Perbedaan Tak Jadi Halangan untuk Membangun Masjid di Abepantai

Pemuda muslim dari Papua ini bergotong royong membangun masjid di Papua.

oleh Katharina Janur diperbarui 29 Mei 2019, 12:45 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2019, 12:45 WIB
Adam Yarangga
Adam Yarangga membantu pembangunan Masjid Al Fattah di Papua

Liputan6.com, Jakarta Liputan6.com, Jayapura – Adam Yarangga, pemuda 20 tahun gesit membawa sebuah ember berisi adukan semen. Ia tak sendiri, bersama Ismail, pemuda muslim dari Suku Sanger dan sejumlah pemuda lainnya, ia bergantian mengangkat ember itu, untuk membantu dalam proses pembangunan Masjid Al Fatah Abepantai, Kota Jayapura, Provinsi Papua.

Pemandangan gotong-royong dan saling membantu antara warga di Abepantai tak hanya terlihat kali ini saja.  Keberagaman dan toleransi beragama antara masyarakat muslim dan Nasrani tak pernah terputus, sejak masuknya umat muslim pendatang pada tahun 50-an dari Buton, Selayar, Bugis, dan suku lainnya yang hingga saat ini menempati Abepantai.

“Kami senang membantu saudara kita yang sedang membangun (masjid). Perbedaan bukan hambatan bagi kami. Perbedaan di Abepantai justru menjamin hidup rukun dan dan saling membantu,” kata Adam.

Adam menyebut, toleransi beragama yang terjadi di Abepantai juga tecermin di saat perayaan hari besar keagamaan, baik masyarakat muslim dan Nasrani, saling mengunjungi bergantian.

“Kami tak ingin tercerai berai. Perbedaan iman justru membuat kami makin erat dan hidup saling menolong satu sama lainnya,” ujar Adam yang berasal dari Biak.

 

Sejarah Masjid Al Fatah

Gotong royong masyarakat Abepantai
Gotong royong masyarakat Abepantai dalam membangun masjid.

Ketua Badan Saraiah Masjid Al Fatah Abepantai, La Oranye, menuturkan Masjid Abepantai dibangun oleh keturunan suku Kei pada zaman Belanda.  Pembangunan masjid dilakukan karena banyaknya warga muslim yang mendiami Abepantai dan belum memiliki tempat ibadah.

Masjid Al Fatah Abepantai letaknya berdekatan dengan tempat pemakaman muslim terbesar Kota Jayapura. Awal berdiri tahun 1942, Masjid Al Fatah masih berupa panggung berdinding gaba-gaba dengan luas 8 x 8 meter.

Kata Oranye, masyarakat di Abepantai memugar masjid pada 1971 menjadi seluas 12 x 12 meter. Kemudian masjid kembali dipugar pada 1985 dengan bangunan permanen dan dilakukan pemasangan quba dari bahan tembaga.

Makin banyaknya jemaah muslim di sekitaran kampung itu, pemugaran kembali dilakukan besar-besaran sejak September 2018 dengan dua lantai.

“Sumbangan pembangunan masjid yang kami dapatkan tak hanya dari jemaah, tapi juga ada dari tetua adat, ondoagi (kepala suku) yang tak seiman dengan kami. Hal-hal semacam ini yang selalu kami rindukan di Papua,” ujarnya.

Sejak awal berdiri hingga saat ini, Masjid Jami Al Fatah Abepantai sudah dipimpin 7 imam.  Buya Hamka dikabarkan pernah mengunjungi masjid yang berdekatan dengan makam penyebar Islam di Jayapura, Syekh La Ode Muhammad Malik Akbari Pakualam Ngalimul Mukminin Said Zainudin.

Hingga kini, pembangunan masjid masih dilakukan dan setiap harinya dikerjakan oleh jemaah masjid dan masyarakat sekitar.  

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya