Kue Lapis Muntilan, Ada Pesan di Balik Ta'jil

Kue lapis, dengan berbagai varian rasa dan nama, kue ini benar-benar menjadi kue rakyat

oleh Liputan6 diperbarui 12 Jun 2016, 20:30 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2016, 20:30 WIB
Kue Lapis Muntilan, Ada Pesan Dibalik Ta'jil
Kue lapis, dengan berbagai varian rasa dan nama, kue ini benar-benar menjadi kue rakyat

Liputan6.com, Jakarta - Yang namanya kue lapis, tentu dimana-mana ada. Dengan berbagai varian rasa dan nama, kue ini benar-benar menjadi kue rakyat. Namun, tahukah jika sebuah kota kecil di Kabupaten Magelang memiliki kue lapis yang berbeda dengan kue lapis daerah lain? Kue Lapis Muntilan.

Lucia Henny Christina, seorang ibu muda di Muntilan mencoba mengembangkan kue lapis ini. Menurutnya pembeda utama kue lapis Muntilan dan daerah lain adalah di jumlah lapisannya dan bahan pewarna.

"Sebuah kue lapis yang baik, memiliki jumlah lapisan minimal 17 lapis maksimal 18 lapis. Setiap lapisan harus dikukus sendiri sebelum ditambahkan di atasnya," kata Henny, Minggu (12/6/2016).

Henny sendiri sebenarnya seorang karyawan bank swasta di kota Magelang. Ia mulai menekuni pembuatan kue lapis setelah meneliti berbagai kue lapis di Indonesia, saat ada tugas luar kota.

Menurutnya, nyaris semua daerah yang dia kunjungi memiliki kue lapis. Yang membedakan selain namanya adalah tekstur dan tingkat kelembekannya.

"Wajar kalau jadi kue asli Indonesia. Bahannya kan sangat lokal. Tepung beras, tepung kanji, santan, gula pasir, garam dan pewarna," kata Henny.

Untuk pewarna inilah Muntilan memiliki ciri khas. Jika di daerah lain banyak menggunakan pewarna makanan, kue lapis muntilan menggunakan pewarna alami. Misalnya warna hijau, lebih banyak menggunakan daun pandan atau daun katu sebagai pewarna. Untuk warna merah, menggunakan syrup mawar.

Kue lapis, dengan berbagai varian rasa dan nama, kue ini benar-benar menjadi kue rakyat

Kue lapis muntilan, sejatinya hanya mengenal lapisan merah-putih atau hijau-putih. Namun berkembangnya jaman dan tren maka warnanya saat ini menjadi lebih kaya.

Menurut Henny menikmati kue lapis Muntilan sebenarnya bisa sebagai laboratorium perilaku. Makan kue lapis ini idealnya tidak buru-buru. Bisa dilakukan dengan menggigit dan memisahkan lapis demi lapis.

"Kadang-kadang ada efek kejutnya, karena tiap lapisan belum tentu memiliki tekstur atau rasa yang sama. Tergantung timing ketika melapisnya," kata Henny.

Ia mengibaratkan, menikmati kue lapis Muntilan bisa melatih kesabaran dan berlaku seperti tuma'nina jika dalam sholat. Kue lapis tepung beras ini dibuat dengan penuh ketelatenan. Lapisan demi lapisan ditumpangkan satu demi satu. Dan setelah semua lapisan tersusun, masih harus dikukus lagi selama kurang lebih 30 menit.

Karena proses pembuatannya yang tak sebentar, tentu akan lebih nikmat jika saat makan juga tak langsung menghabiskannya dalam sekejap.

Di balik penciptaan kue lapis Muntilan, sesungguhnya ada pesan moral yang disampaikan. Kue lapis yang lengket dan berlapis-lapis dimaksudkan sebagai pesan agar kelekatan persaudaraan antar manusia bisa dijaga. Tekstur lembut dan berlapis lebih sebagai harapan saja bahwa perilaku lembut kepada alam diyakini menjadi berkat dan rejeki yang berlapis-lapis.

Inilah Indonesia. Selalu ada makna di balik semua yang ada, bahkan dibalik sepotong kue lapis tepung beras. Saat ramadhan, menurut Henny, kue ini juga cocok dijadikan takjil.

"Dinikmati sebelum sholat maghrib bersama secangkir teh panas, itu membuat perut adem dan asam lambung tidak tinggi. Juga tak membuat kenyang sehingga bisa sholat maghrib lebih tenang," kata Henny saat ditemui di rumahnya di Gang Santren III RT 02 RW 09 Gunungpring Muntilan.

Sebagai pelaku kuliner, Henny memang sanggup membuat aneka kue modern. Namun ia lebih suka eksplorasi kue-kue rakyat tradisional. Selalu ada pesan moral dibalik lezatnya tiap gigitan.

Penulis :
Edhie Prayitno Ige
Penulis, cerpenis, guyonis asli Muntilan mukim di Semarang.
Twitter : @edhiepra1

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya