Siapa yang Berhak Menerima Tunjangan Hari Raya? Simak Sejarah, Tradisi, dan Panduan Lengkap Perhitungan THR

Pelajari semua tentang Tunjangan Hari Raya (THR), dari sejarah dan tradisinya di Indonesia hingga cara menghitung dan aturan terbaru. Panduan lengkap bagi karyawan dan pengusaha untuk memahami hak dan kewajiban terkait THR.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 13 Jan 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 14:00 WIB
Good News Today: Kabar Gembira THR, THR PNS, Harga Bawang Turun
Ilustrasi uang. (via: istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tunjangan Hari Raya (THR) telah menjadi bagian integral dari sistem ketenagakerjaan di Indonesia selama lebih dari 70 tahun. Sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerja, THR tidak hanya menjadi tambahan penghasilan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial dan budaya yang mengakar dalam masyarakat Indonesia.

Di tengah dinamika perekonomian modern, THR tetap menjadi hak yang dilindungi undang-undang dan menjadi salah satu bentuk perlindungan kesejahteraan pekerja. Pemberian THR telah berkembang dari sekadar tradisi menjadi kewajiban hukum yang diatur secara ketat melalui berbagai peraturan pemerintah.

Pemahaman menyeluruh tentang THR menjadi penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja, untuk memastikan hak dan kewajiban terkait THR dapat terpenuhi dengan baik. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang THR, mulai dari sejarah, tradisi, aturan hukum, hingga cara perhitungannya, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (13/1/2025).

Sejarah dan Asal Usul THR di Indonesia

Sejarah Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia memiliki latar belakang yang menarik dan mencerminkan perkembangan sistem ketenagakerjaan nasional. Tradisi pemberian THR yang kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur ketenagakerjaan di Indonesia, bermula dari sebuah kebijakan sederhana yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri di masa-masa awal kemerdekaan.

THR pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada era 1950-an, tepatnya saat kepemimpinan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo yang menjabat dari 27 April 1951 hingga 3 April 1952. Kebijakan ini muncul dalam konteks yang khas, di mana Indonesia baru saja menyelesaikan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) dan berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada masa transisi politik dan ekonomi yang penuh tantangan ini, pemerintah menyadari pentingnya memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan aparatur negara.

Pada implementasi awalnya, THR hanya diberikan kepada pegawai negeri dengan besaran sekitar Rp200, yang kala itu setara dengan 17,5 dolar AS. Meski nominalnya terkesan kecil menurut standar saat ini, nilai tersebut cukup signifikan pada masanya dan mencerminkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan pegawai. Pemberian THR ini merupakan bagian dari program kerja Kabinet Sukiman untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur negara, yang kemudian populer dengan sebutan "Hadiah Lebaran".

Kebijakan yang awalnya eksklusif untuk pegawai negeri ini kemudian menimbulkan gelombang protes dari kalangan pekerja swasta. Ketimpangan dalam pemberian tunjangan ini memicu gerakan serikat buruh yang menuntut kesetaraan hak. Puncak dari tuntutan ini terjadi pada 13 Februari 1952, ketika para buruh menggelar aksi mogok kerja massal. Mereka menuntut hak yang sama dengan pegawai negeri dalam hal pemberian tunjangan hari raya, sebuah tuntutan yang mencerminkan aspirasikeadilan dalam sistem ketenagakerjaan nasional.

Tuntutan para pekerja swasta ini akhirnya membuahkan hasil, meskipun implementasi formalnya membutuhkan waktu yang cukup panjang. Peraturan resmi baru muncul pada masa Orde Baru melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994. Regulasi ini menjadi tonggak sejarah penting karena secara resmi menetapkan THR sebagai hak yang wajib diberikan kepada seluruh pekerja di perusahaan, tidak lagi terbatas pada pegawai negeri.

Perkembangan THR dari sebuah kebijakan terbatas menjadi hak universal bagi seluruh pekerja menunjukkan evolusi positif dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Perjalanan sejarah THR mencerminkan bagaimana sebuah kebijakan dapat berkembang melalui dinamika sosial dan tuntutan masyarakat, hingga akhirnya menjadi instrumen formal dalam menjamin kesejahteraan pekerja. Kini, THR telah menjadi hak yang dilindungi undang-undang dan menjadi simbol penghargaan terhadap kontribusi pekerja dalam pembangunan bangsa.

THR Sebagai Bagian dari Tradisi Indonesia

Ilustrasi uang rupiah, THR
Ilustrasi uang rupiah, THR. (Gambar oleh Eko Anug dari Pixabay)... Selengkapnya

Tunjangan Hari Raya (THR) telah berkembang menjadi lebih dari sekadar kewajiban hukum dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia. Selama lebih dari tujuh dekade keberadaannya, THR telah mengakar kuat dalam kultur masyarakat Indonesia dan menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi perayaan hari raya keagamaan, khususnya Idul Fitri yang dirayakan oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Dalam konteks sosial budaya Indonesia, THR memiliki makna yang jauh lebih dalam dari sekadar kompensasi finansial. Tradisi pemberian THR mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kepedulian sosial yang menjadi karakteristik masyarakat Indonesia. Bagi pemberi kerja, THR menjadi wujud nyata penghargaan terhadap dedikasi dan loyalitas karyawan sepanjang tahun. Sementara bagi pekerja, THR tidak hanya membantu secara finansial, tetapi juga menjadi simbol pengakuan atas kontribusi mereka dalam memajukan perusahaan.

Kehadiran THR dalam tradisi Indonesia juga memiliki dampak signifikan terhadap dinamika sosial ekonomi masyarakat. Menjelang hari raya, THR menjadi katalis yang menggerakkan roda perekonomian melalui peningkatan daya beli masyarakat. Pusat perbelanjaan menjadi ramai, pasar tradisional mengalami peningkatan transaksi, dan berbagai sektor usaha mendapat manfaat dari perputaran uang yang lebih tinggi. Fenomena ini telah menjadi siklus tahunan yang dinantikan, tidak hanya oleh pekerja tetapi juga oleh pelaku usaha.

Dalam konteks kehidupan keluarga, THR memainkan peran vital dalam mempersiapkan perayaan hari raya. Tunjangan ini memungkinkan keluarga untuk membeli keperluan lebaran seperti pakaian baru, makanan untuk hidangan hari raya, dan berbagai kebutuhan lainnya. Lebih dari itu, THR juga memfasilitasi tradisi mudik dan silaturahmi dengan memberi tambahan dana untuk biaya perjalanan dan hadiah bagi keluarga di kampung halaman.

THR juga menjadi instrumen dalam memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat. Melalui THR, pekerja dapat berpartisipasi dalam berbagai tradisi seperti pemberian zakat fitrah, sedekah, atau berbagi dengan tetangga dan kerabat yang membutuhkan. Praktik ini memperkuat kohesi sosial dan mencerminkan semangat berbagi yang menjadi karakteristik perayaan hari raya di Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, makna THR terus berkembang mengikuti dinamika masyarakat. Di era modern, THR tidak lagi sekadar digunakan untuk konsumsi hari raya, tetapi juga mulai dialokasikan untuk tabungan, investasi, atau pengembangan usaha kecil keluarga. Pergeseran ini menunjukkan bagaimana tradisi dapat beradaptasi dengan kebutuhan zaman sambil tetap mempertahankan nilai-nilai dasarnya.

Regulasi dan Ketentuan THR Terkini

Ilustrasi THR.
Ilustrasi THR. (Liputan6.com)... Selengkapnya

Kerangka hukum yang mengatur pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan sejak pertama kali diperkenalkan. Regulasi terkini mencerminkan upaya pemerintah untuk memastikan perlindungan hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Berikut adalah rangkuman lengkap tentang regulasi dan ketentuan THR yang berlaku saat ini:

1. Dasar Hukum Pemberian THR

Pemberian THR di Indonesia dilandasi oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang saling melengkapi. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi landasan utama yang mengatur hak-hak pekerja, termasuk di dalamnya hak atas THR. Peraturan ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang secara spesifik mengatur tentang THR Keagamaan. Terbaru, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024 memberikan penyempurnaan terhadap regulasi sebelumnya dengan mengatur lebih detail tentang mekanisme pemberian THR.

2. Waktu Pemberian THR

Regulasi menetapkan bahwa THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Ketentuan ini bersifat mengikat dan tidak dapat ditawar, dengan tujuan memberikan waktu yang cukup bagi pekerja untuk mempersiapkan perayaan hari raya. Pelanggaran terhadap ketentuan waktu pemberian THR dapat mengakibatkan sanksi administratif bagi perusahaan.

3. Kriteria Penerima THR

Setiap pekerja yang telah memiliki masa kerja minimal satu bulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh jenis pekerja, termasuk pekerja tetap, pekerja kontrak, pekerja harian lepas, dan pekerja paruh waktu. Bahkan pekerja yang masih dalam masa percobaan pun berhak mendapatkan THR sesuai dengan masa kerjanya.

4. Besaran THR

Regulasi mengatur besaran THR berdasarkan masa kerja karyawan. Bagi pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR adalah satu bulan upah. Sementara untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional dengan perhitungan: (masa kerja × 1 bulan upah) ÷ 12. Upah yang dimaksud mencakup gaji pokok dan tunjangan tetap.

5. Sanksi dan Pengawasan

Pemerintah telah menetapkan mekanisme pengawasan dan sanksi yang tegas bagi pelanggaran ketentuan THR. Perusahaan yang terlambat atau tidak membayar THR dapat dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan. Selain itu, perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha.

6. Perlindungan Hak Pekerja

Untuk memastikan perlindungan hak pekerja, pemerintah menyediakan berbagai saluran pengaduan THR. Kementerian Ketenagakerjaan secara rutin membuka posko pengaduan THR menjelang hari raya keagamaan. Pekerja yang merasa haknya tidak dipenuhi dapat melaporkan keluhan mereka melalui posko ini atau melalui Dinas Ketenagakerjaan setempat.

Keseluruhan regulasi dan ketentuan THR ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Melalui aturan yang jelas dan tegas, diharapkan pemberian THR dapat berjalan dengan baik dan memenuhi tujuannya sebagai instrumen kesejahteraan pekerja menjelang hari raya keagamaan.

Panduan Perhitungan THR

Tips Mengelola THR
Gunakan dana THR untuk kebutuhan terpenting, jangan sampai termakan diskon spesial hari raya. (Foto: Freepik/jcomp)... Selengkapnya

Pemahaman yang tepat tentang cara menghitung Tunjangan Hari Raya (THR) sangat penting, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja. Perhitungan yang akurat akan memastikan pemenuhan hak pekerja sesuai ketentuan yang berlaku, sekaligus membantu perusahaan dalam merencanakan anggaran THR dengan tepat. Berikut adalah panduan lengkap mengenai perhitungan THR yang mencakup berbagai aspek dan kondisi:

1. Komponen Dasar Perhitungan THR

Dalam menghitung THR, ada beberapa komponen penghasilan yang wajib diperhitungkan. Komponen utama adalah gaji pokok yang merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja. Selain itu, tunjangan tetap yang diterima secara rutin juga harus dimasukkan dalam perhitungan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, atau tunjangan transport yang bersifat tetap. Penting untuk dicatat bahwa komponen tidak tetap seperti bonus, insentif, atau uang lembur tidak dimasukkan dalam perhitungan THR.

2. Penghitungan THR Berdasarkan Status Kepegawaian

Metode perhitungan THR dapat berbeda tergantung status kepegawaian. Bagi karyawan tetap yang telah bekerja 12 bulan atau lebih, perhitungan relatif sederhana yaitu satu bulan penghasilan penuh (gaji pokok plus tunjangan tetap). Sementara untuk karyawan kontrak atau pekerja tidak tetap, perhitungan dilakukan secara proporsional berdasarkan masa kerja. Khusus untuk pekerja harian lepas, perhitungan THR didasarkan pada rata-rata penghasilan dalam 12 bulan terakhir.

3. Perhitungan THR untuk Masa Kerja Kurang dari Setahun

Bagi pekerja yang masa kerjanya belum mencapai 12 bulan, perhitungan THR menggunakan rumus proporsional: (masa kerja ÷ 12) × penghasilan satu bulan. Sebagai contoh, jika seorang karyawan telah bekerja selama 6 bulan dengan gaji pokok Rp4.000.000 dan tunjangan tetap Rp1.000.000, maka perhitungan THR-nya adalah: (6 ÷ 12) × Rp5.000.000 = Rp2.500.000. Pendekatan proporsional ini memastikan keadilan bagi semua pekerja sesuai dengan masa bakti mereka.

4. Penyesuaian Perhitungan THR dalam Kondisi Khusus

Terdapat beberapa kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dalam perhitungan THR. Misalnya, untuk karyawan yang mengalami perubahan status kepegawaian dalam tahun berjalan, perhitungan THR akan menyesuaikan dengan status terakhir. Demikian juga untuk karyawan yang mengalami perubahan besaran gaji, perhitungan THR akan menggunakan acuan gaji terakhir yang diterima. Kondisi-kondisi khusus ini perlu diperhatikan untuk memastikan ketepatan perhitungan.

5. Dokumentasi dan Verifikasi Perhitungan THR

Proses perhitungan THR perlu didokumentasikan dengan baik untuk keperluan audit dan transparansi. Pemberi kerja sebaiknya menyiapkan rincian perhitungan yang dapat diakses oleh pekerja, mencakup komponen-komponen yang diperhitungkan, masa kerja yang diakui, dan metode perhitungan yang digunakan. Transparansi ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dan memudahkan proses verifikasi jika diperlukan.

6. Penanganan Kasus-kasus Khusus

Dalam praktiknya, sering muncul kasus-kasus khusus yang memerlukan interpretasi lebih lanjut dalam perhitungan THR. Misalnya, bagaimana menghitung THR bagi karyawan yang sedang cuti tanpa gaji, karyawan yang mengundurkan diri menjelang hari raya, atau karyawan yang bekerja di beberapa tempat (pekerja paruh waktu). Untuk kasus-kasus seperti ini, diperlukan rujukan ke peraturan yang berlaku dan mungkin juga konsultasi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat.

Ketepatan dalam perhitungan THR tidak hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan profesionalisme dan tanggung jawab perusahaan terhadap kesejahteraan pekerjanya. Dengan memahami dan menerapkan panduan perhitungan THR secara benar, baik pemberi kerja maupun pekerja dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik, menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan saling menguntungkan.

Sanksi dan Pengawasan Pemberian THR

Posko Pengaduan THR
Petugas berjaga di posko pengaduan tunjangan hari raya (THR) di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (20/5/2019). Posko tersebut untuk mempermudah para pekerja menyampaikan keluhannya, terkait penerimaan hak mendapatkan THR dari perusahaan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Untuk memastikan implementasi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) berjalan sesuai ketentuan, pemerintah telah menetapkan sistem pengawasan yang ketat disertai dengan sanksi tegas bagi pelanggar. Mekanisme ini dibentuk untuk melindungi hak pekerja sekaligus memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan kewajiban pemberian THR. Berikut adalah rincian lengkap tentang sistem pengawasan dan sanksi terkait pemberian THR:

1. Mekanisme Pengawasan THR

Pengawasan pemberian THR dilaksanakan secara sistematis melibatkan berbagai pihak dan institusi. Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah bertindak sebagai garda terdepan dalam mengawasi pelaksanaan pemberian THR di wilayahnya. Pengawasan ini meliputi pemantauan jadwal pemberian THR, verifikasi besaran THR yang dibayarkan, hingga penanganan pengaduan dari pekerja. Setiap tahun menjelang hari raya, intensitas pengawasan ditingkatkan untuk memastikan kepatuhan pemberi kerja terhadap kewajiban pemberian THR.

2. Posko Pengaduan THR

Sebagai bagian dari sistem pengawasan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan daerah secara rutin membuka posko pengaduan THR. Posko ini berfungsi sebagai wadah bagi pekerja untuk melaporkan berbagai permasalahan terkait THR, mulai dari keterlambatan pembayaran hingga ketidaksesuaian jumlah yang diterima. Posko pengaduan dilengkapi dengan prosedur penanganan yang jelas dan tim khusus yang siap membantu menyelesaikan permasalahan THR secara cepat dan profesional.

3. Sanksi Administratif

Pelanggaran terhadap ketentuan pemberian THR dapat mengakibatkan sanksi administratif yang berjenjang. Tahap pertama biasanya berupa teguran tertulis yang memberikan kesempatan kepada pemberi kerja untuk segera memenuhi kewajibannya. Jika teguran tidak diindahkan, sanksi dapat meningkat menjadi pembatasan kegiatan usaha, yang dapat berdampak signifikan pada operasional perusahaan. Dalam kasus yang lebih serius, sanksi dapat berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan produksi.

4. Sanksi Finansial

Di samping sanksi administratif, pelanggaran pemberian THR juga dapat mengakibatkan sanksi finansial berupa denda. Berdasarkan peraturan yang berlaku, keterlambatan pembayaran THR dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan, terhitung sejak berakhirnya batas waktu pembayaran. Denda ini bersifat kumulatif dan tetap tidak menghilangkan kewajiban pemberi kerja untuk membayarkan THR yang menjadi hak pekerja.

5. Proses Penyelesaian Perselisihan THR

Ketika terjadi perselisihan terkait THR, terdapat mekanisme penyelesaian yang telah ditetapkan. Tahap pertama adalah penyelesaian secara bipartit antara pekerja dan pemberi kerja. Jika tidak tercapai kesepakatan, perselisihan dapat dibawa ke mediasi yang difasilitasi oleh mediator hubungan industrial. Dalam hal mediasi tidak membuahkan hasil, perselisihan dapat dilanjutkan ke pengadilan hubungan industrial sebagai upaya hukum terakhir.

6. Peran Serikat Pekerja dan Organisasi Pengusaha

Dalam sistem pengawasan THR, serikat pekerja dan organisasi pengusaha memiliki peran penting sebagai mitra pemerintah. Serikat pekerja dapat membantu anggotanya dalam memantau pelaksanaan THR dan memberikan pendampingan ketika terjadi masalah. Sementara organisasi pengusaha berperan dalam mensosialisasikan ketentuan THR kepada anggotanya dan mendorong kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Keberadaan sistem pengawasan dan sanksi yang tegas dalam pemberian THR menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja. Melalui kombinasi pengawasan yang efektif dan sanksi yang tegas, diharapkan pelaksanaan pemberian THR dapat berjalan dengan baik, menciptakan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pemberi kerja.

Tips Mengelola THR

Good News Today: Jajanan Buka Puasa, Makanan Sehat, THR PNS
Ilustrasi THR. (via: istimewa)... Selengkapnya

Pengelolaan Tunjangan Hari Raya (THR) yang bijak merupakan kunci untuk memaksimalkan manfaat dari tambahan penghasilan ini. Meski THR sering diasosiasikan dengan kebutuhan hari raya, perencanaan yang matang dapat membuat tunjangan ini memberikan dampak positif jangka panjang bagi kesehatan finansial keluarga. Berikut adalah panduan lengkap untuk mengelola THR secara optimal:

1. Perencanaan Keuangan Sebelum THR Diterima

Langkah penting dalam mengelola THR dimulai bahkan sebelum dana tersebut diterima. Buatlah rencana alokasi dana yang detail dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan prioritas. Identifikasi kebutuhan-kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, seperti pembayaran zakat fitrah atau kebutuhan pokok hari raya. Sisihkan juga porsi untuk tabungan dan investasi. Perencanaan yang matang ini akan membantu mencegah pengeluaran impulsif dan memastikan THR digunakan secara optimal.

2. Prioritas Pembayaran Kewajiban Finansial

Setelah THR diterima, prioritaskan pembayaran kewajiban-kewajiban finansial yang mendesak. Ini bisa mencakup pelunasan hutang, pembayaran tagihan tertunggak, atau cicilan yang harus diselesaikan. Pendekatan ini penting untuk menjaga kesehatan finansial dan menghindari beban bunga yang berlebihan. Selain itu, pelunasan kewajiban finansial akan memberikan ketenangan pikiran dalam menyambut hari raya.

3. Alokasi Dana untuk Kebutuhan Hari Raya

Dalam memenuhi kebutuhan hari raya, tetapkan anggaran yang realistis dan disiplin dalam pembelanjaannya. Buat daftar prioritas belanja yang mencakup kebutuhan pokok seperti makanan untuk hidangan hari raya, pakaian, dan keperluan mudik jika direncanakan. Hindari godaan untuk berbelanja berlebihan hanya karena terbawa suasana hari raya. Ingat bahwa kesederhanaan dalam perayaan tidak mengurangi makna dan kekhusyukan hari raya.

4. Investasi dan Tabungan Jangka Panjang

Sisihkan sebagian THR untuk investasi dan tabungan jangka panjang. Pertimbangkan berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan finansial Anda. Ini bisa berupa deposito berjangka, reksa dana, atau produk investasi lainnya. Idealnya, alokasikan minimal 20-30% dari THR untuk keperluan ini. Pendekatan ini akan membantu membangun fondasi keuangan yang lebih kuat untuk masa depan.

5. Dana Darurat dan Proteksi Finansial

Jangan lupa untuk memperkuat dana darurat dari sebagian THR yang diterima. Dana darurat idealnya mencakup 3-6 bulan pengeluaran rutin dan disimpan dalam bentuk yang mudah dicairkan. Selain itu, pertimbangkan juga untuk mengalokasikan sebagian THR untuk proteksi finansial seperti asuransi kesehatan atau jiwa jika belum memilikinya. Langkah ini penting untuk memberikan perlindungan finansial bagi keluarga.

6. Berbagi dan Bersedekah

Sisihkan sebagian THR untuk berbagi dengan sesama melalui zakat, sedekah, atau bentuk bantuan sosial lainnya. Selain memenuhi kewajiban agama, berbagi juga membawa keberkahan tersendiri bagi harta yang kita miliki. Tentukan porsi yang sesuai untuk hal ini, misalnya 2,5% untuk zakat mal atau nominal tertentu untuk sedekah sesuai kemampuan.

7. Edukasi Finansial Keluarga

Manfaatkan moment penerimaan THR sebagai sarana edukasi finansial bagi seluruh anggota keluarga. Libatkan anak-anak dalam perencanaan keuangan sederhana, ajarkan pentingnya menabung dan berbagi. Ini akan membantu menanamkan nilai-nilai pengelolaan keuangan yang baik sejak dini dan membentuk kebiasaan finansial yang sehat dalam keluarga.

Pengelolaan THR yang bijak tidak hanya akan membantu memenuhi kebutuhan hari raya dengan baik, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan finansial jangka panjang. Dengan menerapkan tips-tips di atas secara konsisten, THR dapat menjadi instrumen yang efektif dalam membangun fondasi keuangan yang kokoh bagi keluarga, sekaligus memenuhi aspek sosial dan spiritual dalam perayaan hari raya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya