Liputan6.com, Gaza - Pesawat tempur Israel menggempur sebuah kawasan permukiman di Gaza utara yang telah porak-poranda akibat perang, Rabu (9/4/2025), menewaskan sedikitnya 23 orang, menurut pejabat kesehatan setempat. Serangan ini menjadi bukti bahwa pertempuran di wilayah Palestina tersebut belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Menurut Rumah Sakit Al-Ahly, jumlah korban tewas mencapai 23 orang, termasuk delapan perempuan dan delapan anak-anak. Data ini dikonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan Gaza.
Advertisement
Baca Juga
Serangan itu menghantam sebuah bangunan empat lantai di lingkungan Shijaiyah, Kota Gaza. Tim penyelamat masih mencari korban di bawah reruntuhan. Kelompok pertahanan sipil yang beroperasi di bawah pemerintahan Hamas mengatakan bahwa bangunan di sekitar lokasi juga ikut rusak akibat serangan tersebut, dikutip dari laman Japan Times, Kamis (10/4/2025).
Advertisement
Militer Israel menyatakan bahwa mereka menargetkan seorang tokoh senior Hamas yang disebut bertanggung jawab atas serangan-serangan dari Shijaiyah. Namun, militer tidak mengungkap identitas tokoh tersebut ataupun rincian lebih lanjut. Israel kerap menyalahkan kematian warga sipil pada Hamas karena dianggap berlindung di kawasan padat penduduk.
Dalam upaya menekan Hamas untuk membebaskan sandera, Israel mengeluarkan perintah evakuasi besar-besaran di sejumlah wilayah Gaza, termasuk Shijaiyah. Israel juga menerapkan blokade total terhadap pasokan makanan, bahan bakar, dan bantuan kemanusiaan. Warga sipil menghadapi kelangkaan kebutuhan pokok akibat situasi ini. Israel bertekad merebut sebagian besar wilayah Gaza dan membangun koridor keamanan baru.
Awal pekan ini, Hamas meluncurkan serangan roket terbesar sejak gencatan senjata runtuh, dengan menembakkan 10 roket ke wilayah selatan Israel.
Perang antara Israel dan Hamas kembali berkobar sejak bulan lalu, setelah gencatan senjata selama delapan minggu berakhir. Gencatan itu sebelumnya membawa jeda sementara dari kekerasan dan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan. Kesepakatan tersebut juga berhasil membebaskan 25 sandera Israel yang masih hidup serta mengembalikan jenazah delapan lainnya, sebagai bagian dari pertukaran dengan ratusan tahanan Palestina.
Hingga kini, berbagai pihak mediator masih berupaya mempertemukan kedua belah pihak untuk menyepakati jeda perang baru, membebaskan sandera, dan membuka jalan menuju akhir konflik. Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan tidak akan menyetujui penghentian perang sampai Hamas dikalahkan. Sementara Hamas menyatakan bahwa mereka hanya akan membebaskan sisa 59 sandera jika perang dihentikan terlebih dahulu—24 di antaranya diyakini masih hidup.
Serangan Hamas 7 Oktober 2023
Perang ini meletus setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke wilayah selatan Israel, yang menewaskan sekitar 1.200 orang—kebanyakan warga sipil—dan menculik sekitar 250 orang.
Konflik ini menjadi pertempuran paling mematikan dalam sejarah hubungan Israel-Palestina. Lebih dari 50.000 warga Palestina dilaporkan tewas di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan setempat. Lebih dari separuh korban adalah perempuan dan anak-anak, meskipun data tersebut tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan.
Netanyahu baru-baru ini bertolak ke Washington untuk bertemu Presiden Donald Trump. Keduanya menyampaikan simpati terhadap nasib para sandera, namun belum memberikan kejelasan soal kemungkinan kesepakatan gencatan senjata baru.
Trump menyatakan keinginannya untuk mengakhiri perang, namun visinya soal masa depan Gaza—termasuk kemungkinan pengambilalihan wilayah dan relokasi penduduk Palestina—mengejutkan banyak negara di Timur Tengah. Usulan tersebut ditolak oleh sejumlah sekutu, tetapi mendapat sambutan dari Israel.
Netanyahu sendiri berada di bawah tekanan dari sekutu politik sayap kanan untuk melanjutkan perang hingga Hamas benar-benar dilumpuhkan—tujuan yang belum tercapai meski konflik telah berlangsung selama 18 bulan.
Advertisement
