Keduk Beji, Ritual Pembersihan Sumber Mata Air ala Masyarakat Desa Tawun

Tradisi keduk beji kemudian dilaksanakan sebagai salah satu cara mengenang peristiwa tersebut sekaligus bentuk penghargaan atas pengorbanan Raden Ludrojoyo.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 21 Apr 2025, 03:00 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2025, 03:00 WIB
Ilustrasi dupa. (Freestockcenter/Freepik)
Ilustrasi dupa. (Freestockcenter/Freepik)... Selengkapnya

Liputan6.com, Ngawi - Keduk beji merupakan salah satu rangkaian prosesi adat yang dilakukan juru kunci warga setempat Desa Tawun, Ngawi, Jawa Timur. Prosesi ini berupa pembersihan Sendang Tawun dengan cara 'nyilem' ke dalam mata air dengan membawa sesaji.

Mengutip dari laman Visit Jatim, Sendang Beji dipercaya sebagai tempat yang sakral. Sumber air dari sendang ini digunakan untuk memasok air ke kolam renang di area wisata Tawun serta mengairi lahan pertanian penduduk.

Tak jauh dari Sendang Beji terdapat makam leluhur dari Desa Tawun, oleh karena itu Sendang Beji juga kerap disebut dengan Sendang Tawun. Masyarakat meyakini bahwa Sendang Tawun memiliki kekuatan mistis yang kuat, sehingga dianggap keramat.

Atas alasan itu pula, masyarakat setempat menggelar penghormatan khusus untuk mencegah berbagai mara bahaya. Penghormatan tersebut dilakukan melalui prosesi keduk beji.

Keduk beji dimulai dengan kegiatan pengedukan atau pembersihan sendang dan dilanjutkan dengan penyilepan. Juru kunci akan nyilem atau menyelam ke dalam sendang dan meletakkan kendi di dasar sendang.

Bersamaan dengan itu, juru kunci juga akan mengambil kendi yang telah diletakkan setahun sebelumnya. Sebagai penutup ritual, digelar pertunjukan tari kecetan dan kenduri atau selamatan.

Latar belakang ritual ini konon juga didasari kisah legenda abad ke-15 di daerah Padas (sekarang dikenal sebagai Kasreman). Saat itu, seorang pengembara bernama Ki Ageng Metawun menemukan sebuah sendang.

 

Dua Putra

Ki Ageng Metawun memiliki dua putra, yaitu Seconegoro yang menjadi senopati Mataram dan Ludrojoyo yang tinggal di desa. Raden Ludrojoyo peduli dengan nasib petani yang kesulitan air karena sendang berada di lokasi yang lebih rendah.

Pada suatu Kamis Kliwon, Raden Ludrojoyo pun melakukan tapa matirto, yakni bertapa dengan merendam diri ke dalam air atau topo kungkum di sendang. Ketika cahaya bulan tertutup awan tebal pada malam hari, terdengar suara ledakan yang sangat keras.

Warga yang tinggal di sekitar desa pun segera berkerumun menuju sumber ledakan yang diduga berasal dari Sendang Beji. Raden Ludrojoyo pun menghilang.

Sementara itu, lokasi sendang tiba-tiba berpindah dari tempat asalnya ke sebelah utara yang lebih tinggi dari sawah penduduk. Sayangnya, Raden Ludrojoyo tetap tidak ditemukan meski air sendang telah dikuras habis.

Tradisi keduk beji kemudian dilaksanakan sebagai salah satu cara mengenang peristiwa tersebut sekaligus bentuk penghargaan atas pengorbanan Raden Ludrojoyo. Bersamaan dengan waktu tapa matirto Raden Ludrojoyo, prosesi keduk beji juga dilakukan setiap Kamis Kliwon. Tradisi ini umumnya berlangsung selama lima hari, mulai Kamis Kliwon hingga Selasa Kliwon. Ritual keduk beji di Desa Tawun sekaligus menjadi tradisi yang menyatukan masyarakat setempat yang terus dilestarikan.

Penulis: Resla

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya