Liputan6.com, Jakarta - Mantan politisi Partai Golkar Poempida Hidayatullah berharap, wacana memecah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), bukan karena kepentingan kekuasaan. Dia meminta rencana itu betul-betul dipikirkan secara matang dengan pertimbangan ahli.
"Jangan sampai ini hanya gagasan yang dimainkan oleh komunitas tertentu, untuk memanfaatkan di antaranya peluang mendapatkan jabatan," kata Poempida di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (6/9/2014).
Menurut Poempida, jika ingin mewujudkan ide tersebut, bukan sekadar dimunculkan untuk kepentingan pihak tertentu. Melainkan menstimulasi basis-basis riset dan teknologi ke depan. Sebab, memecah kementerian memerlukan banyak anggaran. Apalagi Mendikbud memecah dengan membuat Kementerian Riset yang memerlukan dana besar.
"Bagaimana kita mau membangun iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dengan dahsyat, kalau anggarannya cuma segitu. Ini dibutuhkan keberanian oleh pemerintahan (Jokowi-JK) ke depan untuk mendukung ini secara maksimal," saran mantan anggota Komisi IX DPR itu.
Tim Transisi sebelumnya mengadakan pertemuan dengan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) pada pekan lalu, untuk memaparkan sejumlah opsi terkait arsitektur kementerian. Dari usulan yang ada, salah satunya terkait rencana memecah Kemendikbud menjadi 2 lembaga. Yakni Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset.
Advertisement
Menanggapi hal itu, Jokowi menyebut masukan tersebut masih dalam tahap usulan dan belum sampai pada tahap pembahasan. Tidak hanya usulan pemekaran Kementerian Pendidikan tapi juga usulan untuk memecah kementerian lain.
"Itu kan ada opsi-opsi. Ada pilihan-pilihan yang belum saya putuskan sampai ke saya. Semuanya baru opsi. Nggak cuma Kementerian Pendidikan saja," ujar Jokowi, Jakarta, Senin 25 Agustus 2014.
Menurut Jokowi, perhitungan yang mendalam diperlukan untuk mengubah bentuk kementerian, apalagi memekarkan 1 kementerian menjadi 2 lembaga. Karena itu, pria yang kini masih menjabat Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tidak mau terlalu terburu-buru dalam memutuskan untuk menolak atau menerima usulan tersebut.
Sentralistik
Menurut Poempida, jika Kemendikbud dipecah, kemungkinan akan bersinggungan dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Maka itu, untuk menghindari tumpang tindih tersebut diperlukan pembinaan koordinasi dari Jokowi-JK.
"Ini tanggung jawab presiden dan wakil presiden dalam konteks membina koordinasi yang baik ke depan," kata Peompida.
Bahkan, pemerintahan Jakowi-JK yang baru nanti harus membentuk undang-undang riset dan teknologi (ristek) yang baru. Karena undang-undang yang selama ini diberlakukan sudah tidak relevan. Selain itu, revisi undang-undang tersebut juga dibutuhkan untuk menjelaskan keberpihakan terhadap pembangunan ristek ke depan.
Sebab, menurut Poempida, persoalan ristek selama ini tidak ada kewenangan nyata atau kebijakan yang bisa mendukung percepatan riset produk iptek. Kemudian, tak ada korelasi secara riil antara akademik, bisnis, pemerintah dengan riset iptek. Karena jika koordinasi terbentuk dari awal, maka anggaran riset tidak akan membengkak.
"Riset harus bersifat top down, kebijakannya harus sentralistik, harus ada sedikit otoriter. Jangan karena usul beberapa peneliti muncullah riset, jangan. Riset harus jadi tulang punggungnya pemikiran Indonesia 50-100 tahun ke depan," ucap Poempida.
Intinya, imbuh Poempida, persoalan paling mendasar adanya ego sektoral. Terkadang kementerian dengan lembaganya tidak sejalan karena masing-masing ingin menunjukkan prestasinya.
"Jadi yang harus ke depannya dibangun pemerintah ke depan, adalah koordinasi dalam lintas sektoralnya harus lebih baik, kerjanya harus kompak," tutup Peompida. (Ans)