Apa Itu Pagar Laut? Membentang Sejauh 30 KM di Pesisir Tangerang hingga Jadi Perbincangan Nasional

Pagar laut 30 km di pesisir Tangerang menuai sorotan. Ilegal, merugikan nelayan, dan disegel atas instruksi Presiden.

oleh Nurul Diva diperbarui 11 Jan 2025, 14:48 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2025, 14:48 WIB
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan pemasangan pemagaran laut di Kabupaten Tangerang, Banten.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan pemasangan pemagaran laut di Kabupaten Tangerang, Banten. (Liputan6.com/ Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta Pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, menjadi perhatian nasional. Struktur pagar yang terbuat dari bambu ini melintang di 16 desa dan melewati enam kecamatan hingga menimbulkan dampak serius bagi ribuan nelayan. Pagar tersebut dianggap ilegal karena tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Keberadaan pagar laut ini diduga mengganggu ekosistem laut, memblokir akses nelayan, hingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat pesisir. Merespons hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya melakukan langkah tegas dan terukur, salah satunya melakukan penyegelan pagar laut tersebut atas instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto.

Lantas apa fakta di balik adanya pagar laut ilegal itu? siapa yang membangun dan apa tujuannya? simak ulasannya berikut ini, dirangkum Liputan6 dari berbagai sumber, Sabtu (11/1).

Apa Itu Pagar Laut dan Bagaimana Awalnya?

Mengutip ANTARA, pagar laut di Tangerang sendiri merupakan struktur penghalang berbahan bambu setinggi enam meter yang dipasang melintang di sepanjang pesisir. Pagar ini terdiri dari susunan bambu, anyaman, dan paranet dengan pemberat berupa karung pasir. Keberadaannya dideteksi pertama kali pada Agustus 2024 lalu, dengan panjang pagar awalnya hanya 7 kilometer sebelum akhirnya mencapai 30 kilometer dalam beberapa bulan.

Pagar ini ditemukan di wilayah pesisir yang mencakup 16 desa di enam kecamatan, mulai dari Kronjo hingga Teluknaga. Lokasi tersebut mencakup zona pemanfaatan umum seperti pelabuhan, perikanan, hingga pariwisata. Investigasi awal menunjukkan tidak ada rekomendasi atau izin dari pihak desa maupun camat terkait keberadaan pagar tersebut.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL) KKP Kusdiantoro baru-baru ini mengatakan bahwa, pagar laut ini melanggar aturan karena tidak memiliki izin KKPRL. Pemasangannya juga menyalahi prinsip tata ruang laut yang mengutamakan keterbukaan akses bagi masyarakat.

"Pemagaran laut mengindikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut secara tidak benar," kata dia, Kamis lalu.

Fungsi Pagar Laut dan Dugaan Pelanggaran

Pagar laut diduga digunakan untuk membatasi wilayah laut tertentu demi kepentingan tertentu, seperti budi daya perikanan atau privatisasi ruang laut. Selain mengganggu ekosistem dan menghalangi jalur kapal nelayan, keberadaan pagar ini memicu kekhawatiran terkait potensi perubahan fungsi ruang laut tanpa izin.

Fungsi pagar ini dipertanyakan karena diduga berkaitan dengan rencana pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2), sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN). Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan menyatakan belum ada bukti keterkaitan langsung dengan PSN. Ombudsman RI menyebut keberadaan pagar ini berpotensi melibatkan pelanggaran administratif dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Pagar ini dianggap merugikan nelayan karena mempersulit akses ke laut, meningkatkan biaya operasional, dan mengurangi hasil tangkapan. Dampaknya, kerugian ekonomi bagi nelayan diperkirakan mencapai Rp8 miliar.

"Kami berharap, agar pagar bambu tersebut segera dicabut lantaran sudah mengganggu mata pencaharian para nelayan," ujar seorang nelayan, yang namanya enggan disebutkan.

Siapa yang Memasang Pagar Laut: Diduga Kelompok Berperahu dari Tanjung Kait

Hingga kini, identitas pelaku di balik pemasangan pagar laut masih menjadi misteri. Dugaan sementara mengarah pada pihak yang memiliki kepentingan untuk memanfaatkan wilayah tersebut secara eksklusif. Namun, pemasangan ini dianggap ilegal karena tidak memiliki izin KKPRL, yang wajib bagi semua kegiatan di wilayah laut Indonesia.

Nelayan tersebut mengatakan bahwa dirinya sempat melihat perahu kecil yang diduga dijalankan oleh orang-orang yang memasang pagar laut tersebut. Menurutnya, perahu tersebut berasal dari Tanjung Kait, dengan metode pemasangan bambu secara manual manual.

"Orang-orang yang pasang sih enggak tahu. Tapi, kalau lihat kapalnya itu dari Tanjung Kait. Kapalnya kecil, untuk pemasangan bambunya pakai manual, orang-orang di kapal yang memasang," katanya lagi.

Nelayan Terganggu dan Pagar Laut Dituduh Mengarah ke Proyek Strategis Nasional

Keberadaan pagar laut secara langsung mengganggu ribuan nelayan di pesisir Tangerang. Nelayan terpaksa menempuh rute lebih jauh untuk menghindari pagar, yang menyebabkan kenaikan biaya bahan bakar. Selain itu, akses ke wilayah tangkapan ikan seperti udang, kerang, dan rajungan menjadi sangat terbatas.

Ada dugaan bahwa pagar ini bagian dari rencana Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni pembangunan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) yang ditetapkan pemerintah. Namun hingga sekarang belum ada bukti yang mendukung klaim tersebut. Ombudsman RI kemudian mencatat bahwa penggunaan ruang laut secara ilegal ini berpotensi menjadi pelanggaran serius yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah diminta untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam kasus pagar laut ini.

Penghalangan akses laut ini juga memperburuk kondisi ekonomi nelayan, yang sebagian besar bergantung pada laut sebagai sumber penghasilan utama. Hal ini memicu desakan agar pagar tersebut segera dibongkar.

Langkah KKP dan Instruksi Presiden Prabowo Subianto: Pagar Laut Disegel

Menanggapi keresahan masyarakat, KKP mengambil langkah tegas dengan menyegel pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut. Penyegelan dilakukan oleh Dirjen PSDKP atas instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Presiden menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah dan harus melindungi hak masyarakat.

Pemerintah memberikan waktu 20 hari kepada pelaku untuk membongkar pagar tersebut. Jika tidak, pembongkaran akan dilakukan oleh KKP. Selain itu, investigasi terus berjalan untuk mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar.

"Pak Presiden sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral. Intinya, kami akan dalami dulu. KKP akan mendalami siapa pemiliknya. Kami cari informasi. Kalau sudah fiks ketemu, pasti akan kami lakukan tindakan lebih lanjut," terang, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono, mengutip Liputan6 Bisnis.

Pertanyaan Seputar Pagar Laut di Tangerang: Apa itu pagar laut di Tangerang?

A: Pagar laut adalah penghalang bambu sepanjang 30 km di pesisir Tangerang yang mengganggu akses nelayan.

Q: Mengapa pagar laut dianggap ilegal?

A: Pagar ini tidak memiliki izin KKPRL dan melanggar aturan tata ruang laut.

Q: Apa dampak pagar laut bagi nelayan?

A: Nelayan kesulitan melaut, biaya operasional meningkat, dan hasil tangkapan menurun drastis.

Q: Apa langkah pemerintah dalam kasus ini?

A: KKP telah menyegel pagar laut atas instruksi Presiden dan memberi waktu 20 hari untuk pembongkaran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya