KPI Didesak Tegas Awasi Iklan Politik

Aliansi Jurnalis Independen meminta KPI sebagai wakil publik bertindak tegas dalam mengawasi isi siaran terkait iklan pemilu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 01 Mar 2014, 08:47 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2014, 08:47 WIB
Perludem: Dana Saksi Parpol `Politik Uang` yang Dilegalkan
(KPU/Helmi Fithriansyah/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Eko Maryadi meminta Komisi Peyiaran Indonesia (KPI) sebagai wakil publik bertindak tegas dalam mengawasi isi siaran terkait iklan Pemilu. Terutama di media televisi.

Ia mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat peraturan jadwal tayangan iklan politik, yaitu 21 hari sebelum masa kampaye atau sebelum pemilu digelar.

"Jadi, kalau iklan politik sudah digenjot jauh-jauh hari sebelum masa pemilu, misalnya dari 1 tahun yang lalu atau 6 bulan yang lalu, artinya mereka melanggar aturan KPU tentang penayangan iklan politik," kata Maryadi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/3/2014).

Menurutnya, AJI mendorong supaya KPU bersikap tegas terhadap lembaga-lebaga penyiaran yang memang secara terang-terangan dan secara sadar melakukan pelanggaran aturan kampaye politik. "Terutama dalam media penyiaran," kata Eko.

Dirinya mengapresiasi adanya surat edaran pelarangan iklan politik di TV sebelum masa kampanye. Meski demikian Eko berpendapat pembatasan lebih tepat diterapkan dibanding pelarangan iklan politik di televisi. Hal itu menurutnya dikarenakan partai politik itu bagian dari instrumen masyarakat sipil dalam membangun demokrasi.

"Baguslah memang ada surat edaran pelarangan iklan politik di TV sebelum masa kampanye. Tapi sebenarnya dibatasi saja, bukan dilarang," tukasnya.

Secara terpisah, Hendri Satrio, pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina berpendapat, di samping melanggar, konten dari iklan politik yang ada sekarang buruk sekali. Karenanya dia menjadi bingung dengan iklan beberapa capres dan cawapres yang tayang.

"Terlepas dari kemungkinan pelanggaran, yang ada isinya pun terkesan palsu. Rakyat seperti dipaksa harus percaya bahwa mereka pemimpin yang bagus. Padahal pemimpin yang bagus adalah pemimpin yang tumbuh dari rakyat dan bukan dikarbit iklan," kata Hendri.

Ketua Partai Demokrat Dewan Pengurus Luar Negeri Malaysia, Lukmanul Hakim menambahkan, media merupakan salah satu alat kampanye yang paling efektif. Menurutnya, larangan iklan di TV adalah melanggar. Karena siapa pun memiliki kebebasan di media.

Lukmanul menilai kebijakan seharusnya melingkupi durasi. "Kalau menurut saya, disiarkan boleh saja, tetapi durasinya diminimalisasi. Contohnya, dalam satu bulan hanya boleh tayang sebanyak 3 kali saja, karena TV merupakan salah satu bagian dari media kampanye," ucapnya.

Partai Demokrat sendiri dikatakannya hingga saat ini belum manyiarkan iklan politik. "Mungkin baru bulan depan," punghkas Lukmanul. (Raden Trimutia Hatta)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya