Liputan6.com, Jakarta - Banyak warga negara yang turut mengikuti perkembangan pemilu melalui quick count sementara, namun perlu dipahami perbedaan antara pemilu susulan dan lanjutan menurut Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Pemilu susulan dan lanjutan memiliki karakteristik dan situasi yang berbeda, dan pemahaman ini sangat penting saat menunggu hasil rekapitulasi resmi KPU.
Baca Juga
Advertisement
Seiring dusulan dan engan ketidakpastian yang mungkin timbul selama proses pemilu, mengetahui perbedaan antara pemilu susulan lanjutan dapat memberikan pandangan yang lebih jelas terkait langkah-langkah yang bisa diambil oleh pihak berwenang. Pemilu susulan biasanya terkait dengan situasi darurat atau gangguan serius yang dapat mengancam integritas pemilihan umum, sementara pemilu lanjutan berkaitan dengan melanjutkan tahapan yang terhenti atau belum dilaksanakan karena alasan teknis atau administratif.
Dalam menghadapi proses pemilu, khususnya saat menunggu hasil rekapitulasi resmi KPU atau memantau quick count sementara, pemahaman tentang beda pemilu susulan dan lanjutan juga dapat membantu masyarakat untuk merespons secara bijak terhadap situasi politik yang berkembang. Mengetahui kapan dan mengapa pemilu susulan atau lanjutan mungkin terjadi, dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang proses demokratisasi yang sedang berlangsung.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam beda pemilu susulan dan lanjutan menurut UU Pemilu tersebut, Minggu (18/2/2024).
Perbedaan Pemilu Susulan dan Lanjutan
1. Waktu Pelaksanaan
Pertama, dalam hal waktu pelaksanaan, pemilu susulan biasanya dilakukan setelah terjadi gangguan serius atau keadaan darurat yang menghambat pelaksanaan tahapan pemilu. Ini berarti pemilu susulan diadakan setelah tahapan pemilu utama selesai dilaksanakan dan terjadi gangguan yang tidak dapat diatasi. Di sisi lain, pemilu lanjutan dilakukan untuk melanjutkan tahapan pemilu yang terhenti atau belum dilaksanakan, biasanya karena alasan teknis atau administratif, dan bisa dilakukan dalam waktu yang lebih fleksibel.
2. Segi Cakupan
Kedua, dari segi cakupan, pemilu susulan biasanya mencakup seluruh tahapan pemilu yang terhenti atau terganggu, termasuk pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, hingga pemungutan suara dan penghitungan suara. Sementara itu, pemilu lanjutan hanya melanjutkan tahapan-tahapan tertentu yang terhenti, biasanya dari tahap pemungutan suara atau penghitungan suara, sesuai dengan kebutuhan.
4. Penyebab dan Kondisi
Ketiga, dalam hal penyebab dan kondisi, pemilu susulan biasanya dipicu oleh keadaan darurat seperti kerusuhan, gangguan keamanan, atau bencana alam yang serius. Di sisi lain, pemilu lanjutan umumnya terjadi karena alasan teknis atau administratif, seperti masalah logistik, kesalahan administrasi, atau keputusan hukum yang mempengaruhi proses pemilu.
5. Kewenangan dan Prosesnya
Keempat, dalam hal kewenangan dan proses pelaksanaan, pemilu susulan biasanya memerlukan keputusan dan koordinasi tingkat nasional untuk menentukan waktu dan prosedur pelaksanaannya. Pemilu susulan juga sering kali melibatkan pengawasan internasional untuk memastikan keadilan dan transparansi. Di sisi lain, pemilu lanjutan biasanya ditentukan dan dilaksanakan oleh badan penyelenggara pemilu yang berwenang di tingkat lokal atau regional, sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang berlaku.
6. Tujuan
Kelima, dari segi tujuan, pemilu susulan bertujuan untuk memastikan kelancaran proses demokratis dan keadilan dalam perwakilan politik setelah terjadi gangguan atau keadaan darurat yang serius. Sementara itu, pemilu lanjutan bertujuan untuk melengkapi tahapan-tahapan pemilu yang terhenti atau belum dilaksanakan, agar proses pemilu dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Â
Advertisement
Pemilu Susulan Menurut UU Pemilu
Pemilu susulan adalah istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 untuk merujuk pada proses pemilihan umum yang diadakan kembali untuk melaksanakan semua tahapan yang sebelumnya tidak dapat dilaksanakan. Menurut Pasal 432 Ayat (2) UU Pemilu, pelaksanaan Pemilu susulan mencakup semua tahapan penyelenggaraan Pemilu, mulai dari tahapan pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye, hingga pemungutan suara dan perhitungan suara.
Pemilu susulan diatur oleh Undang-Undang Pemilu sebagai respons terhadap situasi darurat atau keadaan tertentu yang mengganggu jalannya proses Pemilu. Pasal 432 Ayat (1) UU Pemilu menjelaskan bahwa Pemilu susulan dilakukan apabila terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan semua tahapan Pemilu tidak dapat dilaksanakan dengan baik di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Dalam hal di sebagian atau seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan Penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan." bunyi Pasal 432 Ayat (1).
Penerapannya di Indonesia, Pemilu susulan menjadi instrumen penting untuk memastikan keabsahan dan keadilan proses demokratisasi. Ketika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengancam integritas Pemilu, Pemilu susulan memberikan kesempatan bagi seluruh warga negara untuk tetap berpartisipasi dalam proses politik yang demokratis dan transparan.
Bila demikian, meskipun terjadi gangguan atau kendala tertentu, hak suara setiap warga negara tetap dijamin dan dipertahankan.
Pemilu susulan memiliki peran strategis dalam memastikan keterwakilan yang adil dan akuntabel dalam sistem politik Indonesia. Ini mengakomodasi situasi darurat atau keadaan yang mengganggu, Pemilu susulan mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga integritas demokrasi dan keadilan sosial. Oleh karena itu, proses Pemilu susulan harus diatur dan dilaksanakan dengan cermat, guna memastikan bahwa keputusan politik yang dihasilkan mewakili aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Contoh 12 Situasi untuk Pemilu Susulan
- Kerusuhan Massal: Terjadinya kerusuhan massal di sebagian atau seluruh wilayah negara yang mengganggu jalannya proses pemilu, termasuk penyalahgunaan kekerasan atau tindakan anarkis yang mengancam keamanan dan ketertiban umum.
- Gangguan Keamanan: Adanya gangguan keamanan yang signifikan seperti terorisme, pemberontakan, atau konflik bersenjata yang menghalangi penyelenggaraan pemilu dan mengancam keselamatan warga serta petugas pemilu.
- Bencana Alam: Terjadinya bencana alam yang melanda sebagian atau seluruh wilayah negara, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, atau erupsi gunung berapi, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan gangguan dalam proses pemungutan suara.
- Gangguan Teknis: Gangguan teknis yang signifikan yang terjadi dalam sistem pemungutan suara, misalnya kegagalan perangkat elektronik, kerusakan mesin pemungutan suara, atau kebocoran data yang mengancam integritas proses pemilu.
- Kesalahan Administrasi: Terjadi kesalahan administrasi atau pelanggaran hukum yang serius dalam tahapan pemilu, seperti penyimpangan data pemilih, manipulasi hasil pemungutan suara, atau ketidakpatuhan terhadap prosedur yang telah ditetapkan.
- Pemboikotan Pemilu: Pemboikotan pemilu secara massal oleh partai politik atau kelompok masyarakat tertentu yang dapat mengakibatkan kekurangan jumlah partisipan dalam pemungutan suara.
- Pemilu Tidak Transparan: Terjadi indikasi serius tentang ketidaktransparanan proses pemilu, seperti adanya dugaan kecurangan, intimidasi terhadap pemilih, atau manipulasi data yang meragukan.
- Krisis Politik: Munculnya krisis politik yang melumpuhkan jalannya proses pemilihan umum, termasuk konflik kepentingan antarpartai politik atau pertentangan antara pemerintah dan oposisi yang tidak dapat diselesaikan dengan damai.
- Putusan Hukum: Adanya putusan hukum yang membatalkan hasil pemilu atau menyatakan bahwa proses pemungutan suara tidak sah karena pelanggaran hukum yang signifikan.
- Pengawasan Internasional: Rekomendasi atau tindakan dari lembaga pengawas internasional yang menyatakan bahwa pemilu yang telah dilaksanakan tidak sesuai dengan standar demokratis dan keadilan.
- Partisipasi Minim: Tingkat partisipasi pemilih yang sangat rendah, yang menandakan kegagalan dalam menggerakkan masyarakat untuk turut serta dalam proses demokratis.
- Ketidakstabilan Politik: Ketidakstabilan politik yang berlarut-larut dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara konvensional, yang mengganggu proses pemilihan umum dan mengancam kesejahteraan negara.
Advertisement
Pemilu Lanjutan Menurut UU Pemilu
Pemilu lanjutan adalah istilah yang digunakan dalam Undang-Undang Pemilu untuk merujuk pada proses pemilihan umum yang dilakukan kembali untuk melanjutkan tahapan yang terhenti atau belum dilaksanakan. Menurut Pasal 431 Ayat (2) UU Pemilu, pelaksanaan Pemilu lanjutan dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilu yang terhenti, yang mencakup semua aspek dari proses pemilihan umum.
Penerapannya di Indonesia, Pemilu lanjutan menjadi sarana untuk mengatasi situasi darurat atau gangguan yang menghambat kelancaran proses demokratis. Pasal 431 Ayat (1) UU Pemilu menjelaskan bahwa Pemilu lanjutan dilakukan apabila terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang menyebabkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan dengan baik di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemilu lanjutan memiliki peran penting dalam menjaga keabsahan dan keadilan proses demokratisasi di Indonesia. Mau memberikan kesempatan untuk melanjutkan tahapan yang terhenti, Pemilu lanjutan memastikan bahwa hak suara setiap warga negara tetap dijamin dan dipertahankan, meskipun terjadi gangguan atau kendala tertentu dalam penyelenggaraan pemilihan umum.
Proses Pemilu lanjutan harus diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, untuk memastikan transparansi, keadilan, dan integritas dalam proses pemilihan umum. Bila demikian, Pemilu lanjutan merupakan instrumen yang penting dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan negara, serta memastikan representasi yang adil dan akuntabel dalam sistem politik Indonesia. Oleh karena itu, penanganan dan pelaksanaan Pemilu lanjutan harus dilakukan dengan cermat dan teliti, guna menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokratisasi yang berlangsung.
Contoh 12 Situasi untuk Pemilu Lanjutan
- Gangguan Teknis Serius: Terjadi gangguan teknis yang serius selama proses pemilu, seperti kegagalan sistem pemungutan suara elektronik atau rusaknya perangkat pemilihan, yang menghambat proses pemungutan suara dan mengancam integritas hasil pemilu.
- Kesalahan Administratif yang Signifikan: Terjadi kesalahan administratif yang signifikan, termasuk masalah dalam daftar pemilih, kesalahan penanganan surat suara, atau kegagalan dalam pelaksanaan prosedur pemilu yang dapat memengaruhi hasil pemungutan suara.
- Gangguan Keamanan Lokal: Terjadi gangguan keamanan di tingkat lokal yang mengancam keselamatan petugas pemilu dan pemilih, seperti ancaman kekerasan atau intimidasi yang mencegah partisipasi dalam proses pemilihan.
- Bencana Alam yang Luas: Terjadi bencana alam yang luas dan serius, seperti gempa bumi, tsunami, atau banjir besar, yang mengganggu infrastruktur dan akses ke lokasi pemungutan suara serta mengganggu partisipasi pemilih.
- Putusan Hukum yang Mempengaruhi Hasil Pemilu: Adanya putusan hukum yang mempengaruhi hasil pemilu atau membatalkan hasil pemungutan suara karena adanya pelanggaran hukum atau ketidakpatuhan terhadap prosedur pemilu yang berlaku.
- Ketidakpuasan Luas terhadap Proses Pemilu: Terjadi ketidakpuasan luas dari berbagai pihak terhadap proses pemilu, termasuk partai politik, pemilih, dan pengamat pemilu, yang menimbulkan keraguan terhadap hasil pemilu dan membutuhkan pemungutan suara ulang.
- Tingkat Partisipasi Pemilih yang Rendah: Tingkat partisipasi pemilih yang rendah secara signifikan, yang menandakan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu atau keengganan untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum.
- Keputusan Internasional untuk Pemungutan Suara Ulang: Terjadi rekomendasi atau tekanan dari lembaga pengawas internasional untuk melakukan pemungutan suara ulang karena adanya pelanggaran serius terhadap standar demokratis dan keadilan dalam proses pemilihan.
- Krisis Politik yang Meruncing: Munculnya krisis politik yang meruncing dan mengancam stabilitas nasional, yang memerlukan pemilu lanjutan untuk menyelesaikan ketidakstabilan politik dan mencari solusi atas pertentangan kepentingan yang tidak dapat diatasi.
- Kasus Pemboikotan Pemilu: Terjadi pemboikotan pemilu secara luas oleh partai politik atau kelompok masyarakat tertentu, yang mengakibatkan rendahnya partisipasi pemilih dan mempengaruhi legitimasi hasil pemilu.
- Ketidakpatuhan Terhadap Prosedur Pemilu: Adanya ketidakpatuhan yang signifikan terhadap prosedur pemilu, seperti penggunaan surat suara yang tidak sah, manipulasi data pemilih, atau kecurangan dalam penghitungan suara, yang mempengaruhi hasil pemilu.
- Rekomendasi Pemerintah atau Badan Pemantau Pemilu: Terjadi rekomendasi atau instruksi resmi dari pemerintah atau badan pemantau pemilu untuk melakukan pemilu lanjutan sebagai langkah untuk memperbaiki ketidakstabilan atau kecacatan yang terjadi selama proses pemilu sebelumnya.
Advertisement