Liputan6.com, Jakarta Pernyataan Jubir Istana, Adita Irawati, yang menyebut istilah "rakyat jelata" dalam merespons polemik dengan Gus Miftah menjadi perhatian publik. Ungkapan ini memicu diskusi luas di media sosial dan ruang publik, hingga membuat Adita meminta maaf secara terbuka.
Polemik ini bermula ketika Adita memberikan tanggapan atas komentar publik terhadap pernyataan Gus Miftah. Namun, penggunaan istilah “rakyat jelata” dianggap kurang sensitif dan menimbulkan kesan diskriminatif.
“Saya meminta maaf jika pernyataan saya menyinggung perasaan masyarakat,” ujar Adita dalam klarifikasinya yang diunggah melalui Instagram resmi @pco.ri pada Kamis (6/12/2024).
Advertisement
Kini, Adita berjanji akan lebih hati-hati dalam memilih kata-kata saat berbicara di depan publik. Ia berharap kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama yang memiliki peran komunikasi di lingkungan pemerintahan.
Awal Mula Polemik Istilah ‘Rakyat Jelata’
Pernyataan kontroversial ini bermula saat Adita Irawati, dalam kapasitasnya sebagai Jubir Istana, merespons kritik masyarakat terhadap polemik Gus Miftah. Dalam salah satu wawancaranya, ia menyebut istilah "rakyat jelata" yang diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai rakyat biasa atau lapisan masyarakat kelas bawah.
Penggunaan istilah ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, yang menganggapnya kurang bijak dan terkesan merendahkan. Media sosial dipenuhi komentar publik yang menyayangkan penggunaan diksi tersebut dalam konteks komunikasi resmi.
Advertisement
Klarifikasi dan Permintaan Maaf Adita Irawati
Setelah menuai kritik, Adita Irawati segera memberikan klarifikasi. Dalam sebuah video yang diunggah oleh beberapa media, ia meminta maaf atas ketidaksengajaan memilih kata yang kurang tepat.
“Saya tidak berniat menyinggung siapa pun, dan ke depannya akan lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan,” ungkap Adita.
Ia menegaskan bahwa pernyataannya semata-mata untuk menjelaskan situasi tanpa maksud merendahkan kelompok masyarakat mana pun. Permintaan maaf ini diharapkan bisa meredakan polemik yang telah memanas di masyarakat.
Dampak dan Respons Publik
Meski permintaan maaf telah disampaikan, sebagian masyarakat tetap mempertanyakan sensitivitas pejabat publik dalam memilih kata-kata. Sejumlah tokoh bahkan menyarankan agar pemerintah memperkuat pelatihan komunikasi untuk para juru bicara dan pejabat tinggi.
“Permohonan maaf saja bukan solusi karena beliau termasuk dalam tokoh agama dan juga oknum pejabat pemerintah, jika yang begini dibiarkan dan dipertahankan terus maka akan muncul kembali 1.000 pejabat yang lebih parah dari itu,” tulis seorang warganet.
“Kantor komunikasi presiden masih belajar komunikasi publik,” imbuh warganet lainnya di kolom komentar Instagram @pco.ri.
Namun, tidak sedikit pula yang mengapresiasi langkah cepat Adita untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka.
“Ini menunjukkan itikad baik dan tanggung jawab sebagai pejabat publik,” kata salah seorang netizen dalam kolom komentar di media sosial.
Advertisement
1. Apa yang dimaksud dengan istilah ‘rakyat jelata’?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah “rakyat jelata” merujuk pada rakyat biasa atau masyarakat kelas bawah. Namun, istilah ini sering dianggap memiliki konotasi negatif dalam penggunaannya.
2. Mengapa pernyataan Adita Irawati memicu polemik?
Istilah “rakyat jelata” dianggap kurang sensitif dan terkesan merendahkan, terutama saat digunakan dalam konteks komunikasi resmi oleh pejabat publik.
Advertisement
3. Apa langkah yang diambil Adita Irawati setelah menuai kritik?
Adita telah meminta maaf secara terbuka dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata dalam setiap pernyataan publiknya di masa mendatang.
4. Bagaimana respons publik terhadap permintaan maaf Adita Irawati?
Sebagian publik mengapresiasi langkahnya untuk meminta maaf, sementara yang lain menilai kejadian ini sebagai pengingat agar pejabat lebih memperhatikan sensitivitas bahasa.
Advertisement