Sepertiga Kambing Berapa Kg? Simak Tata Cara Pembagiannya Sesuai Tuntunan Islam

Sepertiga kambing adalah pertanyaan yang sering muncul di masyarakat ketika menjelang Idul Adha.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 18 Jun 2024, 11:40 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 11:40 WIB
Kambing Kurban
Ilustrasi kambing kurban (sumber : pertanian.tv)

Liputan6.com, Jakarta Sepertiga kambing atau daging kurban berapa kg? Hal ini menjadi pertanyaan yang sering muncul di masyarakat ketika menjelang Idul Adha. Menurut ketentuan yang berlaku, jika seekor kambing menghasilkan 60 kg setelah melalui proses pemotongan, maka sepertiga bagiannya setara dengan 20 kg. 

Dalam prakteknya, pemotongan hewan kurban harus dilakukan dengan cermat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah proses pemotongan selesai, daging kurban akan diolah menjadi bagian-bagian yang siap dikonsumsi. Salah satu bagian yang biasanya menjadi perhatian banyak orang adalah sepertiga daging kurban.

Sepertiga kambing yang beratnya sekitar 20 kg, biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Bagian ini dapat digunakan untuk masakan sehari-hari, di antaranya membuat sate, tongseng dan olahan lainnya. Selain itu, daging kurban juga dapat dijadikan oleh-oleh untuk keluarga, saudara, tetangga, atau bagi mereka yang tidak mampu berkurban.

Pembagian daging kurban ini bukan hanya sebagai kewajiban bagi umat Muslim, tapi juga sebagai bentuk kepedulian sosial kepada sesama yang membutuhkan. Melalui pembagian daging kurban, kita dapat membantu masyarakat yang kurang mampu dan memberikan kebahagiaan kepada mereka. Berikut ini pembagian sepertiga kambing atau daging kurban yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (18/6/2024). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ketentuan Pembagian Daging Kurban

Daging Kambing
Ilustrasi Daging Kambing Credit: pexels.com/Jane

Para ulama membagi ibadah kurban menjadi dua kategori berdasarkan hukumnya yaitu wajib dan sunnah. Ibadah kurban menjadi wajib apabila dinazarkan, sedangkan jika tidak dinazarkan hukumnya menjadi sunnah. Kedua kategori ini memiliki implikasi pada pembagian daging kurban. seseorang yang berkurban karena nazar tidak diperbolehkan mengambil sedikit pun dari daging kurban tersebut. Sebaliknya, bagi mereka yang berkurban tanpa nazar, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi sepertiga dari daging kurban dengan tujuan untuk mendapatkan berkah.

Pembagian daging kurban sebaiknya segera dilakukan setelah proses penyembelihan selesai. Daging tersebut dapat dibagikan dalam bentuk daging segar, atau setelah dimasak terlebih dahulu, tergantung situasi dan kebutuhan. Pembagian daging kurban tidak harus dilakukan tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah. Proses ini dapat berlangsung hingga hari tasyrik, yaitu tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha.

Penting untuk memastikan bahwa pembagian daging kurban yang dilakukan selama hari tasyrik benar-benar sampai kepada para mustahik yang berhak menerimanya. Pastikan proses distribusi berjalan dengan baik, agar daging kurban dapat memberikan manfaat maksimal kepada yang membutuhkan. Hukum dari berkurban adalah sunah muakkad artinya adalah hanya dianjurkan bagi yang mampu melaksanakannya serta baligh dan berakal. Bagi umat Islam, ibadah kurban sangatlah dianjurkan untuk dilaksanakan. Tujuan dari pelaksanaannya tentu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sesuai dalam firman-Nya Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk melakukan ibadah qurban. Terdapat di dalam Al-Qur’an surah Al-Kautsar ayat 2, 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

Artinya: “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurban-lah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”


Cara Menghitung Pembagian Daging

Membuang Bagian Lemak
Ilustrasi Daging Kambing Credit: pexels.com/Mark

Panitia kurban memiliki tanggung jawab besar, dalam memastikan bahwa daging kurban didistribusikan dengan adil dan tepat kepada para mustahik. Salah satu langkah krusial dalam proses ini adalah menghitung dan memperkirakan jumlah daging yang dapat diperoleh dari setiap hewan kurban. Perhitungan ini penting untuk menyesuaikan jumlah hewan yang tersedia dengan jumlah mustahik yang akan menerima daging kurban.

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) memberikan panduan, tentang cara menghitung daging kurban berdasarkan berat hewan kurban. Misalnya, jika kita memiliki satu ekor sapi dengan berat hidup 350 kg, maka berat karkasnya diperkirakan sekitar 50 persen dari berat hidupnya, yaitu sekitar 175 kg. Dari berat karkas ini, berat daging yang bisa diperoleh adalah sekitar 70 persen, yang berarti kita akan mendapatkan sekitar 122.5 kg daging dari sapi tersebut.

Selain daging, sapi juga memiliki bagian lain yang dapat dimanfaatkan. Jeroan, misalnya, biasanya sekitar 10 persen dari berat karkas atau sekitar 17.5 kg untuk sapi dengan berat karkas 175 kg. Kaki sapi, yang memiliki daging yang bisa dimanfaatkan, rata-rata memiliki berat sekitar 4.5 kg per kaki. Kepala sapi, yang juga sering dimanfaatkan, memiliki berat sekitar 4 persen dari berat hidup sapi, atau sekitar 14 kg. Ekor sapi memiliki berat sekitar 0.7 persen dari berat hidup yang berarti sekitar 2.45 kg.

Jika kita menjumlahkan semua komponen ini, dari satu ekor sapi dengan berat hidup 350 kg, total berat daging dan jeroan yang dapat diperoleh adalah sekitar 161.95 kg. Angka ini memberikan gambaran total potensi distribusi daging yang dapat dilakukan oleh panitia kurban kepada para mustahik. Adapun besaran sepertiga kilogram yang dimaksud adalah mengacu pada berat total daging kurban itu sendiri. Apabila seekor kambing menghasilkan 30 kg setelah melalui proses pemotongan, maka sepertiga bagiannya setara dengan 10 kg.

Rasulullah SAW telah menyampaikan hal ini dalam sebuah hadis.

"Rasulullah SAW memberikan (daging kurban) kepada keluarganya sebanyak sepertiga, untuk para tetangganya yang fakir sebanyak sepertiga, dan untuk orang-orang yang meminta sebanyak sepertiga," (HR. Abu Musa al-Ashfahani)

 

 


Pembagian Daging Kurban Menurut Kaidah Umum

Kambing
Ilustrasi virus PMK yang banyak menjangkiti kambing. Credits: pexels.com by Pixabay

 

 

Pembagian daging kurban berdasarkan kaidah umum dilakukan kepada tiga golongan penerima kurban. Setiap golongan memiliki hak atas bagian tertentu dari daging kurban, sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan.

Shohibul Qurban Beserta Keluarganya

Sepertiga bagian dari daging kurban diberikan kepada shohibul qurban (orang yang berkurban) beserta keluarganya. Ini berarti bahwa mereka memiliki hak atas sepertiga dari total daging kurban yang diperoleh. Selain itu, shohibul qurban juga memiliki kebebasan untuk membagikan sepertiga bagian yang mereka terima kepada pihak lain, seperti panitia hewan kurban. Namun, ada aturan penting yang harus diperhatikan: shohibul qurban tidak diperbolehkan menjual bagian kurban mereka, baik dalam bentuk daging, bulu, maupun kulit.

Seluruh bagian dari hewan kurban yang sudah disembelih tidak boleh dijual. Ketentuan ini berlaku baik untuk kurban nazar maupun kurban sunah sebagaimana keterangan berikut ini.

لا يبيع المضحي (من الأضحية) شيئا من لحمها أو شعرها أو جلدها أي يحرم عليه ذلك ولا يصح سواء كانت منذورة أو متطوعا بها)

Artinya : "Orang yang berkurban (tidak boleh menjual daging kurban) sebagian dari daging, bulu, atau kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan tidak sah baik itu ibadah kurban yang dinazarkan (wajib) atau ibadah kurban sunnah." (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207)

Sahabat, Kerabat, dan Tetangga

Sepertiga bagian lainnya dari daging kurban diberikan kepada sahabat, kerabat, dan tetangga shohibul qurban. Menariknya, meskipun sahabat, kerabat dan tetangga tersebut adalah orang yang berkecukupan, mereka tetap berhak menerima sepertiga bagian dari hewan kurban. Pembagian ini mencerminkan nilai kebersamaan dan solidaritas sosial, memastikan bahwa semua orang di sekitar shohibul qurban turut merasakan kebahagiaan dari ibadah kurban.

Fakir Miskin, Yatim, Piatu, dan Dhuafa

Sepertiga terakhir dari daging kurban diberikan kepada fakir miskin, yatim, piatu, dan dhuafa. Kelompok ini adalah mereka yang paling membutuhkan, sehingga pembagian daging kurban kepada mereka merupakan bentuk kepedulian dan empati dari shohibul qurban. Selain sepertiga bagian yang sudah ditetapkan, shohibul qurban juga bisa menambahkan jatah hewan kurban dari bagian mereka sendiri untuk diberikan kepada fakir miskin, yatim, piatu, dan dhuafa. Hal ini dilakukan sebagai wujud solidaritas dan keinginan untuk membantu mereka yang kurang beruntung.

Selain untuk sohibul kurban, daging kurban wajib untuk disedekahkan kepada kaum fakir. Daging harus dibagikan dalam kondisi mentah atau berbentuk daging segar.

ويطعم وجوبا من أضحية التطوع (الفقراء والمساكين) على سبيل التصدق بلحمها نيئا فلا يكفي جعله طعاما مطبوخا ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه والأفضل التصدق بجميعها إلا لقمة أو لقمتين أو لقما

Artinya : "Orang yang berkurban wajib (memberi makan) dari sebagian hewan kurban sunnah (kepada orang fakir dan miskin) dengan jalan penyedekahan dagingnya yang masih segar. Menjadikan dagingnya sebagai makanan yang dimasak dan mengundang orang-orang fakir agar mereka menyantapnya tidak memadai sebagai ibadah kurban. Yang utama adalah menyedekahkan semua daging kurban kecuali sesuap, dua suap, atau beberapa suap," (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 208)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya