Liputan6.com Oleh: Widji Ananta dan Edward Panggabean
Jakarta - Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan Pimpinan Redaksi tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan seorang penulis Darmawan Sepriyossa sebagai tersangka. Penetapan itu mendapat apresiasi dari kubu pasangan capres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Tim pemenangan pasagan Jokowi-JK, Peompida Hidayatullah mengatakan sangat mengapresiasi kinerja kepolisian. Secepatnya, ia berharap aktor utamanya juga akan diringkus.
"Saya mengapresiasi kinerja Polri yang cukup responsif dalam menangani kasus tabloid Obor Rakyat ini. Saya berharap kasus ini pun secepatnya dapat dibongkar sampai ke akarnya, yaitu dengan ditangkapnya aktor intelektual dan juga pendana di belakang tabloid Obor Rakyat nya," katanya melalui keterangan tertulisnya, Jumat (4/7/2014).
Menurut Poempida, tabloid Obor Rakyat adalah sebuah kejahatan demokrasi yang tersusun di balik kedok sebuah media jurnalistik. Jadi hukuman bukan hanya pidana umum semata.
"Obor Rakyat bukan sekedar masalah jurnalisme dan pidana umum saja, tapi Obor Rakyat adalah 'kejahatan demokrasi' yang luar biasa. Dalam berevolusi untuk menjadi negara yang beradab, berwibawa dan bermartabat, penegakkan hukum dalam menciptakan demokrasi yang berintegritas, jujur dan adil harus dikuatkan," pungkas Poempida.
Dalami Pidana Umum
Penyidik Bareskrim Polri hingga kini masih mendalami tindak pidana umum untuk menjerat 2 tersangka pengelola tabloid Obor Rakyat dengan Pasal 310, Pasal 311, Pasal 156, dan Pasal 157 KUHP, UU Anti Diskriminasi Ras, dan UU Pemilu. Hal itu menyusul permohonan pelapor, yakni tim hukum Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Sudah koordinasi apakah bisa masuk ranah Pasal 310-311. Di Bawaslu sudah ditolak pasal itu UU 40 Tahun 2008, namun kami juga jalan terus. Kita masih dalami," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjend Hery Prastowo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (4/6/2014).
Hery menjelaskan, alasan menjerat tersangka dengan UU Pers No 40 Tahun 1999 Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 18 ayat 3, karena di delik pers pada isi tabloid itu bukan produk jurnalistik. Sebab tidak berbadan hukum dan tidak jelasnya alamat serta susunan redaksi di dalam tabloid itu.
"Jadi kami masih temukan pelanggaran ini. Di Bawaslu sudah kadaluarsa, di Pasal 310 dan 311," ujarnya.
Hery mengaku sebelum menetapkan tersangka untuk pasal tersebut, penyidik pun meminta keterangan kepada Dewan Pers, apakah tabloid itu masuk produk jurnalistik atau bukan. Namun, Dewan Pers menganggap bukan karya jurnalistik, karena tidak berbadan hukum dan tidak memiliki alamat.
"Dari situ kami kenakan Pasal 9 (UU Pers). Kalau mengatakan delik pers kata-kata itu tidak ada," ujarnya.
Karenanya agar lebih objektif menentukan konstruksi hukum unsur pidananya, lanjut Hery, penyidik masih membutuhkan saksi ahli. Tujuanya untuk mengetahui ranah pelanggaran tersebut, apakah pidana pelanggaran SARA, fitnah atau lainnya.
"Kan nanti ada ahli bahasa dan pidana supaya objektif. Kita tidak bisa memutuskannya, kan? Ada ahli, kita bukan ahli," tegasnya.
Sementara terkait saksi ahli bahasa, menurut Hery, rencannya siang ini akan dimintai keterangannya.
Pada kesempatan terpisah, pengacara tersangka Hinca Panjaitan mengatakan kasus ini merupakan produk pers. Sehingga pasal yang dipakai polisi telah tepat untuk menjerat kedua tersangka, karena hukuman ini merupakan pidana administratif.
"Ya seperti selalu saya katakan OR (Obor Rakyat) itu produk pers. Pasal 18 ayat 2 dan 3 UU pers yang dipakai. Itu artinya, yang dikenakan pidana administratif. Jadi polisi sudah tepat dan benar," tegas Hinca.
Adapun ancaman hukuman Pasal 18 ayat 2 yaitu, Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
Advertisement
Baca juga:
Polri Tak Hentikan Penerbitan Tabloid Obor Rakyat
Setiyardi dan Darmawan Jadi Tersangka Kasus Obor Rakyat
Fitnah ke Jokowi Membuat Syafii Maarif Ngeri