4 Golongan yang Boleh Tidak Membayar Utang Puasa, Ini Penggantinya

Golongan orang yang boleh tidak membayar utang puasa dan menggantinya dengan fidyah

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 28 Feb 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2024, 20:30 WIB
Ilustrasi buka puasa, makan
Ilustrasi buka puasa, makan. (Image by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang dijalankan oleh umat Islam di seluruh dunia selama bulan Ramadhan. Selama 30 hari, umat Islam menahan diri dari hawa nafsu sebagai bentuk ibadah. Syarat utama puasa Ramadhan melibatkan ketentuan bahwa pelaksanaannya harus sudah baligh, berakal, dan tidak sedang dalam keadaan haid atau nifas.

Meskipun puasa Ramadhan diwajibkan selama 30 hari, ada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan seseorang untuk tidak menjalani puasa, seperti saat sedang dalam masa haid, sakit, atau dalam perjalanan jauh sebagai musafir. Bagi mereka yang memenuhi kriteria tersebut, diharuskan membayar utang puasa Ramadhan dengan mengqadha puasa di luar bulan Ramadhan dengan jumlah hari yang sama.

Namun, ada sejumlah kategori orang yang tidak diwajibkan membayar hutang puasa Ramadhan dan dapat menggantinya dengan membayar fidyah. Fidyah merupakan bentuk penebusan untuk mereka yang tidak mampu atau memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk berpuasa. 

Pemahaman mengenai siapa saja yang berhak tidak membayar utang puasa menjadi penting untuk diketahui manakala, puasa menjadi hal yang tidak dapat dilakukan karena kondisi tertentu. Untuk itu, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber golongan orang yang boleh tidak membayar utang puasa dan menggantinya dengan fidyah, pada Rabu (28/2).

Siapa saja yang boleh tidak membayar utang puasa dan menggantinya dengan fidyah?

Mencegah Keguguran
Ilustrasi Kehamilan Credit: pexels.com/Mila

Fidyah, yang merupakan denda yang wajib ditunaikan akibat meninggalkan kewajiban berpuasa selama bulan Ramadhan, memiliki tiga bentuk yang dapat dilakukan, yakni fidyah senilai satu mud, fidyah senilai dua mud, dan fidyah dengan menyembelih hewan. Badan Amil Zakat Nasional memberikan panduan mengenai orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak membayar utang puasa Ramadhan dan menggantinya dengan membayar fidyah.

1. Orang Sakit Parah

Dalam kategori ini, orang yang mengalami penyakit parah dan tidak memiliki harapan untuk sembuh dianggap tidak wajib menjalankan puasa. Sebagai contoh, seseorang yang menderita penyakit kronis atau mengalami kondisi yang membuatnya tidak mampu untuk berpuasa, seperti pasien yang menjalani perawatan intensif. Orang yang termasuk dalam kategori ini hanya diwajibkan untuk membayar fidyah.

2. Lansia

Lansia, atau orang yang sudah menginjak usia tua, juga masuk ke dalam kategori yang diizinkan untuk tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah. Hal ini karena pada usia lanjut, kesehatan seseorang mungkin tidak lagi memungkinkan untuk menjalankan puasa tanpa menimbulkan kesulitan yang berlebihan.

3. Wanita Hamil dan Menyusui

Seorang ibu yang sedang hamil atau menyusui memiliki kebebasan untuk tidak menjalankan puasa. Dalam kategori ini, terdapat dua hukum yang dapat diterapkan:

  • Jika ibu tersebut mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau bayi/janin yang dikandungnya, maka dia tidak wajib membayar fidyah.
  • Jika hanya khawatir keselamatan bayi/janinnya, maka wajib membayar fidyah.

4. Orang yang Sudah Meninggal Dunia

Dalam kasus seseorang yang meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa Ramadhan, terdapat dua skenario menurut fiqih imam Syafi'I:

  • Orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, seperti sakit yang berlanjut hingga meninggal, maka tidak wajib membayar fidyah.
  • Jika seseorang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun memiliki kesempatan untuk mengqadha puasa, maka diwajibkan membayar fidyah.

Dengan demikian, pengertian tentang siapa yang diperbolehkan tidak membayar utang puasa Ramadhan memberikan ruang untuk pengakuan kondisi individu yang beragam di kalangan umat Islam, memperhitungkan kesehatan dan situasi khusus yang mungkin dihadapi oleh masing-masing individu.

Bacaan Niat Bayar Fidyah

Ilustrasi Islami, muslimah, berdoa
Ilustrasi Islami, muslimah, berdoa. (Foto oleh Pavel Danilyuk: https://www.pexels.com/id-id/foto/kedudukan-muda-kedalaman-lapangan-berdoa-8422438/)

Proses membayar fidyah tidak hanya melibatkan aspek materi, tetapi juga melibatkan dimensi spiritual berupa niat yang tulus dan doa. Niat adalah bagian penting dari pelaksanaan fidyah, dan membacanya dengan penuh kesungguhan hati merupakan kunci dalam meraih berkah dari Allah SWT. Berikut adalah niat-niat fidyah yang dapat disesuaikan dengan kondisi yang menyebabkan seseorang tidak dapat berpuasa:

1. Niat Fidyah Jika Sakit atau Tua Renta:

"نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى"

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata liifthari shaumi ramadhana fardhan lillahi ta'ala

Artinya: "Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardhu karena Allah SWT."

2. Niat Fidyah untuk Ibu Hamil dan Menyusui:

"نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى"

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata an ifthari shaumi ramadhana lilkhaufi ala waladii fadrhan lillahi ta'ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadan karena khawatir keselamatan anakku, fardhu karena Allah.”

3. Niat Fidyah Puasa sebagai Ahli Waris yang Sudah Meninggal:

"نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى"

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal ‘anshaumi ramadhani fulaanibni fulaaninfardha lillahi ta’aala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama orang yang hendak difidyahi), fardhu karena Allah”.

4. Niat Fidyah Jika Terlambat Mengqadha Puasa Ramadan:

"نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى"

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata an takhiri qadhai shaumi ramadhana fardhan lillahi ta'ala

Artinya: "Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadan, fardhu karena Allah SWT".

Setelah membaca niat dengan sungguh-sungguh, penting juga menerima bukti tanda pelunasan fidyah. Selanjutnya, penerima fidyah dapat membacakan doa agar fidyah yang telah dibayarkan diterima oleh Allah SWT, menjadi berkah, dan memberikan kemudahan dalam menjalani ibadah-ibadah lainnya.

 

 

Perhitungan Fidyah

Fidyah, sebagai bentuk denda yang harus dibayar karena meninggalkan ibadah puasa akibat kondisi kesehatan tertentu, memberikan kelonggaran kepada umat Islam yang tidak mampu menjalankan puasa. Perhitungan fidyah dilakukan dengan memperhitungkan porsi 'makan sempurna' yang digunakan sebagai pengganti satu hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah dapat diberikan dalam bentuk bahan makanan pokok dengan ukuran tertentu, mirip dengan perhitungan zakat fitrah.

Sama seperti zakat fitrah, besaran fidyah dapat diukur dengan memberikan bahan pokok sebanyak 1 mud, setara dengan 675 gram atau 0,75 kg. Penggunaan porsi 'makan sempurna' ini mencerminkan konsep memberikan sesuatu yang cukup untuk menyediakan hidangan yang memadai bagi seseorang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, ketika seseorang meninggalkan puasa selama beberapa hari karena alasan tertentu, perhitungan fidyah dapat dijalankan untuk menggantinya.

Rumus perhitungan fidyah yang umum digunakan adalah 675 gram beras, sesuai dengan satu mud, dikalikan dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Dengan menggunakan rumus ini, umat Islam dapat dengan mudah menghitung besaran fidyah yang harus dibayarkan sebagai kompensasi atas hari-hari puasa yang tidak dapat mereka jalankan. Hal ini memberikan keseimbangan antara pelaksanaan ibadah dan memahami kondisi kesehatan atau situasi khusus yang mungkin dihadapi oleh sebagian umat Islam dalam melaksanakan kewajiban agama mereka.

Cara Membayar Fidyah

Proses membayar fidyah dalam bentuk uang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas, memungkinkan umat Islam untuk memberikan kontribusi finansial sebagai ganti hari-hari puasa yang tidak dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, penting untuk mengikuti pedoman yang berlaku di wilayah setempat, seperti yang ditetapkan oleh Baznas atau lembaga amil zakat yang memiliki wewenang.

1. Hitung Puasa yang Ditinggalkan:

Sebelum memulai proses pembayaran fidyah, langkah pertama adalah menghitung jumlah hari puasa yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan. Melalui perhitungan ini, seseorang dapat dengan jelas mengetahui berapa jumlah fidyah yang perlu dibayarkan.

2. Siapkan Dana dan Bayar Fidyah:

Setelah mengetahui jumlah fidyah yang harus dibayarkan, langkah selanjutnya adalah menyiapkan dana yang sesuai. Nilai fidyah bisa disesuaikan dengan kebiasaan makan seseorang atau mengacu pada ketentuan yang berlaku di wilayah setempat, seperti peraturan Baznas. Misalnya, jika di wilayah tertentu nilai fidyah per hari per jiwa ditetapkan sebesar Rp60.000, maka seseorang dapat menghitung total fidyah berdasarkan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

3. Tunaikan Fidyah untuk yang Membutuhkan:

Fidyah yang telah disiapkan dapat disalurkan kepada fakir miskin sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan. Pemberian fidyah dapat dilakukan secara individual, misalnya dengan memberikan satu hari fidyah untuk satu fakir miskin, atau secara kolektif untuk beberapa orang miskin sekaligus. Sebagai contoh, jika seseorang meninggalkan puasa selama 10 hari, fidyah yang dibayarkan bisa menjadi sumbangan untuk 10 orang fakir miskin.

4. Baca Niat Fidyah:

Sebelum membayar fidyah, membaca niat dengan tulus adalah langkah penting. Niat ini mencerminkan kesungguhan hati seseorang dalam memberikan fidyah sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Niat dibaca dengan penuh kekhusyukan, dan bisa disesuaikan dengan alasan mengapa seseorang tidak dapat menjalankan puasa.

Proses membayar fidyah dengan uang, ketika dijalankan dengan itikad baik dan niat yang tulus, menjadi bagian penting dari praktek keagamaan dalam Islam. Selain memberikan kontribusi finansial kepada yang membutuhkan, hal ini juga menggambarkan pemahaman akan keseimbangan antara pelaksanaan ibadah dan situasi khusus yang mungkin dihadapi oleh sebagian umat Islam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya