Liputan6.com, Jakarta Ibadah itikaf merupakan salah satu praktik yang dilakukan umat Islam dalam bulan Ramadan. Ibadah ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keberkahan dan keutamaan di malam-malam terakhir bulan Ramadan.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Makna itikaf memberikan kesempatan kepada umat Islam, untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT, membersihkan hati dan pikiran dari kotoran dunia, serta memperoleh keberkahan dan ampunan Allah di bulan Ramadan. Biasanya, orang yang melaksanakan i'tikaf akan menetap di masjid atau tempat ibadah lainnya, untuk beribadah dan menjauhkan diri dari urusan dunia.
Selain itu, makna itikaf sendiri juga membantu seseorang, untuk memfokuskan pikiran dan hati pada hal-hal yang bersifat rohani. Adapun durasi pelaksanaan i'tikaf tidak terikat pada waktu yang pasti, tetapi umumnya dilaksanakan selama 10 malam terakhir bulan Ramadan.
Selama menjalankan i'tikaf, orang yang melaksanakannya akan fokus dalam beribadah, seperti membaca Al-Quran, berzikir dan beribadah lainnya. Meskipun pelaksanaan i'tikaf lebih sering dilakukan oleh laki-laki, namun perempuan dalam beberapa masjid juga diperbolehkan untuk melaksanakan i'tikaf. Berikut ini makna itikaf dan keutamaannya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (1/4/2024).
Mengenal Tentang Itikaf dan Maknanya
Majelis Tarjih dan Tajdid dalam buku Tuntunan Ramadhan menjelaskan I’tikaf adalah aktifitas berdiam diri di masjid dalam satu tempo tertentu dengan melakukan amalan-amalan (ibadah-ibadah) tertentu untuk mengharapkan ridha Allah.
Ibadah ini termaktub dalam QS. Al Baqarah ayat 187. “…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka jangan kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.”
I’tikaf sangat dianjurkan dilaksanakan setiap waktu di bulan Ramadan, terutama pada sepuluh hari terakhir. Sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw. “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadan.” [Muttafaq ‘Alaih]. Dalam hadis lain disebutkan: “Bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat.” [HR. Muslim].
Makna I'tikaf di Masjid adalah praktik ibadah dalam agama Islam, di mana seseorang menetap di masjid atau tempat ibadah lainnya, untuk beribadah dan menjauhkan diri dari urusan dunia selama khususnya 10 malam terakhir bulan Ramadan. I'tikaf berarti mengisolasi diri untuk beribadah secara intensif, menghilangkan gangguan dan keterikatan dunia yang dapat mengalihkan perhatian dari ibadah kepada Allah.
Mengamalkan I'tikaf memiliki makna spiritual yang sangat dalam. Dalam 10 malam terakhir Ramadan, terutama pada malam Lailatul Qadr, Allah SWT menurunkan rahmat dan ampunan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang beribadah dengan sungguh-sungguh.
Dalam I'tikaf, seorang Muslim berusaha memperbaiki hubungannya dengan Allah melalui berbagai bentuk ibadah seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an, dan berdoa. Selain itu, I'tikaf juga membantu seseorang untuk memfokuskan pikiran dan hati pada hal-hal yang bersifat rohani. Dengan menjauhkan diri dari urusan dunia, seseorang dapat mencapai ketenangan batin dan kebersihan jiwa. Selama I'tikaf, individu diberikan kesempatan untuk merenungkan hikmah dan makna dalam kehidupan serta meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Advertisement
Keutamaan I’tikaf
1. Menggapai Lailatulqadar
Salah satu keutamaan menjalankan amalan itikaf adalah mendapatkan lailatulqadar yang dipercaya hadir pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Siapa pun yang mengerjakan amal ibadah di saat lailatulqadar, maka akan mendapatkan pahala yang jumlahnya sama dengan ibadah selama seribu bulan.
Ada hadis yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab beliau Bulughul Marom, yaitu hadis no. 699 tentang permasalahan itikaf.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:- أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam biasa beritikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau di wafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beritikaf setelah beliau wafat. (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)
2. Mendapatkan Pahala Setiap Saat
Mendiamkan diri di dalam masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah adalah momen berharga yang dapat memberikan pahala. Selama berada di masjid, terdapat beragam kegiatan ibadah yang dapat dilakukan, seperti mendirikan shalat, membaca Al-Qur'an (tilawah), berzikir, berdoa, bermunajat, berkontemplasi (tadabbur), merenung (tafakur), atau memperdalam ilmu agama.
Bahkan, saat seseorang tertidur di dalam masjid selama beritikaf, ia tetap terus menerima pahala, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki oleh mereka yang tidur di rumah. Hal ini karena tidur di dalam masjid merupakan bagian dari ibadah beritikaf, sehingga setiap momen dihabiskan di sana diisi dengan nilai-nilai spiritual yang mendatangkan berkah dan pahala.
3. Sunnah Rasul
Praktik beritikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan adalah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Bahkan, dalam Ramadan terakhir sebelum wafatnya, Rasulullah sendiri melaksanakan beritikaf selama 20 hari berturut-turut. Tak hanya Rasulullah, istri-istri beliau dan para sahabat Nabi juga mengikuti jejaknya dengan beritikaf selama 10 hari terakhir Ramadan.
Bahkan setelah wafatnya Rasulullah, istri-istri beliau tetap melanjutkan praktik beritikaf pada 10 hari terakhir Ramadan sebagai bentuk penghormatan dan pengamalan atas sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, beritikaf menjadi tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dalam umat Islam sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT dan peneladanan terhadap ajaran Nabi.
Tata Cara Itikaf
Dikutip dari laman Kementerian Agama, berikut adalah tata cara beritikaf yang disarankan:
1. Luruskan niat karena Allah SWT.
2. Merasakan hikmah dari itikaf adalah ia berputus sementara dari segala keduniaan untuk beribadah.3. Seorang yang itikaf tidak keluar dari masjid, kecuali hanya untuk memenuhi hajat yang mesti ia laksanakan.
4. Tetap menjaga amaliyah ibadah pagi dan sore, seperti zikir pagi dan sore, salat sunat dhuha, sunat rawatib, salat qiyamullail, salat sunat wudhu, zikir setelah salat dan juga menjawab adzan.
5. Berupaya sungguh-sungguh untuk dapat bangun sebelum waktu salat dengan waktu yang cukup untuk mempersiapkan salat, sehingga dapat melaksanakan salat lima waktu dengan khusyuk dan tenang, bukan justru malah terlambat, apalagi ia sudah beri’tikaf di masjid.
6. Manfaatkan waktu beritikaf dengan melakukan berbagai amalan sunnah seperti membaca Al-Quran, dzikir, membaca tasbih, tahlil, tahmid, takbir, istighfar, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, mentadaburi Al-Quran, membaca terjemahannya, membaca hadits-hadits Nabi, dan membaca sejarah kehidupan beliau. Jangan biarkan waktu berlalu hanya dengan tidur dan bersenda gurau dengan sesama yang beritikaf.
7. Konsumsi makanan dan minuman secukupnya serta istirahat yang cukup, tujuannya bukan hanya untuk menjaga kebugaran fisik tetapi juga untuk melatih ketenangan dan kekhusyukan hati, serta untuk tidak menyia-nyiakan waktu.
8. Selalu menjaga kebersihan dan kesucian diri serta tempat beritikaf dengan selalu berwudhu. Beritikaf juga merupakan kesempatan untuk saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, sehingga memperkuat ikatan kebersamaan dalam beribadah.
Secara singkat, beritikaf adalah menerapkan sunnah-sunnah dalam kehidupan sehari-hari, dengan harapan dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan lebih baik.
Advertisement