Kepanjangan THR Apa? Pahami Pengertian, Sejarah, dan Panduan Lengkap Perhitungannya

Pelajari kepanjangan THR (Tunjangan Hari Raya), sejarah, aturan, dan cara perhitungannya. Panduan lengkap hak dan kewajiban terkait THR bagi karyawan dan pengusaha.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 14 Jan 2025, 12:53 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2025, 10:30 WIB
Ilustrasi THR.
Ilustrasi THR. (Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta THR atau Tunjangan Hari Raya telah menjadi bagian integral dari sistem ketenagakerjaan di Indonesia selama lebih dari tujuh dekade. Sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerja, THR bukan sekadar tambahan penghasilan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia.

Di tengah dinamika perekonomian modern, THR tetap menjadi hak yang dilindungi undang-undang dan menjadi salah satu bentuk perlindungan kesejahteraan pekerja. Pemberian THR telah berkembang dari sekadar tradisi menjadi kewajiban hukum yang diatur secara ketat melalui berbagai peraturan pemerintah.

Pemahaman menyeluruh tentang kepanjangan THR dan segala aspeknya menjadi penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja, untuk memastikan hak dan kewajiban terkait THR dapat terpenuhi dengan baik. Untuk memahami kepanjangan THR dan bagaimana ini seharusnya diterapkan, simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (14/1/2025).

Pengertian dan Kepanjangan THR

Dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia, istilah THR telah menjadi kata yang sangat familiar dan dinantikan oleh setiap pekerja menjelang hari raya keagamaan. Pemahaman yang tepat tentang pengertian dan kepanjangan THR menjadi penting untuk mengetahui hak dan kewajiban yang melekat pada tunjangan ini.

THR adalah singkatan dari Tunjangan Hari Raya, yaitu pendapatan tambahan di luar gaji yang wajib diberikan oleh pemberi kerja kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang secara spesifik mengatur tentang THR Keagamaan.

Berbeda dengan bonus atau insentif lainnya yang bersifat kondisional, THR merupakan hak normatif yang wajib diberikan tanpa melihat kinerja atau kondisi keuangan perusahaan. Tunjangan ini menjadi bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap dedikasi karyawan selama bekerja, sekaligus membantu pekerja dalam mempersiapkan perayaan hari raya keagamaan.

Dalam implementasinya, pemberian THR tidak terbatas pada agama atau kepercayaan tertentu. Setiap pekerja berhak mendapatkan THR sesuai dengan hari raya keagamaan yang dianutnya, baik itu Idul Fitri bagi umat Muslim, Natal bagi umat Kristiani, Galungan bagi umat Hindu, Waisak bagi umat Buddha, maupun hari raya keagamaan lainnya.

THR juga berbeda dengan tunjangan atau bonus lainnya karena memiliki aturan spesifik tentang waktu pemberian, besaran, dan mekanisme perhitungannya. Pemberian THR harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan, dengan besaran minimal satu bulan upah bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan atau lebih.

Dengan demikian, THR tidak hanya menjadi instrumen kesejahteraan pekerja, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dan pemberi kerja dalam melindungi hak-hak pekerja serta menjaga harmoni dalam hubungan industrial. Pemahaman yang baik tentang pengertian dan kepanjangan THR akan membantu semua pihak dalam memenuhi hak dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Sejarah dan Asal Usul THR di Indonesia

Ilustrasi THR
Ilustrasi THR. (Image by 8photo on Freepik)... Selengkapnya

Tunjangan Hari Raya (THR) memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perkembangan sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Evolusi kebijakan THR dari sebuah kebijakan terbatas menjadi hak universal bagi seluruh pekerja menunjukkan bagaimana dinamika sosial dan tuntutan masyarakat dapat membentuk kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil dan inklusif.

Perjalanan THR di Indonesia dimulai pada era 1950-an, tepatnya saat kepemimpinan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo yang menjabat dari 27 April 1951 hingga 3 April 1952. Kebijakan ini muncul dalam konteks yang khas, di mana Indonesia baru saja menyelesaikan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) dan berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada masa transisi politik dan ekonomi yang penuh tantangan ini, pemerintah menyadari pentingnya memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan aparatur negara.

Pada implementasi awalnya, THR hanya diberikan kepada pegawai negeri dengan besaran sekitar Rp200, yang kala itu setara dengan 17,5 dolar AS. Meski nominalnya terkesan kecil menurut standar saat ini, nilai tersebut cukup signifikan pada masanya dan mencerminkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pegawai. Kebijakan ini segera menuai respons dari berbagai kalangan, terutama dari sektor swasta yang merasa adanya ketimpangan dalam perlakuan terhadap pekerja.

Ketimpangan dalam pemberian THR memicu gelombang protes dari kalangan pekerja swasta yang menuntut kesetaraan hak. Puncak dari tuntutan ini terjadi pada 13 Februari 1952, ketika para buruh menggelar aksi mogok kerja massal. Mereka menuntut hak yang sama dengan pegawai negeri dalam hal pemberian tunjangan hari raya, sebuah tuntutan yang mencerminkan aspirasi keadilan dalam sistem ketenagakerjaan nasional.

Respons terhadap tuntutan tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang. Barulah pada masa Orde Baru, tepatnya tahun 1994, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 yang secara resmi mewajibkan pemberian THR kepada seluruh pekerja di sektor swasta. Regulasi ini menjadi tonggak sejarah penting karena untuk pertama kalinya THR ditetapkan sebagai hak yang wajib diberikan kepada seluruh pekerja tanpa membedakan status kepegawaiannya.

Seiring berjalannya waktu, regulasi tentang THR terus mengalami penyempurnaan untuk mengakomodasi perkembangan dan kebutuhan zaman. Berbagai peraturan tambahan diterbitkan untuk memperjelas mekanisme pemberian THR, besarannya, waktu pemberian, hingga sanksi bagi yang melanggar. Penyempurnaan regulasi ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja.

Perjalanan sejarah THR di Indonesia menunjukkan bagaimana sebuah kebijakan dapat berkembang melalui dinamika sosial dan tuntutan masyarakat. Dari yang awalnya hanya mencakup pegawai negeri, kini THR telah menjadi hak universal bagi seluruh pekerja dan menjadi simbol penghargaan terhadap kontribusi pekerja dalam pembangunan bangsa. Perkembangan ini juga menunjukkan bagaimana aspirasi masyarakat dapat mendorong terciptanya kebijakan yang lebih adil dan inklusif dalam sistem ketenagakerjaan nasional.

Regulasi dan Ketentuan THR

6 Desain Amplop THR Anti-Mainstream, Bikin Geleng Kepala
6 Desain Amplop THR Anti-Mainstream, Bikin Geleng Kepala (Sumber: TikTok/@rakyat_jelata73)... Selengkapnya

Kerangka hukum yang mengatur pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan sejak pertama kali diperkenalkan. Regulasi terkini mencerminkan upaya pemerintah untuk memastikan perlindungan hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Berikut adalah uraian lengkap tentang regulasi dan ketentuan THR yang berlaku saat ini:

1. Dasar Hukum Pemberian THR

Landasan hukum pemberian THR di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan yang saling melengkapi. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi payung hukum utama yang mengatur hak-hak pekerja, termasuk hak atas THR. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang secara spesifik mengatur tentang THR Keagamaan. Terbaru, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024 memberikan penyempurnaan dengan mengatur lebih detail tentang mekanisme pemberian THR.

2. Kriteria Penerima THR

Ketentuan tentang siapa saja yang berhak menerima THR diatur secara jelas dalam regulasi. Setiap pekerja yang telah memiliki masa kerja minimal satu bulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR, tanpa membedakan status kepegawaian. Hal ini berlaku untuk pekerja tetap, pekerja kontrak, pekerja harian lepas, pekerja paruh waktu, dan bahkan pekerja yang masih dalam masa percobaan. Aturan ini mencerminkan prinsip non-diskriminasi dalam pemberian THR.

3. Waktu Pembayaran THR

Regulasi menetapkan batas waktu yang tegas untuk pembayaran THR. Tunjangan ini wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan yang dirayakan oleh pekerja. Ketentuan waktu ini bersifat mengikat dan tidak dapat ditawar, dengan tujuan memberikan kesempatan kepada pekerja untuk mempersiapkan perayaan hari raya dengan baik. Keterlambatan dalam pembayaran THR dapat mengakibatkan sanksi administratif bagi perusahaan.

4. Besaran dan Komponen THR

Perhitungan besaran THR didasarkan pada masa kerja karyawan. Bagi pekerja yang telah bekerja 12 bulan atau lebih, besaran THR adalah satu bulan upah penuh. Upah yang dimaksud mencakup gaji pokok dan tunjangan tetap. Untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Komponen tunjangan tidak tetap seperti bonus atau insentif tidak dimasukkan dalam perhitungan THR.

5. Mekanisme Pengawasan dan Sanksi

Untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan THR, pemerintah menetapkan sistem pengawasan yang ketat. Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah bertugas mengawasi pelaksanaan pemberian THR, termasuk membuka posko pengaduan THR menjelang hari raya. Pelanggaran terhadap ketentuan THR dapat mengakibatkan sanksi administratif dan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan.

6. Fleksibilitas dalam Kondisi Khusus

Regulasi juga mengatur tentang fleksibilitas pemberian THR dalam kondisi khusus, seperti saat perusahaan mengalami kesulitan finansial. Dalam situasi ini, perusahaan dapat melakukan negosiasi dengan pekerja mengenai mekanisme pembayaran THR, namun tetap dengan prinsip bahwa THR adalah hak yang harus dipenuhi. Setiap kesepakatan harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat.

Keseluruhan regulasi dan ketentuan THR ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Dengan aturan yang jelas dan tegas, diharapkan pemberian THR dapat berjalan dengan baik dan memenuhi tujuannya sebagai instrumen kesejahteraan pekerja menjelang hari raya keagamaan

Panduan Perhitungan THR

Tips Mengelola THR
Gunakan dana THR untuk kebutuhan terpenting, jangan sampai termakan diskon spesial hari raya. (Foto: Freepik/jcomp)... Selengkapnya

Pemahaman yang tepat tentang cara menghitung THR sangat penting bagi kedua belah pihak dalam hubungan kerja. Bagi pekerja, pengetahuan ini membantu memastikan bahwa hak mereka terpenuhi sesuai ketentuan. Sementara bagi pemberi kerja, pemahaman yang baik tentang perhitungan THR memudahkan dalam merencanakan anggaran dan memenuhi kewajiban secara tepat. Ketepatan dalam perhitungan THR tidak hanya menjamin kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga mencegah potensi perselisihan di kemudian hari.

Komponen Dasar Perhitungan

Perhitungan THR meliputi:

  • Gaji pokok
  • Tunjangan tetap (seperti tunjangan jabatan, keluarga, transport)

Formula Perhitungan

1. Pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih:

  • THR = 1 bulan upah (gaji pokok + tunjangan tetap)

2. Pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan:

  • THR = (masa kerja ÷ 12) × penghasilan satu bulan

Ketepatan dalam perhitungan THR mencerminkan profesionalisme dan tanggung jawab perusahaan terhadap kesejahteraan pekerjanya. Dengan memahami dan menerapkan panduan perhitungan THR secara benar, baik pemberi kerja maupun pekerja dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan saling menguntungkan. Penting untuk selalu merujuk pada peraturan terbaru dan berkonsultasi dengan pihak terkait jika ada ketidakjelasan dalam proses perhitungan.

Sanksi dan Pengawasan

Posko Pengaduan THR
Petugas berjaga di posko pengaduan tunjangan hari raya (THR) di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (20/5/2019). Posko tersebut untuk mempermudah para pekerja menyampaikan keluhannya, terkait penerimaan hak mendapatkan THR dari perusahaan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Untuk memastikan implementasi pemberian THR berjalan sesuai ketentuan, pemerintah telah menetapkan sistem pengawasan yang ketat disertai dengan sanksi tegas bagi pelanggar. Mekanisme ini dibentuk untuk melindungi hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan kewajiban pemberian THR. Berikut adalah rincian lengkap tentang sistem pengawasan dan sanksi terkait pemberian THR:

1. Mekanisme Pengawasan

Pengawasan pemberian THR dilaksanakan secara sistematis dan melibatkan berbagai pihak. Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah bertindak sebagai garda terdepan dalam mengawasi pelaksanaan pemberian THR di wilayahnya. Pengawasan ini mencakup pemantauan jadwal pemberian THR, verifikasi besaran THR yang dibayarkan, hingga penanganan pengaduan dari pekerja. Setiap tahun menjelang hari raya, intensitas pengawasan ditingkatkan untuk memastikan kepatuhan pemberi kerja terhadap kewajiban pemberian THR.

2. Posko Pengaduan THR

Sebagai bagian dari sistem pengawasan, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan daerah secara rutin membuka posko pengaduan THR. Posko ini menjadi wadah bagi pekerja untuk melaporkan berbagai permasalahan terkait THR, mulai dari keterlambatan pembayaran hingga ketidaksesuaian jumlah yang diterima. Posko pengaduan dilengkapi dengan prosedur penanganan yang jelas dan tim khusus yang siap membantu menyelesaikan permasalahan THR secara cepat dan profesional.

3. Sanksi Administratif

Pelanggaran terhadap ketentuan pemberian THR dapat mengakibatkan sanksi administratif yang berjenjang. Tahap pertama berupa teguran tertulis yang memberikan kesempatan kepada pemberi kerja untuk segera memenuhi kewajibannya. Bila teguran tidak diindahkan, sanksi dapat meningkat menjadi pembatasan kegiatan usaha, yang dapat berdampak signifikan pada operasional perusahaan. Dalam kasus yang lebih serius, sanksi dapat berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan produksi.

4. Sanksi Finansial

Selain sanksi administratif, pelanggaran pemberian THR juga dapat mengakibatkan sanksi finansial berupa denda. Berdasarkan peraturan yang berlaku, keterlambatan pembayaran THR dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan, terhitung sejak berakhirnya batas waktu pembayaran. Denda ini bersifat kumulatif dan tetap tidak menghilangkan kewajiban pemberi kerja untuk membayarkan THR yang menjadi hak pekerja.

5. Proses Penyelesaian Perselisihan

Ketika terjadi perselisihan terkait THR, terdapat mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan. Tahap pertama adalah penyelesaian secara bipartit antara pekerja dan pemberi kerja. Jika tidak tercapai kesepakatan, perselisihan dapat dibawa ke mediasi yang difasilitasi oleh mediator hubungan industrial. Bila mediasi tidak membuahkan hasil, perselisihan dapat dilanjutkan ke pengadilan hubungan industrial sebagai upaya hukum terakhir.

6. Peran Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha

Dalam sistem pengawasan THR, serikat pekerja dan organisasi pengusaha memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah. Serikat pekerja dapat membantu anggotanya dalam memantau pelaksanaan THR dan memberikan pendampingan ketika terjadi masalah. Sementara organisasi pengusaha berperan dalam mensosialisasikan ketentuan THR kepada anggotanya dan mendorong kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Keberadaan sistem pengawasan dan sanksi yang tegas dalam pemberian THR menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja. Melalui kombinasi pengawasan yang efektif dan sanksi yang tegas, diharapkan pelaksanaan pemberian THR dapat berjalan dengan baik, menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pemberi kerja. Yang tidak kalah penting, sistem ini juga memberikan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak dan mendorong terciptanya iklim ketenagakerjaan yang kondusif.

THR bukan sekadar bonus atau tambahan penghasilan, tetapi merupakan hak pekerja yang dilindungi undang-undang. Pemahaman yang baik tentang kepanjangan THR, sejarah, regulasi, dan cara pengelolaannya akan membantu baik pekerja maupun pemberi kerja dalam memenuhi hak dan kewajibannya. Dengan pengelolaan yang bijak, THR dapat memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya