9 Fakta Pilpres AS 2024, Tidak Hanya Sebatas Menang Suara Terbanyak

Berikut adalah 9 fakta menarik yang perlu Anda ketahui tentang Pilpres AS 2024.

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 06 Nov 2024, 16:30 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 16:30 WIB
Pilpres AS 2024
Ilustrasi pemilu AS. (Unsplash/visuals)

Liputan6.com, Jakarta Menjelang momen bersejarah pemilihan presiden, berbagai fakta Pilpres AS 2024 menjadi sorotan dunia internasional. Pertarungan antara Donald Trump dari Partai Republik dan Kamala Harris dari Partai Demokrat tidak hanya menarik perhatian warga AS, tetapi juga masyarakat global yang menanti hasil dari salah satu pemilihan presiden paling dinanti tahun ini.

Sebagai negara dengan sistem demokrasi terkuat di dunia, fakta Pilpres AS menunjukkan kompleksitas sistem pemilihan yang unik dan berbeda dari negara lain. Dengan sistem Electoral College yang khas, pemilihan Presiden AS tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui mekanisme yang melibatkan 538 anggota perwakilan dari seluruh negara bagian.

Untuk memahami lebih dalam tentang kontestasi politik terbesar di Negeri Paman Sam ini, mari kita telusuri Fakta Pemilu Amerika Serikat yang mencakup sistem pemilihan, kandidat utama, hingga dampaknya terhadap politik global. 

Berikut adalah 9 fakta menarik yang perlu Anda ketahui tentang Pilpres AS 2024, yang telah Liputan6.com rangkum pada Rabu (6/11/2024).

1. Pertarungan Dua Kandidat Bersejarah

Capres Pilpres AS Kamala Harris (kiri) dan Donald Trump (kanan). (AP)
Capres Pilpres AS Kamala Harris (kiri) dan Donald Trump (kanan). (AP)

Donald Trump dan Kamala Harris masing-masing membawa potensi sejarah baru dalam kepemimpinan Amerika Serikat. Trump, mantan presiden berusia 78 tahun, berpeluang menjadi presiden pertama yang memenangkan masa jabatan tidak berturut-turut dalam lebih dari satu abad. Pencalonannya kali ini menjadi yang ketiga kalinya, meskipun diwarnai berbagai kontroversi termasuk kasus hukum yang dihadapinya.

Di sisi lain, Kamala Harris, wakil presiden berusia 60 tahun, membawa potensi sejarah yang tak kalah menarik. Jika terpilih, Harris akan menjadi presiden perempuan pertama dalam sejarah AS, sekaligus presiden pertama berdarah Afrika-Amerika dan Asia Selatan. Pencalonannya sebagai kandidat utama Partai Demokrat terjadi setelah Presiden Joe Biden mengundurkan diri dari pencalonan pada Juli lalu.

Persaingan kedua kandidat ini tidak hanya mencerminkan pertarungan ideologi antara Partai Republik dan Demokrat, tetapi juga representasi dari perubahan sosial-politik yang tengah terjadi di Amerika Serikat. Survei terkini menunjukkan persaingan yang sangat ketat, dengan perbedaan dukungan yang hanya berkisar 1-3 persen antara kedua kandidat.

2. Sistem Electoral College yang Unik

Salah satu keunikan pemilu AS terletak pada sistem Electoral College yang mereka gunakan. Dalam sistem ini, warga negara tidak memilih presiden mereka secara langsung seperti di kebanyakan negara demokratis lainnya. Sebaliknya, suara mereka akan menentukan 538 anggota Electoral College yang kemudian akan memilih presiden dan wakil presiden.

Setiap negara bagian memiliki jumlah suara Electoral College yang berbeda, tergantung pada jumlah perwakilan mereka di Kongres AS. Negara bagian yang lebih besar, dengan populasi yang lebih tinggi, mendapatkan bagian yang lebih besar dari total 538 suara yang tersedia. Kandidat presiden harus mendapatkan minimal 270 suara Electoral College untuk memenangkan pemilihan.

Sistem ini sering menimbulkan situasi di mana seorang kandidat bisa memenangkan pemilihan presiden meskipun tidak mendapatkan suara populer terbanyak secara nasional. Hal ini terjadi karena kemenangan di negara bagian tertentu, terutama yang memiliki suara Electoral College yang besar, bisa menjadi lebih menentukan dibandingkan total suara secara keseluruhan.

3. Peran Krusial Swing States

Pemilu AS 2024, Jutaan Warga Tentukan Nasib Kamala Harris-Donald Trump
Sejumlah pihak meyakini, 83 juta orang lebih memberikan suara lebih awal dalam Pilpres AS 2024. (David Dee Delgado/AFP)

Dalam pemilu AS 2024, terdapat tujuh negara bagian yang dikenal sebagai "swing states" atau negara bagian ayun yang memiliki peran sangat krusial dalam menentukan hasil akhir pemilihan. Negara-negara bagian ini - Arizona, Georgia, Michigan, Wisconsin, Pennsylvania, Nevada, dan North Carolina - mendapat perhatian khusus karena karakteristik pemilihnya yang mudah berubah dan tidak memiliki kecenderungan tetap terhadap partai tertentu.

Sejarah menunjukkan bahwa kemenangan di swing states seringkali menjadi penentu kemenangan dalam pemilihan presiden AS. Hal ini membuat kedua kandidat mengalokasikan sebagian besar sumber daya kampanye mereka di wilayah-wilayah ini. Strategi kampanye, iklan politik, dan kunjungan kandidat lebih banyak difokuskan di negara-negara bagian ini dibandingkan wilayah lain.

Para analis politik memprediksi bahwa persaingan di swing states pada pemilu 2024 akan semakin ketat. Faktor-faktor seperti demografi yang berubah, isu-isu lokal, dan tingkat partisipasi pemilih akan sangat mempengaruhi hasil akhir di negara-negara bagian ini. Setiap suara di wilayah ini menjadi sangat berharga dan bisa menentukan siapa yang akan menduduki Gedung Putih.

4. Sistem Penghitungan dan Penentuan Pemenang

Proses penghitungan suara dalam pemilu AS memiliki kompleksitas tersendiri yang melibatkan berbagai tahapan dan prosedur ketat. Pemungutan suara pertama akan ditutup pada pukul 18.00 waktu bagian timur AS atau sekitar pukul 06.00 WIB. Namun, penentuan pemenang bisa memakan waktu berhari-hari jika persaingan berlangsung sangat ketat.

Setelah suara diberikan, pejabat pemilihan lokal akan memproses dan menghitung suara dengan metode yang bervariasi di setiap lokasi. Banyak negara bagian telah mengubah undang-undang pemilu mereka untuk memungkinkan penghitungan awal surat suara melalui pos atau dari luar negeri. Dalam kasus hasil yang sangat ketat, penghitungan ulang suara mungkin diperlukan untuk memastikan akurasi hasil.

Jadwal penting dalam proses penentuan pemenang telah ditetapkan secara ketat. Pada tanggal 25 Desember, sertifikat pemilu dari setiap negara bagian harus sudah diterima oleh Presiden Senat. Selanjutnya, pada tanggal 6 Januari 2025, Kongres akan menghitung dan mengkonfirmasi hasilnya, sebelum presiden baru dilantik pada tanggal 20 Januari tahun depan.

5. Peningkatan Pengamanan yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Trump dan Harris
Wakil Presiden AS dan kandidat presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris (kanan) berjabat tangan dengan mantan presiden AS dan kandidat dari Partai Republik Donald Trump pada awal debat mereka di Philadelphia, Pennsylvania pada 10 September 2024 (AFP/SAUL LOEB)

Menjelang hari pemilihan, tingkat keamanan telah ditingkatkan ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah pemilu AS. Kekhawatiran akan potensi kerusuhan sipil, kecurangan pemilu, dan ancaman kekerasan terhadap petugas pemilu telah mendorong otoritas untuk mengambil langkah-langkah pengamanan yang ekstensif.

Beberapa negara bagian seperti Oregon, Washington, dan Nevada telah mengaktifkan Garda Nasional mereka. FBI juga telah mendirikan pos komando khusus untuk memantau berbagai ancaman yang mungkin timbul. Peningkatan keamanan ini mencakup hampir 100.000 tempat pemungutan suara di seluruh negeri, dengan 19 negara bagian, termasuk zona pertempuran utama seperti Arizona, Michigan, dan Nevada, telah memberlakukan undang-undang peningkatan keamanan pemilu sejak tahun 2020.

Inovasi teknologi keamanan juga diimplementasikan, seperti penggunaan panic button yang disediakan oleh Runbeck Election Services. Sekitar 1.000 panic button telah dipesan untuk fasilitas pemilihan dan pekerjanya. Perangkat kecil ini dapat dikenakan sebagai tali gantungan atau disimpan di saku, terhubung dengan ponsel pengguna, dan dapat segera menghubungi penegak hukum atau otoritas terkait jika terjadi situasi darurat.

6. Persaingan Ketat dalam Survei Nasional

Berbagai lembaga survei terkemuka telah melakukan polling nasional yang menunjukkan persaingan yang sangat ketat antara kedua kandidat. Hasil survei yang dirilis oleh berbagai media dan lembaga penelitian menunjukkan perbedaan dukungan yang sangat tipis, berkisar antara 1% hingga 3%, dengan Kamala Harris memimpin tipis di sebagian besar survei.

Data terbaru dari berbagai lembaga survei menunjukkan pola yang menarik. ABC/Ipsos mencatat Harris unggul dengan 49% berbanding 46%, sementara Morning Consult menunjukkan Harris memimpin dengan 49% berbanding 47%. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh Economist/YouGov dengan Harris unggul 49% berbanding 47%, dan Reuters/Ipsos dengan Harris memimpin tipis 44% berbanding 43%.

Menariknya, beberapa survei justru menunjukkan Trump memimpin tipis, seperti yang ditunjukkan oleh CNBC Survey (Trump 48% vs Harris 46%) dan Wall Street Journal (Trump 47% vs Harris 45%). Variasi hasil survei ini menunjukkan betapa ketatnya persaingan dan besarnya potensi perubahan preferensi pemilih menjelang hari pemungutan suara.

7. Pandangan dan Dukungan Pemimpin Dunia

Pemilihan presiden AS tidak hanya menjadi perhatian warga Amerika, tetapi juga menarik perhatian pemimpin-pemimpin dunia. Vladimir Putin dari Rusia, meskipun secara bergurau menyatakan mendukung Harris, para analis melihat adanya indikasi kuat bahwa Putin sebenarnya lebih mendukung Trump. Timothy Ash, peneliti dari Program Rusia dan Eurasia di Chatham House, menganalisis bahwa Putin melihat Trump sebagai cerminan dirinya dan berpotensi melemahkan aliansi Barat.

Di Asia, Presiden Xi Jinping dari China mengambil sikap yang lebih diplomatis dengan tidak memberikan dukungan terbuka kepada kandidat manapun. Hal ini dapat dipahami mengingat baik Partai Demokrat maupun Republik telah mengambil sikap keras terhadap China. Kebijakan perdagangan Trump yang menerapkan tarif tinggi terhadap produk China masih membekas, sementara Harris diprediksi akan melanjutkan kebijakan tegas Biden terhadap China.

Sementara itu, di Timur Tengah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu cenderung mendukung Trump, mengingat hubungan baik mereka selama masa jabatan Trump sebelumnya. Meskipun hubungan mereka sempat memburuk setelah Netanyahu mengucapkan selamat atas kemenangan Biden, upaya untuk menghidupkan kembali hubungan baik telah dilakukan, seperti terlihat dari kunjungan Netanyahu ke kediaman Trump di Mar-a-Lago.

8. Dampak Suara Komunitas Arab Amerika

Pemilu AS 2024 menyaksikan fenomena menarik dengan munculnya pengaruh signifikan dari komunitas Arab Amerika. Situasi di Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Gaza, telah membawa dampak besar pada preferensi pemilih dari komunitas Arab dan Muslim Amerika. Banyak dari mereka yang kini memberikan dukungan kepada kandidat Partai Hijau, Jill Stein, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan AS terkait konflik tersebut.

Komite Aksi Politik Arab dan Muslim Amerika (AMPAC) telah mengeluarkan pernyataan yang mengkritisi baik kampanye Harris maupun Trump karena dianggap tidak memberikan solusi yang memadai untuk krisis kemanusiaan di Gaza, Tepi Barat, dan Lebanon. Meskipun kandidat Partai Hijau memiliki peluang kecil untuk menang, dukungan terhadap Stein dilihat sebagai pilihan prinsip yang dapat mempengaruhi dinamika politik di masa depan.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana isu internasional dapat mempengaruhi politik domestik AS secara signifikan. Suara komunitas Arab Amerika, terutama di negara-negara bagian swing seperti Michigan, dapat menjadi faktor penting dalam menentukan hasil akhir pemilihan presiden.

9. Ancaman Demokrasi AS

Pemilu 2024 menghadirkan tantangan besar bagi sistem demokrasi Amerika Serikat. Survei menunjukkan bahwa sekitar 73% pemilih Amerika percaya bahwa demokrasi AS sedang terancam. Situasi ini diperparah oleh polarisasi politik yang semakin tajam dan menurunnya kepercayaan publik terhadap proses demokrasi.

Berbagai isu krusial seperti integritas pemilu, keamanan proses pemungutan suara, dan potensi sengketa hasil pemilihan menjadi perhatian utama. Pengalaman pemilu 2020 yang diwarnai berbagai kontroversi dan tuduhan kecurangan telah mendorong otoritas pemilu untuk mengambil langkah-langkah tambahan dalam mengamankan proses demokrasi.

Hasil pemilu 2024 tidak hanya akan menentukan kepemimpinan AS untuk empat tahun ke depan, tetapi juga akan mempengaruhi masa depan demokrasi Amerika dan perannya dalam politik global. Bagaimana AS menangani tantangan-tantangan ini akan menjadi ujian penting bagi ketahanan sistem demokrasinya dan pengaruhnya di kancah internasional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya