Silent Majority Adalah Istilah yang Viral Usai Pemilu 2024, Simak Asal Usulnya

Silent majority adalah mayoritas penduduk yang cenderung tidak aktif secara politik.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 15 Feb 2024, 17:50 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2024, 17:50 WIB
Ilustrasi Pemilu, Kampanye
Ilustrasi pemilu, kampanye. (Image by pch.vector on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Silent majority merupakan istilah yang merujuk pada mayoritas penduduk yang cenderung tidak aktif secara politik, namun memiliki kekuatan suara yang besar. Dalam konteks pemilu, istilah ini digunakan untuk menyebut kelompok besar pemilih yang biasanya tidak terdengar suaranya di media sosial atau publik, tetapi memiliki pengaruh besar dalam menentukan hasil pemilihan.

Dalam konteks viralnya silent majority pasca hasil quick count pemilu 2024, banyak pihak yang mulai mempertanyakan sejauh mana keberadaan silent majority, bisa mempengaruhi hasil pemilihan. Sebagian berpendapat bahwa penting bagi para calon pemimpin untuk dapat memahami dan meraih dukungan dari silent majority, sementara yang lain skeptis terhadap keberadaan dan kekuatan dari kelompok ini.

Oleh karena itu, viralnya silent majority pasca hasil quick count pemilu menjadi sorotan masyarakat, untuk lebih memahami dinamika politik, serta pentingnya memahami keberadaan dari kelompok pemilih yang potensial mempengaruhi hasil pemilihan. Berikut ini asal mula istilah silent majority yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (15/2/2024). 

Asal-usul Istilah Silent Majority

Ilustrasi Kampanye Pemilu Pilkada Pilpres (Freepik/Rawpixel)
Ilustrasi kampanye. (Freepik/Rawpixel)

Silent majority adalah istilah yang merujuk pada sebagian besar masyarakat yang memiliki pandangan atau keyakinan tertentu, tetapi biasanya tidak terlibat secara aktif atau vokal dalam ekspresi pandangan mereka. Istilah ini pertama kali dikenal pada era 1960-an dan 1970-an, terutama dalam konteks politik dan sosial di Amerika Serikat.

Seiring dengan konteks sejarahnya, istilah "silent majority" pertama kali digunakan oleh Presiden Amerika Serikat Richard Nixon selama pidatonya pada 3 November 1969, terkait dengan protes dan gerakan anti-perang yang kuat pada saat itu. Nixon menggunakan istilah ini untuk merujuk pada mayoritas warga yang, menurutnya, mendukung kebijakan perang di Vietnam, tetapi tidak terlibat secara aktif dalam protes atau pernyataan publik.

Secara umum, konsep silent majority mencerminkan pandangan bahwa mayoritas masyarakat mungkin tidak selalu terwakili secara jelas dalam perdebatan publik atau aktivitas politik, tetapi tetap memiliki dampak yang signifikan pada pandangan sosial dan politik. Istilah ini telah digunakan lebih luas untuk merujuk pada kelompok mayoritas yang cenderung lebih pasif dalam menyuarakan pandangan mereka, terutama dalam hal-hal seperti pemilihan, isu sosial, atau pergerakan politik.

Jordan R. Holman dari University of Mississippi menyajikan analisis mendalam tentang istilah ini dalam tesisnya yang berjudul "Silent Majorities: The Brief History of a Curious Term, 1920-1980." Holman menemukan bahwa istilah ini juga muncul dalam konteks pemungutan suara Liga Bangsa-Bangsa pada artikel bulan September 1919. Sebuah artikel di News Scimitar menyatakan, "The great mass of American people, the silent, thinking, all-powerful majority, who neither shout for the league of nations, nor against those who neither storm against the reservations, nor make violent protest in favor of their adoption, have but one desire, and that is to have the thing over."

Pada tanggal 18 Oktober 1919, istilah "Silent Majority" juga dikutip dalam surat kabar Great Falls Daily Tribune oleh BJ Boorman, yang menyatakan, "The great majority of people are not saying anything [in politics]. This great apparently neutral class is not neutral but it has no spokesman, no agitator or agent who will gain by the exploitation of its views. It is the duty, therefore, of civic organizations to serve, among other ways in representing this silent majority of the populace."

Hubungan Silent Majority dengan Pemilu

Ilustrasi vote, memilih, pemilu
Ilustrasi vote, memilih, pemilu. (Image by storyset on Freepik)

Silent majority merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut sebagian besar masyarakat yang diam-diam mendukung suatu hal, namun jarang terdengar suaranya secara publik. Istilah ini viral setelah hasil Quick Count pemilu 2024 mengungkapkan dukungan mayoritas masyarakat pada salah satu calon. Meskipun sebagian besar masyarakat mendukung calon tersebut, namun tidak banyak yang mengungkapkan dukungannya secara terbuka.

Hubungan silent majority dengan pemilu sangatlah penting, karena pada akhirnya mereka memiliki peran dalam menentukan hasil pemilu. Meskipun tidak terlalu terlihat atau terdengar, suara mereka sangatlah penting. Pada pemilu 2024, keterlibatan silent majority menjadi perhatian utama karena hasil quick count menunjukkan bahwa mereka memiliki dampak yang besar dalam menentukan pemenang.

Respons masyarakat terhadap silent majority ini pun bermacam-macam. Sebagian menilai bahwa kehadiran silent majority menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap pilihan calon presiden yang dihasilkan dari Quick Count. Namun, ada juga yang menyoroti bahwa fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya untuk mendengarkan suara mayoritas yang tidak terlalu vokal, dan bahwa politisi harus mampu memahami kebutuhan dan keinginan mereka. Beberapa pihak pun mulai merespons dengan mengadakan diskusi publik dan memperbanyak survei untuk lebih memahami keinginan dari silent majority ini. Terlepas dari pandangan-pandangan yang berbeda, fenomena silent majority ini menunjukkan bahwa setiap suara memiliki peran penting dalam perpolitikan, dan bahwa kebutuhan mayoritas tidak boleh diabaikan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya