Sejarah Demokrasi Bermula dari Yunani Kuno, Ketahui Ciri-Ciri dan Contoh Penerapannya

Sejarah demokrasi mencerminkan sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan masyarakat atau rakyat.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 01 Mar 2024, 14:55 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2024, 14:55 WIB
Demokrasi
Ilustrasi Demokrasi Credit: pexels.com/Alena

Liputan6.com, Jakarta Sejarah demokrasi bermula dari Yunani kuno, di mana penduduk kota Athena menciptakan sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat atau rakyat sebagai penguasa. Konsep ini dilakukan dengan membangun lembaga legislatif yang terdiri dari warga negara yang dipilih secara acak, untuk memutuskan keputusan-keputusan penting.

Sejarah demokrasi ini memiliki prinsip utama yaitu kedaulatan berada di tangan masyarakat atau rakyat, serta memiliki hak suara untuk menentukan arah negara dan mengambil keputusan politik. Dalam demokrasi, kebebasan, persamaan, hak asasi manusia, akuntabilitas dan partisipasi politik sangat penting. Karena hal ini akan menciptakan masyarakat yang adil, bebas dan berkeadilan.

Dalam sistem demokrasi yang kian modern, masyarakat berhak untuk memilih wakil-wakil mereka dalam proses pemilihan umum. Para wakil ini kemudian akan menjadi bagian dari pemerintahan yang bertugas, mewakili kepentingan rakyat dalam pengambilan keputusan politik.

Oleh sebab itu, setiap warga negara memiliki hak yang sama dan terjamin untuk menyampaikan suara mereka, tanpa takut akan adanya represi atau hukuman. Berikut ini sejarah demokrasi dan contoh dalam kehidupan sehari-hari yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (1/3/2024). 

Sejarah Demokrasi Secara Singkat di Indonesia dan Dunia

Ciri-Ciri Demokrasi
Ilustrasi Demokrasi Credit: pexels.com/Artem

Gagasan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang melibatkan partisipasi langsung rakyat, dalam pengambilan keputusan memiliki akar sejarah yang kaya, bermula dari kebudayaan Yunani kuno. Konsep ini menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang memengaruhi keberlangsungan suatu negara, harus dibicarakan dan ditentukan langsung melalui keterlibatan rakyat. Pada periode sejarah yang menarik, khususnya antara tahun 1829 hingga 1877 di Amerika Serikat, Walter A. McDougall merinci pergolakan demokrasi dalam bukunya yang berjudul "Throes of Democracy". Buku ini mengungkapkan dinamika dan perubahan dalam sistem pemerintahan, yang memperlihatkan betapa melibatkan rakyat secara langsung menjadi elemen kunci dalam pembentukan kebijakan.

Sejarah demokrasi kembali ke Athena pada abad ke-6 SM, di mana Cleisthenes menjadi arsitek penerapan demokrasi langsung. Ia dikenal sebagai bapak demokrasi Athena karena kontribusinya dalam membangun fondasi demokrasi. Pada masa tersebut, dua ciri utama demokrasi Athena adalah pemilihan acak warga untuk jabatan administratif dan yudisial, serta majelis legislatif yang melibatkan partisipasi semua warga Athena. Dalam konteks ini, semua warga memiliki hak untuk berbicara dan memberikan suara dalam majelis, menciptakan kontrol langsung dari rakyat terhadap proses politik. Meskipun era demokrasi langsung di Athena tidak berlanjut hingga zaman modern, pengaruhnya tetap menciptakan landasan bagi gagasan demokrasi. Pada abad pertengahan di Eropa Barat, sistem pemilihan tetap bertahan, terutama tercermin dalam dokumen seperti Magna Carta di Inggris pada abad ke-13. Magna Carta menunjukkan pembatasan kekuasaan raja dan perlindungan terhadap hak-hak tertentu rakyat. 

Seiring berjalannya waktu, konsep demokrasi terus berkembang dan mengalami variasi di berbagai belahan dunia, tetapi akar-akarnya yang dalam dalam partisipasi rakyat dan pengaruh langsung mereka tetap menjadi elemen penting dalam evolusi sistem pemerintahan salah satu di Indonesia. Sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia mencerminkan dinamika yang kompleks dan mengalami evolusi yang sangat dinamis. Pada fase awal kemerdekaan, Indonesia secara resmi menjadi negara merdeka dan menerapkan sistem demokrasi parlementer. Periode ini berlangsung hingga tahun 1959. Periode selanjutnya menyaksikan perubahan menuju sistem demokrasi terpimpin, yang berlangsung hingga tahun 1965. Sistem ini mencerminkan transformasi dalam tata kelola pemerintahan dan partisipasi politik.

Akan tetapi, pada Masa Orde Baru menghadirkan perubahan menuju sistem demokrasi Pancasila yang tetap berlangsung hingga tahun 1998. Periode ini melibatkan pengakuan atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi resmi. Setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada Mei 1998, Indonesia memasuki era reformasi politik yang membuka peluang bagi pengembangan demokrasi yang lebih inklusif. Pada periode ini, negara menerapkan sistem demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif, mencerminkan semangat perubahan dan aspirasi rakyat. Perkembangan demokrasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh sejarah dan pemikiran para tokoh pendiri, seperti Mohammad Hatta dan Soetan Sjahrir. 

Ciri-Ciri Demokrasi

Jenis-jenis Demokrasi
Ilustrasi Jenis Demokrasi Credit: pexels.com/Brett

Demokrasi sebagai sistem pemerintahan, pada intinya, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum dengan mempertimbangkan keinginan dan aspirasi rakyat secara luas. Kehadiran demokrasi membawa konsep bahwa pengambilan kebijakan negara harus mencerminkan suara mayoritas, menjadikan kepuasan rakyat sebagai parameter utama. Sebuah negara dapat dianggap menerapkan sistem demokrasi jika memenuhi serangkaian ciri khas berikut:

1. Suatu negara demokrasi mengakui pentingnya kehadiran perwakilan rakyat dalam pengambilan keputusan. Contohnya, Indonesia memiliki Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang dipilih melalui pemilihan umum. DPR menjadi wadah di mana kekuasaan dan kedaulatan rakyat diwakilkan melalui anggota yang terpilih.

2. Keputusan pemerintah dalam sistem demokrasi didasarkan pada aspirasi dan kepentingan warga negaranya secara keseluruhan, bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan kebijakan yang lebih adil tetapi juga berfungsi sebagai benteng melawan praktek korupsi yang merugikan masyarakat.

3. Prinsip demokrasi tercermin dalam konstitusi yang mencerminkan kehendak, kepentingan, dan kekuasaan rakyat. Nilai-nilai demokratis tercantum dalam undang-undang dan hukum yang berlaku, dan penerapannya harus adil dan merata.

4. Demokrasi aktif melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan. Pemilihan umum yang diadakan secara berkala memungkinkan rakyat memilih perwakilan atau pemimpin yang akan menjalankan tugas pemerintahan. Ini adalah wujud konkret dari partisipasi aktif rakyat dalam pembentukan nasib negara.

5. Partai politik menjadi sarana untuk mewujudkan sistem demokrasi. Partai berperan dalam memilih perwakilan rakyat, yang kemudian menjadi penyalur aspirasi rakyat. Partisipasi partai juga memungkinkan kontrol terhadap kinerja pemerintah; jika terdapat penyimpangan, wakil rakyat dapat mengambil tindakan hukum.

Contoh Demokrasi Dalam Kehidupan Sehari-hari

Ilustrasi demokrasi
Ilustrasi demokrasi. (Photo by Rafli Firmansyah on Unsplash)

Demokrasi, sebagai sistem pemerintahan yang memprioritaskan partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan politik, menciptakan pola interaksi yang mencolok dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami konteks ini, berikut adalah sejumlah contoh bagaimana demokrasi termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan:

1. Pemilihan Umum

Pemilihan umum, sebagai manifestasi langsung dari prinsip demokrasi, memungkinkan warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan pemimpin dan perwakilan mereka. Dalam setiap siklus pemilihan, baik itu untuk presiden, gubernur, walikota, atau anggota parlemen, masyarakat memiliki hak suara untuk menentukan arah dan nilai-nilai yang ingin mereka saksikan dalam kepemimpinan. Ini bukan hanya suatu proses politik, tetapi juga merupakan sebuah wujud nyata dari kekuatan kolektif yang melekat pada demokrasi.

2. Partisipasi dalam Pemerintahan Lokal

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan lokal menciptakan panggung untuk diskusi dan kolaborasi. Melalui pertemuan komunitas, dewan kota, atau dewan desa, individu-individu dapat mengemukakan pandangan mereka tentang kebijakan-kebijakan yang dapat memengaruhi langsung kehidupan mereka. Ini bukan hanya tentang memberikan suara, tetapi juga tentang menciptakan kesadaran kolektif akan kebutuhan dan aspirasi bersama.

3. Kebebasan Berbicara dan Berkumpul

Fondasi demokrasi yang kuat adalah kebebasan individu untuk menyuarakan pandangan mereka secara terbuka. Kebebasan berbicara dan berkumpul, akan menciptakan suasana di mana ide dan gagasan dapat berkembang tanpa rasa takut atau hambatan. Demonstrasi, diskusi terbuka dan keberadaan media independen memberikan platform untuk beragamnya suara masyarakat, memastikan bahwa setiap pendapat diakui dan dihormati.

4. Hak untuk Mengajukan Petisi

Demokrasi memberikan hak kepada warga negara untuk mengajukan petisi sebagai alat untuk mengungkapkan keprihatinan dan aspirasi mereka kepada pemerintah. Proses ini menciptakan saluran komunikasi langsung antara pemerintah dan masyarakat, memastikan bahwa suara warga didengar dan dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan.

5. Kerja Sama dalam Pengambilan Keputusan

Prinsip demokrasi dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks, termasuk tempat kerja, organisasi, atau lingkungan keluarga. Melalui diskusi dan pemungutan suara, semua anggota dapat berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Ini bukan hanya tentang memberikan hak suara, tetapi juga menciptakan lingkungan inklusif di mana setiap individu memiliki kontribusi berarti.

6. Kegiatan Kemasyarakatan

Dalam organisasi kemasyarakatan seperti klub, asosiasi sukarela, atau lembaga nirlaba, prinsip demokrasi terus berperan. Anggota memiliki hak untuk berpartisipasi dalam menentukan tujuan dan kebijakan organisasi, menciptakan lingkungan di mana nilai-nilai demokratis tercermin dalam tindakan bersama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya