Liputan6.com, Jakarta Olimpiade Paris 2024 baru-baru ini aksi Imane Khelif, seorang petinju wanita asal Aljazair. Pada hari Kamis, 1 Agustus 2024, Khelif berhasil mencuri perhatian dunia olahraga dengan kemenangan spektakulernya di ronde pertama atas lawan asal Italia, Angela Carini.Â
Baca Juga
Advertisement
Imane Khelif adalah petinju amatir berusia 25 tahun yang sudah menunjukkan potensi besar sejak Olimpiade Tokyo 2020 dan kembali tampil mengesankan di Paris 2024. Kemenangan cepat Khelif atas Carini menambah sorotan pada dirinya, tidak hanya karena prestasinya di ring tinju, tetapi juga karena statusnya yang diduga sebagai petinju transgender.
Kontroversi pun merebak setelah pertarungan tersebut, dengan banyak pihak menyoroti isu keberadaan atlet transgender di kategori wanita. Imane Khelif dan petinju dengan biologis pria lainnya seperti Lin Yu Ting dari Taiwan, telah menjadi pusat perhatian media dan publik.Â
Komite Olimpiade Internasional (IOC) pun mengeluarkan pernyataan resmi terkait masalah ini, menegaskan bahwa semua peserta yang memenuhi syarat akan tetap bisa berlaga sesuai ketentuan yang berlaku. Berikut ulasan lebih lanjut tentang sosok Imane Khalif yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (2/8/2024).
Imane Khelif Jadi Sorotan Dunia
Imane Khelif lahir pada 2 Mei 1999, adalah petinju asal Aljazair yang telah mencatatkan nama dalam dunia tinju internasional. Meskipun baru aktif di panggung kompetisi internasional sejak 2018, Khelif sudah menunjukkan bakat dan ketekunan yang luar biasa dalam kariernya.
Pada tahun 2022, Khelif mencapai puncak prestasinya dengan meraih kemenangan di Kejuaraan Afrika dan Mediterania, sebuah pencapaian yang mempertegas kemampuannya di tingkat regional. Selain itu, ia juga tampil mengesankan di Kejuaraan Dunia Tinju yang berlangsung di Istanbul, di mana ia melaju hingga final sebelum kalah dari Katie Broadhurst dari Irlandia. Dengan kekalahan tersebut, Khelif membawa pulang medali perak, yang semakin menambah reputasinya sebagai petinju kelas dunia.
Penampilan pertama Khelif di Olimpiade terjadi pada Tokyo 2020, di mana ia menunjukkan performa yang solid meskipun harus tersingkir di babak perempat final oleh Kellie Harrington, petinju asal Irlandia yang kemudian meraih medali emas.
Dengan berbagai pencapaian tersebut, Imane Khelif tidak hanya dikenal sebagai petinju yang berbakat tetapi juga sebagai atlet yang membawa kebanggaan bagi Aljazair di kancah internasional. Melalui perjalanan kariernya yang menjanjikan, Khelif terus membuktikan dedikasinya dan berusaha untuk mencapai kesuksesan lebih besar di masa depan.
Advertisement
Karir Kontroversial Imane Khelif di Dunia Tinju
Imane Khelif yang berasal dari pedesaan Tiaret, telah mengalami perjalanan karir yang penuh liku dalam dunia tinju. Berawal dari kecintaannya pada sepak bola, Khelif akhirnya beralih ke tinju dan harus menempuh perjalanan jauh ke desa tetangga untuk berlatih, sambil bekerja keras menjual besi tua untuk membayar ongkos bus. Meski menghadapi penolakan dari ayahnya yang tidak mendukung anak perempuannya berkarir di tinju, tekad Khelif tetap tak tergoyahkan.
Karir internasional Khelif dimulai pada Kejuaraan Tinju Wanita Dunia AIBA 2018 di New Delhi, di mana ia menempati peringkat ke-17 setelah tersingkir di babak pertama. Di Kejuaraan Tinju Dunia Wanita AIBA 2019 di Rusia, ia berada di peringkat ke-33 setelah kalah di ronde pertama melawan Natalia Shadrina. Penampilannya di Olimpiade Tokyo 2020 juga berakhir di perempat final, kalah dari Kellie Harrington dari Irlandia.
Kehadirannya di dunia tinju semakin mencuri perhatian ketika ia menjadi petinju wanita Aljazair pertama yang mencapai final dalam Kejuaraan Tinju Dunia Wanita IBA 2022. Khelif berhasil mengalahkan Chelsey Heijnen dari Belanda, tetapi kalah di final dari Amy Broadhurst dari Irlandia.
Namun, karir Khelif tidak lepas dari kontroversi. Pada Maret 2023, ia didiskualifikasi dari Kejuaraan Tinju Dunia Wanita IBA 2023 menjelang pertarungan medali emasnya. Diskualifikasi ini disebabkan oleh kadar testosteron tinggi yang ditemukan dalam tubuhnya.Â
Khelif diduga memiliki kelainan perkembangan seks (DSD) yang menyebabkan beberapa wanita memiliki kromosom XY dan kadar testosteron darah yang biasanya ditemukan pada pria. Ini mengakibatkan pengujian DNA menunjukkan bahwa ia memiliki kromosom XY. Akibatnya, ia dinilai tidak memenuhi kualifikasi untuk pertandingan tersebut. Kondisi medis yang langka membuat Khelif menghadapi tantangan besar dalam mengatasi peraturan yang ketat.
Meskipun upaya banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga ditarik, keputusan IBA tetap mengikat secara hukum. Namun, pada Olimpiade Paris 2024, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengizinkan Khelif untuk berkompetisi dengan syarat bahwa ia mematuhi semua persyaratan medis yang diperlukan. IOC menegaskan bahwa Khelif adalah seorang perempuan menurut paspornya, dan permasalahan ini bukanlah isu transgender.
Aksi Imane Khelif di Olimpiade Paris 2024
Imane Khelif menarik perhatian dunia olahraga dengan aksi gemilangnya di Olimpiade Paris 2024. Dalam pertandingan babak 16 besar kelas 66 kilogram putri, Khelif memukau publik dengan kemenangan cepat atas Angela Carini dari Italia dalam waktu hanya 46 detik. Meski mengesankan, kembali memicu kontroversi besar yang melibatkan isu gender dan peraturan olahraga.
Kemenangan Khelif tidak hanya mengundang sorotan karena kecepatan dan ketepatan pukulannya, tetapi juga karena adanya perdebatan mengenai status gendernya. Beberapa pihak menilai kemenangan tersebut sebagai ancaman terhadap nilai-nilai keadilan dalam olahraga, menganggap bahwa Khelif dan petinju Lin Yu Ting dari Taiwan seharusnya tidak tampil dalam kategori wanita.
Komite Olimpiade Internasional (IOC) memberikan tanggapan resmi terhadap kontroversi ini. Dalam pernyataannya, IOC menegaskan bahwa setiap atlet memiliki hak untuk berkompetisi tanpa diskriminasi dan bahwa semua atlet yang tampil di Olimpiade Paris 2024 telah memenuhi syarat yang ditetapkan. IOC juga menjelaskan bahwa jenis kelamin dan usia atlet didasarkan pada dokumen resmi mereka, seperti paspor.
Pernyataan IOC menyebutkan bahwa baik Khelif maupun Lin Yu Ting telah berkompetisi dalam kategori wanita selama bertahun-tahun dan bahwa keputusan Asosiasi Tinju Internasional (IBA) untuk mendiskualifikasi mereka dari Kejuaraan Tinju Dunia 2023 adalah hasil dari kesalahan informasi dan keputusan yang tiba-tiba. IBA, yang sebelumnya mengeluarkan larangan bagi atlet dengan kromosom XY untuk berkompetisi dalam kategori wanita, dianggap telah mengambil tindakan tanpa proses hukum yang jelas.
IOC menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak mengubah status Khelif dan Yu Ting sebagai atlet wanita yang sah menurut peraturan yang berlaku di Olimpiade. Keputusan ini juga mencerminkan komitmen IOC untuk melindungi hak asasi semua atlet, sesuai dengan Piagam Olimpiade dan Kode Etik IOC.
Beragam reaksi terhadap isu ini pun muncul di dunia maya. Beberapa pihak menolak kehadiran atlet transgender atau mereka dengan kondisi hiperandrogenisme dalam kategori wanita, sementara yang lain membela hak para atlet tersebut untuk berkompetisi.Â
Advertisement