Liputan6.com, Jakarta - Perubahan pencapresan Partai Gokar Aburizal Bakrie harus melalui rapat pimpinan nasional (rapimnas). Sebab, pengambilan keputusan melalui rapimnas itu adalah sebuah aturan organisasi sesuai Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tanga (AD ART) Partai Golkar.
"Bila ada rencana perubahan terhadap rapimnas baru, termasuk capres, itu semuanya kita serahkan pada rapimnas. Jadi kita betul-betul menjalankan organisasi ini sesuai dengan aturan organisasi," ujar Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung di Kediamannya, Jalan Purnawarman nomor 18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (3/5/2014).
Senada dengan Ketua Umum Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Priyo Budi Santoso, apabila tetap mengusung Ical sebagai capres harus tetap dikuatkan dalam rapimnas. Jika ada sejumlah opsi, misalnya mengambil keputusan menjadikan Ical sebagai cawapres, juga perlu disampaikan dalam rapimnas.
"Walaupun keputusan ‎mengusung capres tapi harus dilegalkan kembali di rapimnas. Kalau ada opsi-opsi lain misalnya mengubah pandangan menjadi cawapres atau yang lain itu juga kami anjurkan untuk diputuskan dalam forum rapimnas," tegas Ketua DPP Partai Golkar itu.
Memasuki Pemilu 2014, konflik internal Partai Golkar semakin menguat. Rendahnya elektabilitas Ical disebut-sebut sebagai penyumbang anjloknya perolehan suara Golkar pada Pileg 9 April lalu. Belakangan, posisi Aburizal Bakrie sebagai capres Partai Golkar semakin terusik.
Kegagalan Partai Golkar meraih target 27% suara Pileg semakin menguatkan wacana evaluasi status capresnya. Beberapa kalangan menilai, cara terbaik agar Golkar tetap berada di pucuk pimpinan partai yakni mengajukan cawapres.
Evaluasi Capres
Evaluasi status capres Ical justru muncul dari Akbar Tandjung. Ia bahkan mendesak Ical untuk mempertanggungjawabkan perolehan suara yang tidak mencapai target itu, yakni sekitar 15% berdasarkan hitung cepat sementara. Penting mencari tahu faktor apa yang menjadi hambatan naiknya kepercayaan publik terhadap Ical.
Menurut Akbar, sejauh memenuhi syarat untuk mengajukan capres sendiri, partainya akan mengajukan Ical. Tapi bila tidak memenuhi 20% suara sah nasional, Ical tak bisa memaksakan untuk menjadi capres. Jika memang kursi di parlemen nanti tidak terpenuhi sesuai target partai, maka Golkar akan mempertimbangkan Ical sebagai cawapres.
"Apakah kita harus memaksakan terus jadi capres? Opsi kedua yaitu opsinya cawapres. Belum tentu partai lain yang koalisi setuju kalau Ical tetap capres. Kalau tidak ada yang setuju, berarti harus ada opsi baru," ujar Akbar awal April lalu.
Tak hanya Akbar, dorongan evaluasi pencapresan Ical juga muncul dari politisi senior Golkar, Zainal Bintang. "Harus. Karena itu tadi target yang mau dicapai tidak tercapai ya dievaluasi dong," kata Zainal di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 20 April lalu.
Zainal menjelaskan, tidak mungkin Golkar mengajukan capres sendiri sementara perolehan suara tidak cukup. Karena itu evaluasi yang digelar nantinya juga terkait kinerja ketua umum. "Berdasarkan masukan, tekanan untuk mengajukan cawapres luar biasa banyak," tandas Zainal.
Sementara Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Tohari menyatakan, kevokalan Akbar dalam menyentil Ical adalah hal yang lumrah. Hal ini tak perlu ditanggapi berlebihan. "Partai Golkar parpol yang tua, berpengalaman, tokoh banyak. Wajar kalau ada pendapat-pendapat yang bernuansa berbeda," ujar Hajriyanto di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 16 April lalu. (Sss)