Liputan6.com, Jakarta Siapa yang tidak pernah mendengar istilah disrupsi? Istilah ini seolah melekat dengan fenomena perubahan yang terjadi saat ini. Tiba-tiba saja aktivitas dan budaya hidup manusia berubah dari konvensional menjadi virtual. Disrupsi adalah masa di mana terjadi perubahan secara masif. Namun, apa yang sebenarnya dimaksud dengan disrupsi? Bagaimana kita bisa mengenali faktor-faktor yang memicu terjadinya disrupsi dalam kehidupan kita sehari-hari?
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Disrupsi adalah fenomena yang tidak dapat dihindari di era modern ini. Setiap sektor, mulai dari pendidikan hingga bisnis, merasakan dampak yang signifikan dari perubahan ini. Tapi, apakah kita benar-benar memahami penyebab utama dari disrupsi ini? Apakah ada cara untuk memprediksi dan menghadapinya dengan bijak? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi sangat relevan ketika kita mencoba memahami sejauh mana disrupsi akan mempengaruhi masa depan kita.
Disrupsi adalah topik yang menarik untuk dibahas, terutama karena dampaknya yang begitu luas dan beragam. Dari perubahan teknologi hingga perubahan sosial, disrupsi membawa banyak tantangan dan peluang. Tapi bagaimana kita bisa memanfaatkan peluang tersebut dan mengurangi dampak negatifnya? Disrupsi adalah suatu keniscayaan yang perlu kita sikapi dengan strategi yang tepat agar tidak tergerus oleh arus perubahan. Bagaimana caranya?Â
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum secara lebih dalam tentang pengertian, faktor, penyebab, dampak, dan contoh dari disrupsi, pada Rabu (3/7).
Pengertian Disrupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Web, disrupsi didefinisikan sebagai 'hal tercabut dari akarnya'. Istilah ini menggambarkan perubahan besar dalam industri, pasar, atau model bisnis secara signifikan dan mendalam, yang terjadi akibat munculnya inovasi, penggunaan teknologi baru, atau perubahan paradigma. Disrupsi mengacu pada inovasi atau cara-cara baru yang menggantikan metode lama.
Disrupsi mencakup berbagai aspek, termasuk pengenalan teknologi baru, perubahan fundamental dalam proses produksi atau distribusi, serta pergeseran perilaku konsumen. Contoh klasik dari disrupsi adalah bagaimana internet dan teknologi digital telah mengubah berbagai industri, dari media dan hiburan hingga perdagangan dan transportasi.Â
Perubahan-perubahan ini tidak hanya memperkenalkan alat dan metode baru, tetapi juga mengubah cara orang bekerja, berbelanja, dan berkomunikasi. Era disrupsi adalah masa di mana inovasi dan perubahan terjadi secara masif dan terus-menerus. Perubahan-perubahan ini seringkali bersifat fundamental, mengubah tatanan dan sistem yang telah ada dan berjalan selama bertahun-tahun.Â
Akibatnya, disrupsi sering kali dianggap sebagai pengganggu terhadap hal-hal yang sudah mapan. Namun, disrupsi juga membawa peluang baru bagi mereka yang mampu beradaptasi dan memanfaatkan perubahan ini. Dengan demikian, disrupsi menjadi kekuatan pendorong utama dalam perkembangan ekonomi dan sosial saat ini.
Advertisement
Teori Disrupsi
Dikutip dari buku Disrupsi dan Adaptasi: Bonus Demografi Menyongsong Indonesia Emas 2045 oleh Armansyah Muamar Haqi, teori disrupsi pertama kali diperkenalkan oleh Clayton M. Christensen pada tahun 1997. Menurut Clayton, disrupsi adalah perubahan besar yang menyebabkan perusahaan tidak lagi beroperasi seperti biasanya, melainkan berubah dengan cara-cara baru yang berbasis teknologi. Disrupsi ini dapat berupa transformasi dalam bentuk kewirausahaan dari sistem konvensional ke sistem baru yang berbasis teknologi, seperti start-up.
Dalam buku yang ditulis oleh Armansyah Muamar Haqi, terdapat enam poin utama yang menjelaskan konsep disrupsi:
- Inovasi sebagai Proses Kompleks: Disrupsi adalah sebuah inovasi yang muncul melalui rangkaian proses yang kompleks. Proses ini dimulai dari ide, dilanjutkan dengan riset, eksperimen, pembuatan, hingga pengembangan model bisnis. Inovasi yang disruptif tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi melalui tahapan yang sistematis dan strategis.
- Model Bisnis Baru: Disrupsi seringkali dijalankan dengan menggunakan model bisnis baru yang berbeda dengan model bisnis yang digunakan oleh pemain lama atau incumbent. Para pelaku disrupsi biasanya mencari cara-cara baru untuk menciptakan nilai dan melayani pelanggan yang tidak terpikirkan oleh perusahaan-perusahaan tradisional.
- Kesuksesan Tidak Dijamin: Tidak semua pelaku disrupsi sukses dalam menggantikan posisi incumbent di era disrupsi. Banyak inovasi disruptif yang gagal mencapai dominasi pasar atau mengubah industri sepenuhnya, meskipun mereka mungkin membawa perubahan signifikan.
- Adaptasi oleh Incumbent: Disrupsi tidak mengharuskan semua incumbent menjadi disruptor. Sebaliknya, incumbent cukup melakukan inovasi yang berkelanjutan (sustainable innovation) untuk beradaptasi dan tetap relevan. Mereka harus melayani disruptor dan merespons perubahan dalam budaya konsumen yang mulai berubah.
- Teknologi sebagai Penggerak: Teknologi bukanlah disruptor itu sendiri, melainkan berperan sebagai penggerak atau enabler. Untuk mencapai keberhasilan, teknologi memerlukan komponen lainnya seperti strategi bisnis, model operasional yang efisien, dan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pasar.
- Dampak Ekonomi: Disrupsi seringkali menyebabkan deflasi dan penurunan harga. Hal ini disebabkan oleh strategi biaya rendah (low-cost strategy) yang digunakan oleh para disruptor. Dengan biaya yang lebih rendah, disruptor mampu menawarkan produk atau layanan dengan harga yang lebih kompetitif, sehingga mengubah dinamika pasar dan menekan harga secara keseluruhan.
Dengan memahami keenam poin ini, kita dapat melihat bahwa disrupsi adalah fenomena yang kompleks dan multidimensional. Ini melibatkan lebih dari sekadar penerapan teknologi baru; ini adalah tentang bagaimana inovasi dan model bisnis baru dapat mengubah lanskap industri dan ekonomi secara keseluruhan. Disrupsi menuntut perusahaan untuk berpikir kreatif dan strategis agar dapat bertahan dan berkembang di tengah perubahan yang cepat dan tak terduga.
Faktor-Faktor Penyebab Disrupsi
Fenomena disrupsi yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor pendorong yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Berikut ini adalah faktor-faktor utama yang mendorong terjadinya disrupsi:
Faktor Teknologi:
Kemajuan teknologi menjadi faktor utama penyebab disrupsi. Perkembangan teknologi baru, seperti artificial intelligence (AI), blockchain, dan teknologi digital lainnya, mampu mengubah tatanan dan sistem bisnis yang telah ada. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga menciptakan model bisnis baru yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan pasar. Contohnya, AI memungkinkan otomatisasi berbagai proses yang sebelumnya memerlukan tenaga manusia, sementara blockchain menawarkan transparansi dan keamanan yang lebih tinggi dalam transaksi digital. Teknologi digital lainnya, seperti Internet of Things (IoT) dan big data, memberikan kemampuan analisis data yang lebih canggih, membantu perusahaan dalam membuat keputusan yang lebih tepat dan cepat.
Perubahan Sosial dan Budaya:
Perubahan sosial dan budaya, seperti pergeseran nilai-nilai masyarakat, tren gaya hidup baru, atau perubahan pola konsumsi, dapat mempengaruhi permintaan pasar secara signifikan. Pergeseran ini sering kali mendorong perubahan dalam industri dan bisnis. Misalnya, meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan keberlanjutan telah mengubah cara konsumen memilih produk makanan, memaksa produsen untuk menawarkan pilihan yang lebih sehat dan ramah lingkungan. Demikian pula, tren bekerja dari rumah (remote work) yang dipicu oleh pandemi COVID-19 telah mengubah dinamika tempat kerja dan mendorong perusahaan untuk mengadopsi teknologi kolaborasi jarak jauh.
Regulasi dan Kebijakan:
Regulasi dan kebijakan yang berpotensi membatasi atau mengatur ulang suatu kegiatan bisnis dapat memicu terjadinya disrupsi. Perusahaan harus mampu beradaptasi dengan berbagai regulasi dan kebijakan yang dapat berubah sewaktu-waktu. Kebijakan pemerintah, seperti insentif untuk teknologi ramah lingkungan atau pembatasan pada emisi karbon, dapat mendorong perusahaan untuk mengadopsi teknologi baru yang lebih berkelanjutan. Sementara itu, regulasi yang ketat dapat memaksa perusahaan untuk mengubah model bisnis mereka agar tetap mematuhi peraturan.
Faktor Persaingan Global:
Hubungan dan persaingan global antara perusahaan-perusahaan dari berbagai negara menjadi semakin masif. Perusahaan dengan inovasi, teknologi, dan efisiensi operasional tinggi dapat menggeser perusahaan incumbent yang kurang siap menghadapi persaingan global. Perusahaan global sering kali memiliki akses ke sumber daya yang lebih besar dan teknologi yang lebih maju, memungkinkan mereka untuk menawarkan produk dan layanan dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih kompetitif. Hal ini memaksa perusahaan lokal untuk berinovasi dan meningkatkan efisiensi mereka agar tetap kompetitif di pasar global.
Perubahan Permintaan Pasar:
Bisnis harus senantiasa menyesuaikan diri dengan permintaan pasar yang terus berubah. Seiring berjalannya waktu, preferensi dan perilaku konsumen mengalami perubahan signifikan. Konsumen saat ini lebih terhubung dan terinformasi, mereka menuntut produk dan layanan yang lebih personal dan responsif terhadap kebutuhan mereka. Jika bisnis tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, maka mereka akan kehilangan pangsa pasar dan terancam kalah dengan pesaing yang lebih responsif. Contoh nyata dari perubahan ini adalah pergeseran dari belanja di toko fisik ke belanja online, yang telah memaksa banyak pengecer tradisional untuk mengembangkan platform e-commerce mereka.
Secara keseluruhan, disrupsi adalah hasil dari interaksi kompleks antara berbagai faktor ini. Perusahaan yang mampu mengenali dan merespons faktor-faktor ini dengan cepat dan efektif akan memiliki keunggulan kompetitif di era disrupsi ini.
Advertisement
Dampak Fenomena Disrupsi
Fenomena disrupsi adalah perubahan besar dan signifikan yang dapat menyebabkan pergeseran nilai dan pola perilaku masyarakat. Perubahan yang besar ini tentu saja menimbulkan dampak yang luas, baik positif maupun negatif. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai dampak-dampak tersebut:
Dampak Positif dari Fenomena Disrupsi:
1. Inovasi dan Kemajuan:
Disrupsi mendorong terjadinya inovasi dan kemajuan dalam berbagai sektor. Perubahan yang diakibatkan oleh disrupsi sering kali menciptakan produk, layanan, atau model bisnis baru yang lebih efisien, cepat, dan memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang lebih baik. Misalnya, teknologi transportasi berbasis aplikasi telah mengubah cara orang bepergian, membuatnya lebih mudah, cepat, dan terjangkau. Selain itu, perkembangan teknologi medis telah memungkinkan diagnosis dan perawatan yang lebih akurat dan cepat, meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Efisiensi dan Produktivitas:
Disrupsi sering kali mendorong peningkatan efisiensi dan produktivitas. Teknologi baru dan proses bisnis yang lebih efisien memungkinkan perusahaan untuk melakukan pekerjaan dengan lebih cepat, lebih murah, dan dengan kualitas yang lebih baik. Contohnya, otomatisasi dalam manufaktur telah mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kecepatan produksi, sementara penggunaan big data dan analitik telah membantu perusahaan membuat keputusan yang lebih tepat dan cepat, meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
3. Akses dan Keterhubungan:
Disrupsi teknologi dapat meningkatkan aksesibilitas dan keterhubungan. Inovasi dalam teknologi digital dan konektivitas global memungkinkan akses yang lebih mudah terhadap informasi, layanan, dan peluang bisnis di berbagai wilayah. Misalnya, internet telah membuka akses pendidikan dan pelatihan yang sebelumnya sulit dijangkau, memungkinkan orang untuk belajar dan meningkatkan keterampilan mereka dari mana saja di dunia. Selain itu, platform e-commerce telah memungkinkan bisnis kecil untuk menjangkau pasar global, meningkatkan peluang ekonomi dan keterhubungan antar negara.
Dampak Negatif dari Fenomena Disrupsi:
1. Keamanan dan Privasi:
Dalam era disrupsi, keamanan data dan privasi pengguna menjadi perhatian utama. Kemajuan teknologi juga membuka celah baru untuk ancaman keamanan seperti serangan siber dan pelanggaran privasi. Misalnya, meningkatnya penggunaan internet dan perangkat yang terhubung telah meningkatkan risiko serangan siber yang dapat mengakibatkan pencurian data pribadi dan keuangan. Selain itu, banyaknya data yang dikumpulkan oleh perusahaan teknologi juga menimbulkan kekhawatiran tentang bagaimana data tersebut digunakan dan dilindungi.
2. Perubahan Pekerjaan:
Disrupsi sering kali mengakibatkan perubahan dalam kebutuhan tenaga kerja. Teknologi yang menggantikan pekerjaan manusia atau mengubah cara kerja dapat menyebabkan pengangguran atau pergeseran keahlian yang mempengaruhi pekerjaan yang ada. Misalnya, otomatisasi dan robotika di pabrik-pabrik telah menggantikan banyak pekerjaan manual, sementara perkembangan teknologi informasi telah mengubah keterampilan yang dibutuhkan dalam banyak pekerjaan, memaksa pekerja untuk terus belajar dan beradaptasi.
3. Kerentanan Ekonomi:
Disrupsi adalah perubahan yang dapat membuat perusahaan incumbent atau sektor industri tertentu menjadi rentan dan bahkan menghadapi risiko kebangkrutan. Jika perusahaan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang cepat, mereka dapat kehilangan pangsa pasar dan keuntungan mereka. Misalnya, banyak perusahaan ritel tradisional yang gagal beradaptasi dengan pergeseran ke belanja online telah mengalami penurunan penjualan dan bahkan kebangkrutan. Demikian pula, industri media cetak telah mengalami penurunan tajam karena pergeseran ke media digital.
4. Ketimpangan dan Ketidaksetaraan:
Disrupsi adalah perubahan yang dapat meningkatkan ketimpangan dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Beberapa kelompok atau individu mungkin tidak memiliki akses atau sumber daya yang cukup untuk mengikuti perkembangan teknologi, meningkatkan kesenjangan digital dan kesenjangan sosial-ekonomi. Misalnya, masyarakat di daerah pedesaan atau negara berkembang mungkin tidak memiliki akses yang sama ke teknologi dan pendidikan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, memperburuk ketimpangan ekonomi dan sosial yang sudah ada. Selain itu, perkembangan teknologi yang cepat dapat memperbesar kesenjangan antara mereka yang memiliki keterampilan tinggi dan mereka yang keterampilannya semakin tidak relevan.
Secara keseluruhan, fenomena disrupsi membawa dampak yang kompleks dan multidimensi, yang memerlukan pemahaman dan adaptasi yang cepat dari semua pihak yang terlibat. Perusahaan, pemerintah, dan individu perlu bekerja sama untuk memaksimalkan manfaat dari disrupsi sambil meminimalkan dampak negatifnya.
Cara Menghadapi Era Disrupsi
Menghadapi era disrupsi membutuhkan sikap adaptif dan inovatif, terutama bagi industri yang ingin tetap kompetitif dan relevan. Mereka yang tidak mampu mengikuti perkembangan dan terus bertahan dengan cara-cara lama akan kesulitan bersaing di pasar yang dinamis ini. Perubahan pada era disrupsi ini sering digaungkan oleh kaum muda, mengingat mereka adalah calon pemimpin masa depan yang paling merasakan dampak dari era ini.
Bagaimana sikap yang tepat dalam menghadapi era disrupsi bagi industri? Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan, dikutip dari buku Holistik Soft Skills di Era Disrupsi Digital (2023) oleh Sucipta, dkk.
1. Tidak Berhenti Berinovasi:
Selera pasar selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman, dan perubahan ini tidak dapat dihentikan. Oleh karena itu, pemilik usaha harus selalu berinovasi sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen. Inovasi tidak hanya tentang menciptakan produk baru, tetapi juga tentang memperbarui dan meningkatkan produk atau layanan yang sudah ada agar tetap relevan dan menarik bagi konsumen. Jika perusahaan tidak mampu berinovasi, mereka akan kesulitan bertahan di pasar yang kompetitif ini.
2. Memanfaatkan Teknologi:
Konsumen saat ini memiliki banyak pilihan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan preferensi harga mereka. Untuk dapat bersaing, perusahaan harus memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk dan jasa mereka. Teknologi dapat digunakan untuk mempercepat proses produksi, meningkatkan efisiensi operasional, dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Misalnya, penggunaan analitik data dapat membantu perusahaan memahami tren pasar dan perilaku konsumen, sehingga mereka dapat menyesuaikan strategi bisnis mereka secara lebih tepat.
3. Jangan Mudah Merasa Puas:
Setiap produk memiliki siklus hidupnya sendiri yang terdiri dari empat tahap: perkenalan (introduction), pertumbuhan (growth), pematangan (maturity), dan penurunan (decline). Saat perusahaan berada dalam tahap pertumbuhan, mereka tidak boleh merasa puas dan berhenti berinovasi. Penting untuk terus mengembangkan diri dan mencari cara untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan posisi di pasar. Dengan demikian, perusahaan dapat menghindari penurunan yang tak terelakkan dan tetap menjadi pemimpin di industrinya.
4. Berorientasi pada Konsumen:
Salah satu faktor kunci untuk sukses di era disrupsi adalah memiliki orientasi yang kuat pada konsumen. Perusahaan harus fokus pada memberikan layanan yang memuaskan dan memenuhi kebutuhan konsumen. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan umpan balik konsumen, menyesuaikan produk dan layanan berdasarkan masukan tersebut, dan memastikan bahwa setiap interaksi dengan konsumen memberikan pengalaman positif. Dengan cara ini, perusahaan dapat membangun loyalitas konsumen yang kuat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan retensi pelanggan dan mendorong pertumbuhan bisnis.
Dalam menghadapi era disrupsi, perusahaan harus bersikap proaktif dan terus mencari cara untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, perusahaan dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk bertahan dan bahkan berkembang di tengah-tengah ketidakpastian dan dinamika pasar yang terus berubah.
Â
Â
Advertisement