Profil Simon Tahamata, Legenda Timnas Belanda Berdarah Maluku

Simon Tahamata merupakan nama yang mungkin tidak asing bagi penggemar sepak bola Belanda era 1970-1980an.

oleh Ayu Rifka Sitoresmi diperbarui 02 Sep 2024, 15:45 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2024, 15:45 WIB
Profil Simon Tahamata, Legenda Timnas Belanda Berdarah Maluku
Simon Tahamata, legenda sepak bola Belanda yang punya darah Maluku. (Dok. Ajax Amsterdam)

Liputan6.com, Jakarta Simon Tahamata merupakan nama yang mungkin tidak asing bagi penggemar sepak bola Belanda era 1970-1980an. Pria kelahiran Vught, Belanda, pada 26 Mei 1956 ini merupakan salah satu pemain sepak bola terbaik yang pernah dimiliki Timnas Belanda. Dengan darah Maluku yang mengalir dalam tubuhnya, Simon menjadi bukti nyata bahwa talenta sepak bola Indonesia mampu bersinar di kancah internasional.

Karir Tahamata di Timnas Belanda dimulai pada tahun 1979, saat ia dipanggil untuk pertama kalinya membela Tim Oranye dalam pertandingan kualifikasi Piala Eropa 1980 melawan Polandia. Selama berkarir di timnas, ia mencatatkan 22 caps dan mencetak 2 gol. Meskipun jumlah tersebut mungkin tidak terlalu banyak, namun kontribusi Simon di lapangan jauh lebih besar dari sekedar statistik.

Setelah pensiun sebagai pemain pada tahun 1992, Simon tidak meninggalkan dunia sepak bola. Ia beralih menjadi pelatih dan bekerja di departemen pemuda Ajax Amsterdam, klub yang membesarkan namanya. Dedikasi dan loyalitasnya terhadap Ajax membuatnya tetap dicintai oleh para penggemar klub tersebut hingga saat ini.

Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai profil Simon Tahamata yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Senin (2/9/2024).

Profil Simon Tahamata

Profil Simon Tahamata, Legenda Timnas Belanda Berdarah Maluku
Klub besar Belanda, Ajax Amsterdam memberikan penghormatan kepada legendanya yang memiliki garis keturunan Maluku, Simon Tahamata, Minggu (3/3/2024). (Dok. Ajax Amsterdam)

Simon Tahamata lahir dari pasangan imigran Maluku yang menetap di Belanda. Meskipun tumbuh dan besar di Negeri Kincir Angin, Tahamata tidak pernah melupakan akar budayanya. Hal ini terlihat dari gaya permainannya yang lincah dan kreatif, ciri khas yang sering dikaitkan dengan pemain keturunan Indonesia.

Bernama lengkap Simon Melkianus Tahamata, ia lahir di Vught, Belanda pada 26 Mei 1956. Sejumlah sumber menyebut ayahnya merupakan tentara Koninklijke Nederlands-Indische Leger alias KNIL, angkatan bersenjata Hindia Belanda.

Karir profesional Tahamata dimulai bersama Ajax Amsterdam pada tahun 1976. Dengan posisi sebagai penyerang sayap, ia segera menjadi salah satu pemain kunci di klub tersebut. Penampilannya yang impresif bersama Ajax membawanya mendapat panggilan Timnas Belanda pada tahun 1979.

Karir Simon Tahamata

Melansir dari Transfermarkt, perjalanan Simon Tahamata di dunia sepak bola profesional dimulai dari klub kecil TSV Theole Tiel pada tahun 1967 hingga 1971. Masa ini menjadi fondasi penting bagi Tahamata muda untuk mengasah bakatnya. Setelah menunjukkan potensi luar biasa, ia kemudian bergabung dengan akademi Ajax, salah satu klub terbesar di Belanda, di mana ia menghabiskan waktu hingga tahun 1975 untuk mengembangkan kemampuannya lebih jauh.

Langkah besar dalam karir Tahamata terjadi pada musim 1975-1976 ketika ia dipromosikan ke tim utama Ajax. Debutnya yang mengesankan terjadi pada 24 Oktober 1976 dalam pertandingan Ajax melawan FC Utrecht yang berakhir dengan kemenangan telak 7-0 untuk Ajax. Selama berkarir di Ajax hingga 1980, Tahamata mencatatkan statistik yang mengesankan dengan total 149 penampilan, menyumbangkan 17 gol dan 33 assist. Performanya yang konsisten membantu Ajax meraih tiga gelar Liga Belanda pada musim 1976/1977, 1978/1979, dan 1979/1980. Selain itu, ia juga berkontribusi dalam kemenangan Piala KNVB pada musim 1978/1979 dan membantu tim mencapai semifinal prestigius Piala Eropa I (kini dikenal sebagai Liga Champions UEFA) pada musim 1979–1980.

Setelah sukses bersama Ajax, Tahamata memutuskan untuk mencari tantangan baru dengan bergabung bersama Standard Liege di Belgia pada 14 Juli 1980. Di klub ini, bakat Tahamata semakin bersinar. Ia menjadi bagian integral dari era keemasan Standard Liege dengan memenangkan dua gelar Liga Belgia pada musim 1981/1982 dan 1982/1983, serta satu trofi Piala Belgia pada tahun 1981. Prestasi tim berlanjut hingga mencapai final Piala Eropa II (sekarang dikenal sebagai Liga Europa UEFA) pada musim 1981-1982. Secara personal, Tahamata mencatatkan 40 gol dalam 129 penampilan, menegaskan statusnya sebagai salah satu pemain kunci dalam sejarah klub.

Pada tahun 1984, nostalgia membawa Tahamata kembali ke Belanda untuk membela Feyenoord, rival sekota Ajax. Setelah tiga tahun di Rotterdam, ia kembali ke liga Belgia dan bermain untuk Beerschot dan Germinal Ekeren. Bersama Germinal, Tahamata sekali lagi menunjukkan kelasnya dengan membantu tim mencapai final Piala Belgia musim 1994–1995. Akhirnya, pada tahun 1996, di usia 40 tahun, Tahamata memutuskan untuk mengakhiri karirnya sebagai pemain profesional.

Namun, cinta Tahamata pada sepak bola tidak berhenti setelah ia gantung sepatu. Mengutip dari situs resmi Ajax.nl, Tahamata memulai karir barunya sebagai pelatih di tim junior Standard Liege dari tahun 1996 hingga 2000. Pengalaman ini kemudian membawanya ke Germinal, di mana ia bekerja dari tahun 2000 hingga 2004.

Tahun 2004 menjadi momen spesial bagi Tahamata ketika ia kembali ke klub yang telah membesarkan namanya, Ajax Amsterdam. Kali ini, ia mengemban tanggung jawab sebagai direktur teknik di tim junior klub. Selama lima tahun berikutnya, Tahamata memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan bakat-bakat muda Ajax. Namun, jiwa petualangnya kembali terpanggil ketika ia menerima tawaran untuk melatih tim U-15 di klub sepak bola Arab Saudi, Al-Ahli, posisi yang ia pegang hingga tahun 2014. Saat ini, Tahamata telah kembali ke 'rumah'-nya di Ajax, mengabdikan dirinya sebagai pelatih teknologi di sekolah dasar dan menengah De Toekomst, akademi terkenal milik Ajax.

Di level internasional, Tahamata juga menorehkan prestasi yang membanggakan. Ia mencatatkan 22 caps untuk timnas Belanda dengan torehan dua gol dan satu assist. Mengutip dari Lcfc.com, debutnya untuk tim Oranje terjadi pada 22 Mei 1979 di Bern, Swiss, dalam Pertandingan Peringatan ke-75 FIFA melawan Argentina. Momen bersejarah ini menandai awal dari karir internasionalnya yang gemilang. Tahamata terus menjadi bagian penting dari skuad Belanda hingga pertandingan internasional terakhirnya pada 21 Desember 1986 di Limassol, Siprus, melawan tim tuan rumah.

Perjalanan karir Simon Tahamata dari klub kecil TSV Theole Tiel hingga menjadi legenda Ajax dan timnas Belanda merupakan kisah inspiratif tentang dedikasi, bakat, dan cinta pada sepak bola. Kontribusinya tidak hanya terbatas pada prestasi di lapangan, tetapi juga berlanjut dalam perannya mengembangkan generasi pemain muda, menjadikannya salah satu figur paling dihormati dalam sejarah sepak bola Belanda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya