Tokoh Muslim Somalia Serukan Anti-Kekerasan di Bulan Ramadan

Tokoh ulama di Somalia menyuarakan aksi perlawanan terhadap terorisme. Bagi mereka, kekerasan bertentangan dengan semangat Ramadan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 29 Mei 2017, 10:00 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2017, 10:00 WIB
Muslim di Timur Tengah menyambut bulan Ramadan 2017 (AFP)
Muslim di Timur Tengah menyambut bulan Ramadan 2017 (AFP)

Liputan6.com, Mogadishu - Jutaan warga Muslim yang tersebar di 33 negara dengan mayoritas beraliran Muslim-Sunni mulai melakukan ibadah puasa pada Sabtu, 27 Mei 2017. Adapun warga Muslim-Syiah yang tersebar di wilayah Bangladesh, Pakistan, India, dan Irak mulai berpuasa keesokan harinya.

Dalam ajaran agama Islam, Ramadan adalah salah satu bulan paling suci dan dinanti oleh jutaan warga Muslim. Selain itu, perintah beribadah bulan puasa pada bulan Ramadan tertera di Rukun Islam. Karena itu, banyak warga Muslim yang meningkatkan ibadah dan perbuatan baiknya.

Bertolak belakang dengan nilai-nilai ajaran Islam, kelompok radikal seperti ISIS, Al Shahab, dan kelompok teroris lain yang tersebar di dunia malah menggunakan bulan Ramadan sebagai seruan aksi kekerasan yang lebih besar. Tindak kekerasan dalam skala besar itu mereka targetkan ke sejumlah negara Muslim dan negara-negara Barat. Akibatnya, warga sipil menjadi korbannya.

Bulan Ramadan tahun ini diawali dengan serangkaian aksi teror, seperti Inggris dan Mesir.

Beberapa ulama Muslim moderat yang ada di seluruh dunia dengan lantang menyuarakan aksi perlawanan. Serta menyatakan bahwa terorisme dan aksi kekerasan jelas bertentangan dengan semangat Ramadan.

"Ramadan adalah bulan perdamaian yang penuh dengan cinta dan tindak menghargai semua orang. Bukan bulan penuh kekerasan dan pertumpahan darah. Bagi mereka yang menyerukan semangat untuk melakukan kekerasan, sama sekali tidak mencerminkan Islam dan warga Muslim,' ujar Syekh Bashir Ahmed Salad Ketua Council of Religious Scholars di Somalia, seperti dikutip dari VOANews, Senin (29/5/2017).

Sementara itu, di Inggris para pemimpin Muslim menyerukan ketenangan dan salat jenazah bagi korban pemboman di Manchester.

Beda halnya dengan warga Muslim di Amerika Serikat yang menjalani ibadah puasa di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Dalam pernyataannya terkait bulan Ramadan, Trump memusatkan perhatian pada tindak kekerasan dan terorisme.

"Pada intinya, semangat Ramadan ini memperkuat kesadaran dan kewajiban kita untuk menentang kekerasan, mencapai perdamaian dan membantu mereka yang menderita akibat kemiskinan dan konflik," ujar Trump.

Pesan yang disampaikan oleh Trump sangatlah berbeda dengan pesan yang disuarakan oleh presiden-presiden AS sebelumnya, seperti Barack Obama dan George Walker Bush.

"Tidak seperti Obama dan Bush, melalui pesan Ramadannya, Trump memusatkan perhatian pada perlawanan terorisme," ujar Imam Sharif Mohammed di Islamic Civic Society of America.

"Pernyataannya hanya mencerminkan kampanye pemilu yang dilakukannya dan retorika anti-Muslim yang selama ini disuarakannya," ia menambahkan. 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya