatan rakyat sebagai landasan negara. Keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955 ditindaklanjuti dengan pembentukan konstitusi yang mengatur tata cara pemerintahan Indonesia secara demokratis.
Advertisement
Penyelenggaraan Pemilu 1955
Pemilu 1955 merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam demokrasi di Indonesia. Proses penyelenggaraan pemilu ini melibatkan berbagai mekanisme yang dirancang untuk memastikan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam menentukan perwakilan politik mereka. Pemilu ini diorganisir dengan pembentukan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (Baper MPR) yang bertugas mengatur dan mengawasi jalannya pemilu.
Partisipasi masyarakat dalam pemilu 1955 sangat tinggi, menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan publik dalam menentukan arah politik negara. Rakyat Indonesia secara aktif ikut serta menggunakan hak pilihnya untuk memilih perwakilan politik mereka, yang pada akhirnya akan membentuk pemerintahan yang mewakili kepentingan rakyat.
Partai-partai politik utama memiliki peran dan kontribusi yang signifikan dalam pemilu tersebut. Mereka bersaing secara sehat dalam mendapatkan dukungan publik dan memenangkan kursi dalam parlemen. Berbagai partai politik kemudian berinteraksi dalam membentuk pemerintahan dan bekerja sama sebagai perwakilan rakyat untuk mengemban amanah politik yang telah diberikan oleh masyarakat.
Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955 ditindaklanjuti dengan tingginya partisipasi masyarakat, peran aktif partai politik, dan terbentuknya pemerintahan yang mewakili kepentingan rakyat.
Hasil dan Dampak Pemilu
Hasil Pemilu 1955 menunjukkan keberhasilan dalam pelaksanaannya dengan partisipasi yang tinggi dari rakyat Indonesia. Partai Nasional Indonesia (PNI) berhasil meraih kemenangan dengan mendapatkan 57 kursi dari total 257 kursi yang tersedia. Sementara itu, partai Masyumi memperoleh 50 kursi, Nahdlatul Ulama (NU) memperoleh 45 kursi, dan partai komunis PKI mendapat 39 kursi. Hasil ini menandai keberhasilan partai-partai nasionalis dalam memperoleh kursi di parlemen.
Dampak dari Pemilu 1955 sangat signifikan terhadap stabilitas politik dan perkembangan nasional. Hasil pemilu ini membentuk dasar bagi pembentukan pemerintahan yang memungkinkan proses transisi menuju kemerdekaan Indonesia. Partai Nasional Indonesia (PNI) memegang peranan penting dalam pembentukan pemerintahan dengan Soekarno sebagai presiden pertama dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Pemilu 1955 juga menjadi tonggak sejarah dalam perkembangan kekuatan politik Islam di Indonesia, dengan partai Masyumi dan NU memainkan peran yang signifikan. Kesuksesan Pemilu 1955 menciptakan fondasi bagi stabilitas politik dan perkembangan nasional Indonesia.
Advertisement
Sejumlah Putusan yang DIhasilkan setelah Pemilu 1955
Setelah pelaksanaan Pemilu 1955, terdapat beberapa putusan yang menunjukkan keberhasilan dari proses tersebut. Keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955 ditindaklanjuti dengan berbagai putusan yang menunjukkan kematangan dan keberlanjutan sistem demokrasi di Indonesia pada waktu itu. Adapun putusan yang dihasilkan usai Pemilu 1955 antara lain sebagai berikut:
1. Pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
Setelah keberhasilan pelaksanaan Pemilu 1955, proses pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dimulai dengan pembentukan Konstituante untuk menentukan UUD 1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi Indonesia mengadakan pemilihan presiden dan wakil presiden dengan menggunakan sistem pemilihan melalui Konstituante. Pemilihan ini melibatkan para anggota Konstituante untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Hasil dari pemilihan tersebut menunjukkan bahwa Ir. Soekarno terpilih sebagai presiden dan Mohammad Hatta terpilih sebagai wakil presiden. Kedua pemimpin ini kemudian membentuk Pemerintahan Republik Indonesia Serikat (PRIS) yang bertujuan untuk memperkuat unitary system pemerintahan Indonesia.
Pemilihan presiden dan wakil presiden pasca Pemilu 1955 ini memiliki dampak besar terhadap pemerintahan Indonesia selanjutnya. Terpilihnya Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil presiden menandai awal dari masa pemerintahan yang kuat dan stabil di Indonesia, meskipun kemudian diikuti oleh peristiwa politik yang memunculkan perpecahan dan konflik di antara para pemimpin politik Indonesia.
2. Pembentukan undang-undang dasar baru untuk menggantikan UUD 1945
Setelah keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955, langkah selanjutnya yang diambil adalah membentuk undang-undang dasar baru untuk menggantikan UUD 1945. Proses pembentukan undang-undang dasar baru melibatkan konstituante, yang terdiri dari anggota parlemen dan anggota Dewan Konstituante. Konstituante memiliki peran penting dalam merumuskan dan menyusun undang-undang dasar baru untuk menjadi landasan negara yang baru.
Namun, dalam proses pembentukan undang-undang dasar baru, juga dihadapi beberapa isu-isu yang kompleks, seperti perbedaan pendapat antara kelompok-kelompok politik dan adat maupun agama, serta tantangan untuk mencapai kesepakatan bersama terkait berbagai hal, mulai dari sistem pemerintahan, hak asasi manusia, agama negara, hingga hak-hak politik.
Proses penyusunan undang-undang dasar baru yang transparan, inklusif, dan demokratis berhasil menghasilkan undang-undang dasar yang menjadi dasar negara Indonesia hingga saat ini. Keberhasilan pembentukan undang-undang dasar baru ini menjadi tonggak sejarah yang menandai arah demokrasi Indonesia setelah pemilu 1955.
3. Pengalihan kekuasaan pemerintahan dari perdana menteri kepada presiden
Setelah keberhasilan pelaksanaan Pemilu 1955, terjadi pengalihan kekuasaan pemerintahan dari perdana menteri kepada presiden. Proses ini terjadi melalui langkah-langkah yang diatur dalam konstitusi.
Pada awalnya, peran parlemen sangat penting dalam proses pengalihan kekuasaan ini. Parlemen memiliki peran untuk memilih presiden dan juga memutuskan kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintahan. Selain itu, konstituante juga berperan penting dalam proses ini, karena mereka memiliki kewenangan untuk membuat amandemen terhadap konstitusi yang kemudian dapat memengaruhi struktur kekuasaan pemerintahan.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk proses pengalihan kekuasaan tersebut meliputi pemilihan presiden oleh parlemen, pembentukan konstituante untuk merumuskan amandemen konstitusi, dan kemudian disusul dengan pengesahan amandemen tersebut oleh parlemen.
Dengan adanya keberhasilan pelaksanaan Pemilu 1955, proses pengalihan kekuasaan ini dapat dilaksanakan dengan lancar dan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan dalam konstitusi. Sehingga, hal ini menunjukkan keberhasilan dalam menjalankan tata pemerintahan yang demokratis dan konstitusional.
4. Pembentukan parlemen baru yang diikuti oleh pembentukan konstituante
Setelah keberhasilan pelaksanaan pemilu 1955, langkah pertama yang diambil adalah pembentukan parlemen baru atau konstituante. Kabinet Burhanuddin Harahap yang baru terbentuk kemudian melakukan pembentukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk parlemen. DPR terpilih menjadi wakil rakyat yang mengemban fungsi legislatif untuk membuat dan mengesahkan undang-undang.
Setelah terbentuknya parlemen, langkah selanjutnya adalah pembentukan Dewan Konstituante. Dewan Konstituante bertugas untuk membuat UUD (Undang-Undang Dasar) yang akan menjadi landasan hukum negara. Proses ini merupakan langkah penting dalam pembentukan konstitusi negara yang merupakan cerminan dari perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan.
Dari segi historis, pemilu 1955 dianggap sebagai sukses besar bagi bangsa Indonesia karena mampu melaksanakan pemilihan umum pertama setelah kemerdekaan. Dengan terbentuknya parlemen baru diikuti oleh pembentukan konstituant, menunjukkan kesuksesan pembangunan demokrasi di Indonesia serta kemandirian dalam mengatur negara.
5. Penyerahan mandat Kabinet Burhanuddin Harapah kepada presiden
Pada 14 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengalami kejatuhan setelah menghadapi masalah-masalah internal yang mengakibatkan perselisihan antar partai koalisi. Salah satu masalah utama yang menyebabkan kejatuhan kabinet tersebut adalah tuntutan otonomi daerah yang diusulkan oleh beberapa daerah di Indonesia. Selain itu, usulan pembentukan Dewan Nasional juga menjadi sumber perselisihan antar partai koalisi yang akhirnya mempengaruhi stabilitas kabinet.
Di tengah situasi politik yang kacau, gerakan mahasiswa juga turut memperjuangkan reformasi politik, yang semakin mengguncang keberlangsungan Kabinet Burhanuddin Harahap. Akhirnya, pada 14 Maret 1956, Burhanuddin Harahap menyerahkan mandat kabinetnya kepada presiden sebagai tanda kegagalan dalam menjaga stabilitas pemerintahan.
Penyerahan mandat Kabinet Burhanuddin Harahap kepada presiden tidak hanya menandai kejatuhan kabinet tersebut, tetapi juga menunjukkan kegagalan upaya untuk mengatasi perselisihan internal dan tuntutan otonomi daerah, serta memenuhi tuntutan reformasi politik yang diusung oleh gerakan mahasiswa pada saat itu. Hal ini juga menjadi salah satu episode penting dalam sejarah politik Indonesia pada masa itu.