Liputan6.com, Jakarta Waisak atau Hari Raya Trisuci Waisak merupakan salah satu perayaan penting bagi umat Buddha yang dirayakan setiap tahun pada purnama bulan Waisak. Pada tahun ini, Hari Raya Waisak 2568 BE jatuh pada Kamis, 23 Mei 2024. Nama "Waisak" berasal dari kata Vaisakha dalam bahasa Sansekerta dan Vesakha dalam bahasa Pali, yang merujuk pada nama bulan dalam kalender Buddhis. Meskipun dalam kalender Masehi, Waisak umumnya jatuh pada akhir April, Mei, atau awal Juni.
Baca Juga
Advertisement
Perayaan Hari Raya Waisak memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama. Kisah hidup Buddha Gautama mengajarkan pentingnya perjuangan dan kesadaran. Umat Buddha yang merayakan Waisak dengan penuh kesadaran mampu memahami makna sejati dari perayaan ini, yaitu dengan menghormati Buddha melalui pelaksanaan dhamma dalam kehidupan sehari-hari, dalam praktik keagamaan, serta dalam konteks sosial, budaya, dan politik
Selama Hari Raya Waisak, umat Buddha melakukan berbagai kegiatan, seperti membersihkan vihara, ziarah ke makam leluhur, dan membersihkan makam pahlawan. Pada saat bulan purnama, mereka melaksanakan puja sebagai bagian dari perayaan ini. Selain itu, ada juga kegiatan lomba dan pertunjukan seni untuk meriahkan perayaan Waisak. Berikut fakta-fakta tentang Hari Raya Waisak yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (22/5/2024).
1. Detik-detik Waisak Hanya Diperingati di Indonesia
Fakta pertama tentang Hari Raya Waisak adalah bahwa detik-detik Waisak hanya diperingati di Indonesia. Tradisi ini berkaitan erat dengan sistem penanggalan dan penghitungan waktu yang digunakan oleh umat Buddha di Indonesia. Umat Buddha di luar Indonesia umumnya menggunakan sistem pergantian hari secara masehi, sehingga begitu pergantian hari terjadi, maka itu sudah dianggap sebagai purnama Waisak bagi mereka.
Namun di Indonesia, tradisi Waisak sangat dipengaruhi oleh tradisi purnama di Bali. Hal ini membuat umat Buddha di Indonesia menjadi sangat detil dalam menentukan detik-detik Waisak. Mereka tidak hanya memperhatikan hitungan jam atau menit, tetapi juga detik.
Dalam buku "Hari-hari Besar Agama Buddha" karya Herman S. Endro, dijelaskan bahwa perayaan Waisak di Indonesia mengalami variasi waktu detik-detiknya setiap tahun. Pada tahun-tahun tertentu, detik-detik Waisak jatuh pada waktu yang berbeda. Misalnya, pada tahun 2016, detik-detik Waisak jatuh pada pukul 04.04.06 WIB, sementara pada tahun 2017, jatuh pada pukul 04.42.09 WIB, dan pada tahun tertentu lainnya, seperti tahun ini, detik-detik Waisak jatuh pada pukul 21.19.13 WIB.
Hal ini menunjukkan betapa cermatnya umat Buddha di Indonesia dalam memperingati perayaan Waisak dengan memperhatikan bahkan detik-detiknya. Tradisi ini memberikan kesan yang mendalam dalam perayaan agama Buddha di Indonesia dan menunjukkan kekayaan budaya serta kepedulian yang tinggi terhadap detail-detail keagamaan.
2. Memuat Tiga Peristiwa Penting
Hari Raya Waisak mengandung makna yang mendalam karena memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama. Pertama, perayaan ini mengenang lahirnya Pangeran Siddharta di tahun 623 SM. Ini adalah awal dari perjalanan spiritualnya yang luar biasa.
Kedua, peristiwa yang tak kalah penting adalah saat Pangeran Siddharta mencapai penerangan sempurna dan menjadi Buddha pada tahun 588 SM. Saat itulah, melalui meditasi yang mendalam, Siddharta Gautama melihat empat kondisi kehidupan yang menginspirasi pemahamannya tentang anicca (ketidak-kekal-an) dan penderitaan dalam kehidupan. Inilah titik balik di mana ia meninggalkan kenikmatan duniawi dan memulai perjalanan spiritualnya menuju penerangan.
Peristiwa ketiga yang diperingati adalah wafatnya Sang Buddha pada tahun 543 SM, yang dalam ajaran Buddha disebut sebagai Parinibana. Wafatnya Buddha menjadi momen penting dalam sejarah agama Buddha karena dengan meninggalkan dunia ini, ia mengajarkan pentingnya menghadapi kematian dengan ketenangan dan kebijaksanaan.
Dengan memperingati tiga peristiwa penting ini, Hari Raya Waisak tidak hanya menjadi waktu untuk merayakan, tetapi juga untuk merenungkan ajaran Buddha dan mengambil inspirasi dari perjalanan spiritualnya yang penuh makna. Itulah sebabnya perayaan ini begitu dihormati dan dihayati oleh umat Buddha di seluruh dunia.
Advertisement
3. Waktu Perayaan Waisak Berbeda-beda
Perayaan Hari Raya Waisak di sebagian besar negara, perayaan ini sering bertepatan dengan bulan Mei dalam kalender Gregorian. Namun, tanggal pastinya bervariasi tergantung pada kalender yang digunakan di masing-masing negara.Â
Negara-negara seperti Cina, India, dan lainnya menggunakan kalender tradisional mereka sendiri, yang dapat memengaruhi tanggal perayaan Waisak. Selain itu, perayaan bulan purnama setempat juga menjadi pertimbangan dalam menentukan tanggal perayaan. Misalnya, jika ada dua bulan purnama dalam satu bulan, beberapa negara akan merayakan Waisak pada bulan purnama pertama, sementara yang lain merayakannya pada bulan purnama kedua. Sedangkan, perayaan Waisak di Taiwan di laksanakan pada hari Minggu di bulan Mei.Â
Ini menunjukkan variasi dan fleksibilitas dalam penentuan tanggal perayaan sesuai dengan tradisi lokal masing-masing. Selain itu, perlu dicatat bahwa pada tahun kabisat, Waisak sering terjadi pada bulan Juni karena penyesuaian kalender. Hal ini menunjukkan dinamika dan adaptasi dalam perayaan agama Buddha terhadap perubahan-perubahan waktu dan kalender.
4. Menjadi Hari Libur Nasional di Indonesia pada Tahun 1983
Sebelum tahun 1983, perayaan Hari Raya Waisak tidak dijadikan sebagai hari libur nasional di Indonesia. Baru pada tahun tersebut, Hari Raya Waisak resmi menjadi tanggal merah yang dihormati secara nasional. Penetapan Hari Raya Waisak sebagai hari libur nasional dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 19 Januari 1983 dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1983.Â
Dalam keputusan tersebut, Hari Raya Waisak dan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional yang dihormati secara luas di Indonesia. Perubahan ini tidak hanya mempengaruhi Hari Raya Waisak, tetapi juga mengubah keputusan sebelumnya, yaitu Keputusan Presiden No. 251 Tahun 1967 dan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1971. Keputusan ini menunjukkan pengakuan yang lebih luas terhadap pentingnya perayaan agama Buddha di Indonesia dan mengakui kontribusi agama-agama lain dalam keragaman budaya dan kepercayaan di negara ini.
5. Tradisi Waisak
Tradisi Waisak adalah perayaan yang penuh dengan simbolisme dan makna mendalam bagi umat Buddha. Berikut beberapa tradisi khas yang dilakukan selama Hari Raya Waisak.
Mengunjungi Kuil Buddha
Mengunjungi kuil adalah salah satu aktivitas utama selama perayaan Waisak. Umat Buddha pergi ke kuil untuk bermeditasi, berdoa, dan melakukan upacara keagamaan. Kunjungan ini merupakan bentuk penghormatan kepada Sang Buddha dan refleksi atas ajaran-ajarannya.
Persembahan
Umat Buddha membuat persembahan bunga, uang, dan dupa di kuil-kuil. Bunga melambangkan keindahan dan kesementaraan, dupa melambangkan kesucian dan pemurnian, sedangkan uang sebagai simbol kemurahan hati dan kebajikan. Persembahan ini adalah ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada Sang Buddha serta para bhikkhu.
Membaca dan Belajar tentang Kehidupan Buddha
Selama Waisak, umat Buddha sering membaca kitab suci dan cerita tentang kehidupan Buddha. Ini termasuk kelahiran, pencerahan, dan parinibbana (wafat) Buddha Gautama. Kegiatan ini membantu umat untuk memahami lebih dalam ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Parade dan Pertunjukan Seni
Parade dan pertunjukan seni adalah bagian dari perayaan Waisak di banyak tempat. Parade biasanya menampilkan patung-patung Buddha yang dihias indah dan diarak melalui jalan-jalan. Pertunjukan seni seperti teater atau wayang kulit menceritakan kisah-kisah dari kehidupan Buddha dan ajaran-ajarannya.
Meditasi Mendalam
Meditasi merupakan praktik penting selama Waisak. Umat Buddha melakukan meditasi untuk mencapai ketenangan batin dan pemahaman yang lebih mendalam tentang diri dan ajaran Buddha. Meditasi membantu dalam mengembangkan kesadaran dan kebijaksanaan.
Kontribusi Amal
Memberikan sumbangan kepada yang membutuhkan adalah praktik umum selama Waisak. Ini mencerminkan ajaran Buddha tentang kemurahan hati dan kebajikan. Umat Buddha memberikan sumbangan dalam bentuk uang, makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya kepada orang miskin dan panti asuhan.
Menggantung Lentera
Menggantung lentera berwarna cerah adalah tradisi yang melambangkan pencerahan dan kebijaksanaan Buddha. Lentera ini digantung di kuil, rumah, dan tempat umum lainnya. Beberapa lentera dilepaskan ke langit atau dihanyutkan di sungai sebagai simbol penyebaran cahaya pengetahuan.
Memandikan Patung Bayi Buddha
Ritual memandikan patung bayi Buddha dengan air wangi, teh, atau susu adalah tradisi penting. Ini melambangkan penyucian diri dan penghormatan kepada Buddha. Umat Buddha melihat ritual ini sebagai cara untuk memperbaharui komitmen mereka terhadap ajaran Buddha dan memohon keberuntungan serta kebahagiaan.
Mengibarkan Bendera Buddha
Selama perayaan Waisak, bendera Buddha dengan enam pita vertikal berkibar di mana-mana. Enam pita ini mewakili enam aura yang memancar dari Sang Buddha setelah mencapai pencerahan. Warna-warna pada bendera melambangkan sifat-sifat mulia dan kebenaran ajaran Buddha.Melalui beragam tradisi ini, umat Buddha merayakan perayaan Waisak dengan penuh kesadaran, penghormatan, dan dedikasi untuk mengikuti ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi-tradisi ini tidak hanya memperkaya perayaan, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam bagi umat Buddha.
Advertisement
6. Kesepakatan Sri Lanka 1950
Kesepakatan yang dibuat di Kolombo, Sri Lanka pada tahun 1950 melalui World Fellowship of Buddhists (WFB) memiliki dampak besar terhadap perayaan Waisak dan praktik keagamaan umat Buddha secara global. Sebelum kesepakatan ini, setiap aliran dalam Buddha, seperti Theravada dan Mahayana, merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Buddha dalam waktu yang berbeda-beda.
Misalnya, aliran Mahayana Tiongkok memperingati kelahiran Bodhisattva Sakyamuni pada hari ke-8 bulan keempat penanggalan Tiongkok, Pencerahan Buddha Sakyamuni pada hari ke-8 bulan keduabelas, dan Parinirvana Sang Buddha pada hari ke-15 bulan kedua. Namun, setelah pertemuan di Kolombo pada tahun 1950, tradisi ini berubah secara signifikan.
Dalam pertemuan tersebut, WFB bersama delegasi Buddha dari berbagai negara di Asia, Eropa, dan bahkan Amerika Utara, termasuk Hawaii, sepakat untuk menyatukan perayaan tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha menjadi satu hari yang disebut Waisak. Keputusan ini membuat mayoritas umat Buddha di seluruh dunia, meskipun tidak semua, merayakan tiga peristiwa penting tersebut dalam satu perayaan yang sama pada hari Waisak.
Kesepakatan ini mencerminkan semangat kolaborasi dan persatuan antara berbagai aliran Buddha dan komunitas Buddha di seluruh dunia. Hal ini juga menunjukkan evolusi dan adaptasi dalam praktik keagamaan Buddha untuk menciptakan kesatuan dalam perayaan-perayaan agama yang penting bagi umat Buddha.
7. Nama Perayaan Waisak
Perayaan Waisak memiliki berbagai nama di seluruh dunia karena pengaruh keragaman dan tradisi dalam agama Buddha yang tersebar luas. Nama Vesak berasal dari bahasa Pali "Wesakha," yang terkait dengan "Waishakha" dalam bahasa Sanskerta. Di banyak negara seperti Malaysia, Singapura, Kamboja, Thailand, dan Nepal, perayaan ini dikenal dengan varian dari kata Vaisakha, yakni Vesak atau Wesak. Nama ini digunakan untuk merujuk pada perayaan Tri Suci Waisak yang mencakup kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Buddha Gautama.
Berikut nama-nama lain Hari Raya Waisak di berbagai negara.
- Sri Lanka, India, dan Bangladesh menyebutnya Buddha Jayanti. Nama ini secara harfiah berarti "Hari Lahir Buddha," yang menekankan pada kelahiran Buddha.
- Jepang menyebutnya Hanamatsuri. Kata ini berarti "Festival Bunga," yang diadakan pada tanggal 8 April untuk memperingati kelahiran Buddha.
- Korea menyebutnya Seokka Tanshin-il. Nama ini digunakan untuk memperingati kelahiran Buddha pada tanggal 8 April dalam kalender lunar Korea.
- Tiongkok menyebutnya Fodan. Perayaan ini juga dikenal sebagai "Hari Buddha," yang diadakan pada hari ke-8 bulan ke-4 dalam kalender lunar Tiongkok.
- Vietnam menyebutnya Phat Dan. Nama ini merujuk pada kelahiran Buddha dan dirayakan dengan berbagai upacara keagamaan dan budaya.
Perbedaan nama perayaan ini menunjukkan bagaimana tradisi Buddha telah beradaptasi dan berkembang sesuai dengan konteks budaya dan bahasa lokal. Meskipun namanya berbeda-beda, esensi perayaan Waisak tetap sama, yaitu memperingati dan menghormati kehidupan dan ajaran Buddha Gautama.